Minggu, 24 Maret 2019

Siapa Pengendali Pembangunan di Pedesaan?

Kepala Suku bisa menjadi orang yang memiliki kemampuan untuk mengendalikan pembangunan.
(Sumber: Tempo)
Sampai saat ini saya masih berpikir bahwa kehidupan di desa harus dibangun atas dasar sebuah perencanaan yang matang. Namun, tidak hanya rencana yang menjadi acuan tetapi juga pelaksanaan proses pembangunan itu.

Siapa Yang Menjadi "Driver" Pembangunan di Desa?

Hal itulah yang menjadi pemikiran saya selama ini. Ketika menilik sistem yang berjalan di Indonesia maka pengendali pembangunan tidak bisa diserahkan sepenuhnya pada Pemerintah. Pembangunan di pedesaan harus dikemudikan oleh suatu kekuatan yang mempunyai daya tarik untuk membawa masyarakat ke arah yang lebih baik.

Pembangunan di desa bisa dikendalikan oleh seseorang atau sekelompok orang yang memiliki ide akan kemajuan. Tanpa adanya keinginan untuk memajukan kehidupan di desa maka pengemudi itu akan "kehilangan penumpang".

Permasalahan selalu muncul ketika terjadi benturan kepentingan. Uang, pengaruh dan tentu saja "gengsi" selalu menjadi daya tarik orang untuk bersaing.

Saya mencoba untuk membaca-baca beberapa budaya di negara maju. Setiap daerah dimana pun, secara garis besar, ada seseorang atau sekelompok orang yang mengendalikan pembangunan.

Mulai dari daratan Asia Tenggara hingga Amerika Utara, pembangunan di suatu kawasan mempunyai satu atau beberapa tokoh yang menjadi panutan. Para tokoh itu memang memiliki keunggulan dibandingkan orang lain.

Nah, siapa dan bagaimana karakter para tokoh pengendali pembangunan itu? Mereka tentu bukan pribadi yang 'asal jadi'. Mereka adalah pribadi yang telah memahami pola kehidupan yang dialami dan  menyebarkan pengaruh besar bagi sekitar.

Dalam budaya Barat ataupun Timur, suatu filosofi yang mendasari karakter para pengendali pembangunan itu menjadi sorotan. Karakter bisa terlihat dari luar, tetapi suatu filosofi hidup hanya ada dalam pikiran.

Buat saya, sebagai orang Sunda, memiliki kesulitan untuk menggali filosofi apa yang mendasari para tokoh pengendali pembangunan ini. Saya sendiri sulit melihat "benang merah" antara 'apa yang dipikirkan tokoh masa lalu' dengan 'tokoh masa sekarang'.

Apalagi, di desa saya sendiri, mengalami krisis ketokohan. Nah, untuk itu saya pun mencoba mencari orang seperti apa yang sebenarnya bisa mengendalikan pembangunan. Seorang tokoh, tidak hanya ada secara fisik ataupun keberadaannya semata-mata karena status sosial.

Para pengendali pembangunan ini bisa jadi adalah orang yang paling kaya di daerahnya. Atau, orang yang paling berpengetahuan luas. Atau, kombinasi diantara keduanya.

Saya tertarik dengan budaya Abad Pertengahan, dimana para peramal masih memiliki tempat dalam menentukan arah pembangunan suatu bangsa. Saya pun menjadi berpikir bahwa bisa saja saat ini 'para peramal' memiliki pengaruh besar terhadap pembangunan.

Di desa, masih ada para tokoh yang dituakan dimana mereka dianggap memiliki kebijaksanaan dibanding warga lain. Para pemangku adat, ketua suku dan alim Ulama dianggap orang bijaksana yang bisa "menerawang masa depan".

Orang-orang dengan talenta luar biasa sebaiknya jangan dibiarkan pergi ke luar dari desa. Apalagi, banyak pihak sudah mulai menyadari bahwa aset terpenting di daerah adalah manusianya bukan alamnya.

