Sabtu, 28 Desember 2013

Meredam Konflik Masyarakat Industri Pedesaan



Industrialisasi pedesaan menjadi suatu keniscayaan yang tidak bisa kita tolak lagi.  Industrialisasi tidak melulu merusak lingkungan dan membuat kesemrawutan kehidupan bermasyarakat. Itu hanya sebagian dari efek negatif. Apabila dikelola dengan baik, indsutri di pedesaan dapat menyesuaikan dengan kondisi di sekitarnya. Jika suatu daerah melimpah akan bahan pangan maka industri pangan perlu kiranya dibangun di sana. Jika suatu wilayah melimpah akan bahan tambang maka industri pertambangan perlu kiranya dibangun di sana. Mengapa? Karena pembangunan harus cepat dilakukan mengingat persaingan ekonomi global, apabila kita tidak ingin selalu menjadi negara konsumen. Banyak data yang membuktikan bahwa bangsa produsenlah yang mampu bertahan dalam percaturan dunia.
Tulisan ini tidak akan membahas panjang lebar arti penting industrialisasi desa. Insya Alloh, di kemudian hari akan saya tulis. Dalam tulisan ini  saya akan coba memaparkan salah satu hal yang mungkin terjadi ketika industrialisasi pedesaan dilakukan yakni konflik. Berdasarkan berbagai literatur yang saya baca, konflik pada masyarakat industri bisa terjadi karena beberapa hal:
Pertama, adanya perbedaan kepentingan antar kelompok masyarakat. Pengusaha mempunyai kepentingan untuk mendapatkan keuntungan dan memajukan usahanya. Warga sekitar lokasi usaha mempunyai kepentingan untuk bisa hidup sesuai keinginan mereka. Memang definisi dari kedua kelompok ini berbeda di setiap lokasi. Dalam upaya industrliasasi bisa saja terjadi penolakan. Apalagi di pedesaan. Tidak setiap orang 'merasa butuh' akan hadirnya industriliasasi di pedesaan. Bisa jadi ada banyak yang merasa terganggu. Warga desa yang tidak terbiasa dengan 'kebisingan' cenderung menolak baik secara vokal maupun verbal. Perubahan persepsi warga tentang industrialisasi itu sendiri tidak bisa begitu saja berubah tetapi perlu waktu dan pembelajaran terus-menerus.
Kedua,  setiap kelompok menginginkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologi.  Jika salah satu kebutuhan  mereka tidak terpenuhi maka biasanya timbul konflik mulai dari protes, pemboikotan bahkan hingga pengusiran. Kedua kelompok bisa saling bertentangan. Jika pemerintah tidak bisa menjadi penengah maka konflik semakin meruncing dan mengarah pada 'penghancuran' tata kemasyarakatan. Contoh, jika pengusaha membangun pabrik yang menimbulkan polusi suara (kebisingan) maka warga di sekitarnya memprotes. Kegiatan produksi bisa terhenti sama sekali. Tujuan industrialisasi yang konstruktif/membangun malah menjadi destruktif/menghancurkan.
Ketiga, perbedaan pandangan/persepsi warga tentang industrliasasi itu sendiri. Ada orang yang menganggap itu penting tetapi ada juga yang menganggap itu hanya akan menimbulkan masalah dikemudian hari.  Perbedaan pandangan ini bisa timbul dari hal yang paling mendasar.
Untuk meredam konflik sejak awal, maka sebuah kawasan industri harus dibangun atas dasar kepentingan bersama untuk maju. Ada dua pendekatan yang bisa dilakukan sebelum industrialisasi benar-benar terjadi. Pendekatan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologi bisa menjadi solusi sebelum adanya konflik yang tidak diinginkan.
Secara ekonomi, warga desa harus diyakinkan bahwa industrialisasi perlu dilakukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan warga itu sendiri. Industrialisasi harus menjadi solusi bagi warga desa yang belum memiliki penghasilan. Warga desa bisa menjadi pekerja bagi pabrik yang akan didirikan atau menjadi mitra usaha tergantung peran apa yang mereka inginkan. Desakan kebutuhan ekonomi bisa 'memaksa' orang untuk bersikap 'memberontak' terhadap keadaan yang sebenarnya menguntungkan. Hanya saja karena kurang pendekatan dari para pengusaha dan pemerintah maka warga sekitar yang tidak mendapatkan 'jatah' bisa menagih hak mereka.
Untuk itu, konsep usaha yang akan didirikan sebaiknya padat karya agar bisa menampung lebih banyak warga desa yang membutuhkan pekerjaan. Adaptasi teknologi memang perlu dilakukan untuk efisiensi produksi. Tetapi, memilih memperkerjakan banyak orang bisa dianggap sebagai investasi jangka panjang.
Aspek psikologis perlu diperhitungkan dengan cara memberikan kenyamanan pada setiap orang. Secara fisik, sarana yang yang memberikan kenyamanan harus dibangun, diantaranya:
1. Perumahan vertikal yang dekat dengan lokasi industri;
2. Sarana air minum di sepanjang jalan;
3. Taman rekreasi;
4. Sanitasi yang baik, menyediakan WC mobil di pusat keramaian;
5. Sarana olah raga;
6. Penanaman pohon rindang.
Perhitungan secara ekonomi, memang pembangunan sarana penunjang kawasan industri terbilang 'mahal'. Akan ada banyak biaya yang harus dikeluarkan tetapi itu adalah investasi masa depan. Bayangkan jika di masa depan kawasan industri yang telah kita bangun masih bisa memberikan kenyamanan bukan malah sebaliknya sebagai sarang polusi dan ketidaknyamanan kehidupan.
Kunci penting lainnya adalah pengenalan indsutri pada masa pendidikan. Sejak dini pelajar mempunyai kerangka berpikir yang jelas tentang peranan masing-masing. Pemahaman tentang potensi daerah perlu ditekankan sejak di bangku sekolah.

Minggu, 22 Desember 2013

Mendefinisikan Arah Pembangunan Pedesaan

Di media massa saya memperhatikan isu yang cukup sering diangkat, yakni Rancangan Undang-undang Desa. Saya melihat bahwa pembangunan pedesaan sangat mendesak dan tidak bisa ditunda-tunda lagi. Namun, apakah warga desanya sendiri sudah siap dengan pembangunan yang 'dipaksakan' oleh pusat. Jangan-jangan keinginan untuk membangun desa itu hanya pemerintah pusat, politisi  dan para praktisi ekonomi. Bisa jadi warga desa sendiri tidak 'ngeh' dengan pembangunan yang dimaksud oleh para elit. Sebagaimana yang saya perhatikan, warg desa cenderung pasif apabila dihadapkan pada pembangunan daerahnya. Warga desa lebih suka mengikuti saja apa yang ada. Mengalir.
Mungkin, ketertinggalan desa tidak hanya disebabkan oleh minimnya perhatian pemerintah pusat akan pembangunan pedesaan tetapi bisa jadi karena warga desa sendiri belum bisa mendefinisikan arah pembangunannya. Warga desa seperti 'kebingungan' untuk menentukan apa kebutuhan dan keinginan mereka akan desanya di masa depan. Pemerintahan desa pun hanya bersifat administratif. Artinya, belum bisa menjadi lokomotif pembangunan bagi lingkungannya.
Ya, semuanya berawal dari hal yang paling mendasar dari sifat manusia yakni kebutuhan dan keinginan. Pembangunan pedesaan harus berdasarkan atas kebutuhan warga desa bukan sekedar keinginannya. Misalnya, warga desa menginginkan membangun sekolah padahal sudah ada sekolah yang dibangun sejak lama. Atau, warga desa ingin membangun pasar padahal penduduknya sedikit padahal masih bisa memanfaatkan pasar yang ada di ibukota kecamatan. Ini pernah terjadi di desa saya. Pemerintah desa membangun banyak Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) tetapi penggunaaanya sangat minim bahkan hampir tidak ada.