Mari kita tengok Pulau Bangka dan Belitung. Timah, sebagai andalan ekspor pulau itu tergerus karena ditambang terus. Tapi, orang di sana mulai menyadari bahwa mereka tidak bisa terus bergantung pada alamnya yang kaya.

Wisata, dimana lebih digerakan oleh manusia menjadi andalannya. Alam yang indah sekalipun, apabila tidak ada 'sentuhan' manusia maka alam itu hanya akan tersembunyi tanpa bisa dikenali. Desa, dengan alam yang indah bisa menjadi daya tarik wisata bahkan mendatangkan wisatawan mancanegara.

Namun, tidak semua desa memiliki alam sebagai daya tarik wisata. Nah, disitulah "peran manusia" sebagai pelaksana pembangunan. Manusia memiliki caranya sendiri untuk menata masa depan. Bahkan, tanah gersang bisa 'disulap' menjadi tempat yang indah.

***

Masa depan. Itulah yang menjadi pokok pembahasan tulisan ini. Membicarakan masa depan, tidak semua orang paham dan punya pandangan yang sama.

Sikap hidup yang dinamis di perkotaan akan berpengaruh pada persepsi seseorang tentang masa depan. Sebaliknya, sikap hidup yang cenderung statis juga berpengaruh pada bagaimana orang desa mempersepsikan masa depan.

Mengendalikan pembangunan pada dasarnya bagaimana mengarahkan kehidupan menuju masa depan. Jelas, orang dengan kemampuan biasa saja tidak akan mampu mengendalikan masyarakat menuju masa depan. Terkadang, saya berpikir --apakah perlu mendatangkan orang luar-- untuk menata masa depan pedesaan. Orang desa kebingungan karena minim pemahaman dan pengalaman, maka orang luar akan memiliki persepsi berbeda tentang dunia.

Rabu, 27 Februari 2019

Hikmah Melaksanakan Kewajiban Bagi Pembangunan Pedesaan

Kewajiban, bisa dianggap sesuatu yang dipaksakan dan terasa berat. Kewajiban melaksanakan peraturan negara atau peraturan agama dianggap sebuah doktrin dan tentu saja membawa pemikiran pada "frustasi".

Namun, apabila kita paham akan hikmah dari terlaksananya kewajiban maka kita akan berusaha melaksanakan bahkan mempertahankan kelestariannya. Misalnya, kewajiban untuk membuang sampah sembarangan begitu berat bagi sebagian orang. Tetapi, lihatlah hikmahnya begitu besar.

...

Tulisan saya ini terinspirasi dari film In the Heart of the Sea yang bercerita tentang perburuan paus untuk dimanfaatkan minyaknya. Film ini adalah film 3D Amerika Serikat-Spanyol produksi tahun 2015 bergenre drama petualangan yang diangkat dari buku nonfiksi karya Nathaniel Philbrick dengan judul yang sama.

Dalam film itu, ada adegan dimana para pemerannya berdiskusi tentang bagaimana peran manusia di dunia. Ketika mereka terdampar di suatu pulau, masing-masing tokoh di sana punya kesimpulan pemikiran atas apa yang telah terjadi pada mereka. Satu orang berpendapat bahwa manusia berkuasa atas alam dan berhak memanfaatkan apa saja di alam. Satu orang lagi berpendapat bahwa manusia harus bisa menjaga alam dan melestarikannya sehingga tidak terjebak dalam kerakusan.

Terbentuk Pola Dalam Pikiran

Kewajiban, bisa membentuk kebiasaan kemudian lama-kelamaan menjadi sebuah kebutuhan. Begitulah, Alloh memberikan kita sebuah karunia pikiran yang begitu luar biasa. Pikiran kita benar-benar bisa mengubah kenyataan.

Dalam pikiran kita, pola-pola kehidupan itu terbentuk bahkan hingga menjadi sebuah filosofi hidup.