Mendahulukan Kebutuhan Dasar
Baiklah, memang tidak mudah mendefinisikan kebutuhan dari sekian banyak orang. Berdasarkan sumber yang saya baca, pembangunan pedesaan harus mendahulukan kebutuhan dasar warganya seperti pendidikan, papan, pangan, air dan jalan. Hal-hal ini nampaknya belum menjadi prioritas pembangunan pedesaan. Ini nampak dari masih adanya ketergantungan kebutuhan diatas pada pemerintah pusat. Kita menyaksikan desa-desa yang masih kekurangan air bersih, pengairan ladang/sawah atau penduduk desa yang tidak memiliki rumah yang layak.
Mendahulukan kebutuhan dasar dan fokus padanya adalah hal penting karena menjadi dasar bagi pembangunan selanjutnya. Kebutuhan dasar yang terpenuhi merangsang orang untuk menetap di desa (tidak urbanisasi), merangsang orang menjadi kreatif dan banyak lagi kemudahan yang bisa dicapai. Pemenuhan kebutuhan dasar sampai pada tingkat maksimal akan membawa masyarakat pada kesejahteraan. Selanjutnya, untuk pemenuhan kebutuhan lain warga desa bisa berpikir kreatif dalam memanfaatkan peluang-peluang yang senantiasa terbuka.
Maksimalkan pemenuhan kebutuhan membutuhkan pengetahuan yang cukup untuk bisa menghitung seberapa besar kebutuhan warg desa dan bagaimana cara untuk memenuhi kebutuhan itu. Misalnya, kebutuhan warga desa akan air bersih. Apabila kebutuhan per rumah tangga memerlukan air untuk kegiatan keseharian kira-kira 5 m3  maka berapa kubik air yang bisa dialirkan. Lalu, bagaimana cara memenuhinya. Dan seterusnya. Bisa saja pemenuhan itu tidak harus membangun instalasi air dengan harga mahal tetapi cukup mengalirkan air sungai ke area pekarangan mereka. Dengan begitu, secara alami air bersih akan mengisi sumur-sumur warga dan dimusim kemarau tidak kekeringan lagi. Apakah membangun sumur bor lebih baik daripada memasang pipa paralon ke setiap rumah dari sungai terdekat?

Membuka Lapangan Pekerjaan
Selanjutnya, apabila kebutuhan mendasar sudah terpenuhi maka membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya menjadi konsentrasi pembangunan pedesaan. Infrastruktur pedesaan yang akan dibangun alangkah lebih baik jika mengarah untuk membuka lapangan pekerjaan. Membangun pasar/pusat perdagangan, pabrik, pertanian, sarana angkutan dsb..
Membangun kawasan industri baru sepertinya menjadi kebutuhan warga desa saat ini. Di perkotaan, banyak dunia usaha yang sudah tidak bisa lagi menampung angkatan kerja akibat pertumbuhan ekonomi yang melamban. Apabila warga desa bisa membangun sarana industri maka itu menjadi prestasi yang patut diacungi jempol. Industri yang dimaksud tentu saja industri yang sesuai dengan kondisi pedesaan itu sendiri baik dari segi komoditas, modal dan lingkungannya. Ketika perdagngan bebas sudah ditempuh maka industrialisasi desa adalah jawaban dalam menghadapi persaingan internasional. Untuk itu, produk yang dihasilkan perusahan-perusahaan di desa harus berorientasi ekspor agar bisa melayani pasar dunia.
Imbas positif dari industrialisasi desa ini adalah pembangunan berimbang antara desa dengan kota. Penduduk desa mempunyai alasan untuk tidak urbanisasi. Penyebaran penduduk pun bisa lebih merata. Angka pengangguran di pedesaan bisa dikurangi pada tingkat terendah.
Disamping industrialisasi desa maka produktifitas pertanian pun harus berjalan beriringan. Ini menjadi suatu keharusan dimana pekerja pabrik harus makan sehingga para petani tidak akan kehilangan pasar mereka didaerahnya sendiri. Petani bisa menjual langsung produknya tanpa harus melalui perantara tengkulak. Jika selama ini petani kesulitan mencari pasar maka industrialisasi semakin mendekatkan petani pada konsumen produknya.

Perencanaan Baku
Warga desa memang tidak terbiasa membakukan sebuah rencana pembangunan. Orientasi pembangunan yang belum jelas menjadi alasan kenapa pembakuan rencana tidak dilakukan. Praktisnya pembakuan rencana bisa dimusyawarahkan dan disosialisaikan kepada seluruh warga desa. Aparat desa bisa memasang papan reklame ukuran besar dan memaparkan rencananya dengan jelas. Lebih bagus jika rencana pembangunan desa dicantumkan bersama peta desa dan dicantumkan pula waktu pembangunannya. Ini memberikan gambaran nyata pada setiap orang yang melihatnya tentang seperti apa dan bagaimana desa mereka kedepannya.

Sabtu, 07 Desember 2013

Kekuatan untuk Mengatasi Masalah

Ketika menjalankan kehidupan bermasyarakat, sudah menjadi hal yang lumrah apabila kita menghadapi permasalahan. Permasalahan yang timbul adalah bagian dari dinamika untuk menjadikan kehidupan kita lebih baik lagi. Justru dengan datangnya permasalahan, akan membuat kita menjadi lebih dewasa dalam berpikir dan bijaksana dalam bertindak.
Timbulnya masalah juga turut serta menjadi bahan pembelajaran bagi kita untuk terus memperbaiki diri. Berbagai inovasi biasanya datang dari permasalahan yang timbul. Sebagai contoh, ketika kita mengalami kesulitan untuk memasarkan produk pertanian di pedesaan maka seorang petani akan mencari cara bagaimana produknya dapat sampai ke tangan konsumen. Nalurinya akan menuntun menuju proses pemecahan masalah dengan berpikir berdasarkan pengetahuan yang dimiliki.
Ada banyak diantara kita yang kesulitan menghadapi permasalahan baik yang bersifat pribadi ataupun kelompok. Dengan kesulitan itu, banyak yang enggan untuk menyelesaikannya. Akhirnya, permasalahan menjadi semakin besar layaknya bola salju yang menggelinding di atas salju. Tiadanya keinginan untuk menyelesaikan masalah bisa jadi karena belum menjadi kebiasaan dalam diri yang belum tertanam sejak dini.
Secara naluriah, manusia selalu ingin menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Pengaruh pola  pendidikan yang keliru serta lingkungan yang tidak membiasakannya menjadikan banyak orang enggan untuk 'menikmati' proses penyelesaian masalah itu. Contohnya, ketika kita mengalami kesulitan keuangan banyak yang justru menjadi pengemis bukan berusaha bagaimana mendapatkan uang dengan wirausaha atau bekerja.
Apabila kita sudah membiasakan diri untuk menyelesaikan masalah di pedesaan maka Insya Alloh kita bisa menikmati kehidupan di pedesaan. Bukan malah sebaliknya, meninggalkan masalah itu dan  mencari jalan keluar yang instan. Memang itu tidak salah. Tetapi, sebagaimana yang dirasakan, banyak masalah kehidupan di pedesaan yang belum terselesaikan. Ini menghambat pembangunan baik secara sosial, ekonomi maupun budaya. Ada banyak banyak kekurangan yang dirasakan generasi penerus warga desa sehingga sulit mengejar bahkan mengimbangi kemajuan zaman. Ketika orang China sudah berbicara tentang perdagangan bebas justru kita masih kesulitan pangan. Terlalu!
Pembangunan pedesaan pada dasarnya adalah penyelesaian masalah yang ada di pedesaan. Hanya saja, banyak orang yang merasa tidak perlu menyelesaikan masalah di pedesaan. Mungkin, terlalu lama untuk mencapai kesuksesan dan kebahagiaan padahal semua itu perlu proses untuk kebaikan di masa depan. Kebaikan generasi masa kini dan masa depan.