Saya sering merasa kebingungan ketika membaca banyak buku atau artikel mengenai pembangunan. Begitu banyaknya konsep dan teori yang mendasari sebuah pembangunan membuat saya sulit "menentukan" konsep mana yang harus dipilih. Dengan banyaknya konsep itu, justru kita diajak untuk memutuskan konsep mana yang akan dipakai.

Apabila kewajiban sudah menjadi sebuah filosofi pembangunan yang kita anut, maka sebenarnya bisa mengurangi kebingungan itu. Pembangunan akan berjalan sebagaimana mestinya dan pikiran manusia pun hanya tinggal menunggu ilham dari Yang Maha Mengetahui.

Lingkungan Menjadi Terjaga

Kewajiban, sebetulnya melindungi kita sebagai manusia dari "kepunahan". Manusia akan dibawa pada suatu kelestarian hidup hingga waktu yang tidak tertentu. Manusia memiliki kelemahan fisik. Manusia bukan binatang yang memiliki kekuatan untuk bertahan hidup di alam bebas.
Bagaimana pun, cara untuk bertahan dari kejamnya alam adalah dengan berkawan dengan alam. Mekanisme alam bisa menjadi tidak terduga, maka dari itu ada aturan main untuk bisa hidup tenang di tengah alam.

Kewajiban, memberikan suatu formula yang memaksa tetapi berguna. Bagi orang yang berpikir pragmatis, maka kewajiban itu akan menjadi sesuatu yang dianggap penting karena kegunaannya. Bagi yang berpikir "nrimo", melaksanakan kewajiban semata-mata karena ketakutan tanpa bisa mengambil hikmah penting.
Kewajiban-kewajiban bukan hanya hasil dari bentuk pemikiran manusia. Ada keterbatasan manusia untuk bisa menentukan mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Alloh SWT memberikan peringatan tidak tertulis atas apa yang akan terjadi di kemudian hari. Dengan kata lain, apabila manusia tidak melaksanakan kewajiban maka akan ada akibat buruk yang menyertainya.
Kewajiban seorang anak untuk patuh pada orang tua, bisa jadi adalah benih bagi terbentuknya sistem sosial dalam masyarakat. Apabila seorang anak sudah tidak patuh pada orang tua, maka begitu banyak ekses negatif yang dialami. Kenakalan remaja, salah satu contoh akibatnya.


Kewajiban Sebagai Strategi Pembangunan

Ketika kita merasa kebingungan bagaimana menentukan srategi pembangunan, maka melaksanakan kewajiban sebagai prioritas adalah pilihan terbaik. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa pikiran manusia memiliki kekurangan dalam "melihat masa depan".

Keterbatasan pikiran itu mengharuskan manusia bersikap rendah hati. Manusia jangan menganggap apa yang terjadi di dunia ini semata-mata hasil karyanya tetapi ada campur tangan Yang Maha Kuasa.

Coba kita tengok kondisi di sekitar kita, begitu banyak ketidaksempurnaan kehidupan. Kondisi ideal mengenai tata kehidupan bermasyarakat jauh dari harapan. Ada banyak sisi yang menandakan bahwa orang desa tidak sanggup membangun daerahnya sendiri.

Disadari atau tidak, ketidakidealan itu buah dari keengganan kita melaksanakan kewajiban.

Ketika pertumbuhan ekonomi pedesaan sangat lambat bisa jadi itu karena keengganan kita melestarikan dan memanfaatkan alam pedesaan sebagaimana perintah Alloh.
Selama ini, strategi pembangunan ditentukan oleh filsafat hidup yang dianut oleh suatu bangsa, atau atas dasar kompromi politik bahkan atas kendali para pemilik modal.  Apabila pembangunan didasarkan atas itu, maka sesungguhnya akan nampaklah "kelemahan" pikiran manusia. Setiap pihak yang berkepentingan akan merasa paling 'bisa' menentukan strategi pembangunan.