Mulai dari Diri Sendiri, Hal Kecil dan Sekarang
Pemecahan masalah haruslah dimulai dari diri sendiri. Ada beberapa metode yang kongkrit untuk digunakan secara umum dalam memecahkan masalah-masalah sebagaimana ditulis Dr. Norman Vincent Peale dalam bukunya Teknik Berpikir untuk Mencapai Sukses.
1.     Percayalah bahwa setiap masalah selalu ada pemecahannya.
2.     Tenanglah. Ketagangan mengahalangi arus kekuatan berpikir. Pikiran kita tidak dapat bekerja dengan efektif, dengan baik, kalau tertekan. Hadapilah masalah kita dengan perasaan gampang.
3.     Jangan memaksa diri dalam mencari pemecahannya. Tenteramkan batin dan pikiran kita, sehingga masalah itu membukakan dirinya dan menjadi jelas.
4.     Kumpulkan fakta-faktanya tanpa berat sebelah, tidak bersifat perorangan dan adil.
5.     Tuliskan fakta-fakta ini di atas kertas. Ini menerangkan pemikiran kita dan membereskan pelbagai unsur kedalam suatu sistem yang teratur. Kita melihat dan mendengar. Masalah menjadi obyektif dan tidak subyektif.
6.     Berdoalah agar Alloh memberikan pimpinan dan bimbingan dalam memecahkan masalah yang kita hadapi. Yakinilah bahwa Alloh akan memberikannya kepada kita.
7.     Percayalah bahwa Alloh dapat menjadi penasehat kita, dengan jalan memberikan petunjuk, bimbingan dan pimpinan kepada kita.
8.     Percayalah pada kesanggupan pandangan budi dan instuisi.
9.     Beribadahlah dan biarkan bawah sadar kita memecahkan masalah kita, sementara kita mengarahkan diri beribadah kepada Alloh. Renungan spiritual yang kreatif, mempunyai kekuatan yang mengagumkan guna memberikan pemecahan 'yang tepat'.

10.  Kalau kita mengikuti petunjuk ini dengan seksama dan setia, maka cara pemecahannya yang tepat akan muncul dalam batin dan pikiran.

Senin, 25 November 2013

Berpikir Kreatif, Harus!

Berpikir kreatif adalah proses psikologis untuk selalu menemukan hal-hal baru di sekitar kita. Bagaimana prosesnya tidak saya ceritakan di sini. Hal yang akan kita bicarakan di sini adalah bagaimana berpikir kreatif itu harus ada dalam pikiran orang desa, kenapa?
Sebenarnya semua orang harus punya pikiran kreatif. Membuat, menemukan, mencipta atau memodifikasi yang sudah ada. Kurang lebih begitulah. Berpikir kreatif merupakan cara berpikir manusia pembangunan. Tanpa pemikiran ini warga desa hanya akan menjaidi pengikut dari apa yang sudah ada, tanpa perubahan. Celakanya, jika tidak berpikir kreatif warga desa hanya akan menjadi objek pembangunan bukan subjek pembangunan, tidak bisa menentukan nasibnya sendiri.
Secara kasat mata adakah bedanya orang yang berpikir kreatif dengan yang tidak? Tentu. Lihat saja bagaimana para petani yang selalu memperbaiki cara mereka bercocok tanam. Ada juga yang selalu ‘bertahan’ dengan cara-cara lama. Tidak ada kemauan untuk lebih baik dan lebih maju lagi, dan lagi. Pernah dengan prinsip Keizen, ya itulah berpikir kreatif. Selalu terus-menerus berinovasi untuk perbaikan keadaan, tidak pernah puas dengan apa yang ada sekarang.
Pola pikir  kreatif ini memang harus ditanamkan sejak dini.  Pendidikan keluarga merangsang anak untuk menjadi kreatif dengan berbagai macam permainan. Bentuk lingkungan yang bisa menunjang pembelajaran mereka. Jangan pernah terlalu mengekang anak. Awasi saja. Biarkan anak bereksplorasi dengan alam di sekitarnya. Tanah, air dan segala material di sekitarnya adalah laboratorium alam yang bisa membentuk pikiran, perilaku serta fisik mereka.
Dimasa depan anak-anak kreatif akan menjadi manusia pembangunan yang menjadikan desanya berdaya guna. Setiap  jengkal tanah leluhurnya adalah modal berharga untuk membawa bangsanya ke pentas dunia. Tidak ada kebingungan dalam melangkah karena otaknya telah terisi dengan berbagai informasi  yang siap untuk ‘dimuntahkan’. Simpul-simpul syarafnya bersinergi mengeluarkan ide-ide yang bisa membuat banyak orang berdecak kagum.
Banyak gedung, mesin atau bahkan pemerintahan yang telah mereka kembangkan. Tanpa kesemrawutan dan kelimpungan. Ekonomi akan terus tumbuh menuju angka tertinggi dalam sejarah bangsanya. Daerah tempat tinggal orang-orang kreatif akan terus tumbuh menjadi daerah industri, agribisnis atau area pariwisata. Semua bisa menjadi pendapatan bagi diri, keluarga dan daerahnya.
Orang akan berduyun-duyun mendatanginya karena mereka punya solusi dari setiap masalah yang dihadapi. Mereka punyak produk yang bisa dijual hingga lintas benua. Semuanya datang dari sebuah desa yang bahkan di peta pun tidak tertulis apa namanya. Tetapi Google Map akan menunjukan dimana letaknya karena banyak artikel di internet yang membicarakannya. Namanya harum  berkat kecerdasan warganya.
Semua yang ditulis seakan sebuah harapan besar penulis. Tetapi begitulah adanya, kenapa banyak  daerah di belahan dunia manapun menjadi buah bibir berkat kemajuannya. Semua bermula dari isi kepala warga-warganya. Era teknologi informasi membantunya menyebarkan setiap tindakan yang akan tercatat dalam sejarah.

Alam, Sumber Kekuatan Membangun Negeri


Laksana disulap, sekitar delapan puluh tahun lalu negeri Arab merupakan gurun pasir yang gersang dan melarat, diperintah oleh sheikh-sheikh dan sultan-sultan kecil. Kini Saudi Arabia diperintah oleh keluarga terkaya di dunia dan menguasai pasaran uang internasional. Bumi padang pasir menganugerahinya dengan sumber-sumber minyak yang disedot tiada habisnya.
Buku Kerajaan Petrodollar Saudi Arabia mengisahkan fakta-fakta yang membuat sejarah: sejak Abdul Aziz Ibnu Saud bangkit menjadi pahlawan padang pasir; Raja Faisal yang berani menghantikan ekspor minyak sehingga negeri-negeri Barat kalangkabut; usaha modernisasi pendidikan; sampai Adnan Kashogi sebagai simbol saudagara milyuner Arab dengan 50 perusahaan besarnya yang tersebar di seluruh dunia.
Robert Lacey, penulis buku ini, selama empat tahun berkelana di sana, bergaul dengan para pangeran dan pengembala onta, saudagar-saudagar internasional dan ulama, di istana-istana yang gemerlapan dan di kemah-kemah padang pasir. Robert Lacey meramu seribu satu kejadian fantastis itu, termasuk dampak ekonomi dan politiknya OPEC dan sengketa-sengketa wilayah dijazirah Arab dan Timur Tengah, dengan gaya yang lincah dan sarat human interest.

Alam sebagai Anugerah
Mungkin di dunia ini banyak tempat indah sebagai anugerah Alloh SWT yang tidak diyukuri oleh penghuninya sendiri. Termasuk kita. Keindahan alam raya dan segala isinya tidak kita manfaatkan untuk kehidupan yang lebih baik. Banyak dari kita yang hanya menyia-nyiakanya begitu saja. Tidak ada upaya untuk mengolahnya. Bangsa Arab bisa menjadikan alam sebagai sumber kehidupan untuk menuju kehidupan yang lebih baik. Setiap jengkal tanah adalah berharga.

Memberilah maka Kau Akan Diberi Oleh-Nya
Seakan menjadi tradisi ketika orang Arab terkenal sebagai orang yang suka memberi. Mereka percaya bahwa dengan banyak memberi maka rezeki akan terus bertambah. Ini ajaib. Dalam bermasyarakat sudah sepatutnyalah sikap saling memberi bisa menjadi simbol kebersamaan. Karakter warga di pedesaan yang ‘guyub’ jangan sampai luntur karena ternyata itu menjadi modal tak ternilai untuk menjalani kehidupan yang lebih baik.

Rumah yang Produktif

Mengapa sebuah bangsa bisa bangkit? Pertanyaan itu memang terdengar begitu berat untuk dijawab. Tetapi, tentu saja sebagai warga desa kita tidak harus berusaha terlalu keras untuk menjawabnya. Ada hal sederhana untuk bisa menjawab pertanyaan itu. Salah satunya_ dan yang paling mungkin_ adalah dengan memulainya dari rumah kita.
Caranya? Jadikan rumah kita sebagai rumah yang produktif. Menciptakan kultur produktifitas pada suatu masyarakat dapat dimulai dari rumah. Kultur produktifitas ini menjadi jalan manusia untuk bangkit menuju kemakmuran hidup. Kemakmuran hidup setiap orang secara individu memang berbeda. Untuk itu, setiap orang bisa mendefinisikan kemakmurannya masing. Ingin seperti apa dia nanti di masa depan dan bagaimana meraihnya setiap orang harus bisa menjabarkannya.
Apabila gambaran masa depan itu sudah ada, maka selanjutnya kita bisa menggambarkan rumah yang diidamkan. Tentu saja, rumah kita tidak saja berfungsi sebagai tempat tinggal saja tapi juga bisa sebagai tempat untuk 'menghasilkan sesuatu'.  Sesuai dengan impian kita, setiap orang bisa menggambarkan seperti apa rumah yang sesuai dengan profesi atau kegiatan kesehariannya.
Sebagai contoh, rumah keluarga saya adalah rumah sederhana yang didesain sebagai rumah petani. Kami membangun tiada henti sesuai dengan gambaran yang diidamkan. Setiap detail rumah diciptakan untuk mendukung produktifitas pertanian. Kandang ternak, kolam ikan dan gudang pangan serta peralatan disesuaikan kontur tanah yang ada. Alhasil, pelan tapi pasti kami memiliki rumah yang nyaman untuk ditinggali sekaligus bisa menjadi tempat untuk berproduksi.
Ada banyak contoh yang bisa disampaikan. Namun yang pasti, rumah yang produktif ini turut serta membangun kultur produktifitas setiap individu.  Rumah  sebagai tempat pertama dalam mendidik manusia yang berkualitas harus didesain untuk mendukung minat dan bakatnya. Banyak rumah nyaman yang bisa melahirkan penulis-penulis terkenal, arsitek atau seorang dokter.
Kultur produktifitas ini lahir dari semangat untuk maju. Semangat biasanya lahir dari jiwa manusia yang sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Penciptaan semangat itu dari rumah menjadi poin penting dari tulisan ini. Jika selama ini banyak warga desa yang membuat rumah alakardanya saja_tanpa perhatian ke arah sana_ maka sudah saatnya rumah menjadi sarana untuk menuju kemakmuran warga desa baik secara individu maupun kolektif.