Kamis, 11 September 2014

Belajar dari Realita

Katakanlah: "Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi. tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan Rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman". (QS. Yunus (10): 101)
Belajar menjadi salah satu kebutuhan manusia sebagai perwujudan insting manusia dalam bertahan hidup. Setiap kondisi manusia yang berbeda, menuntut kita untuk memahami apa yang kita alami ataupun hal yang tidak kami alami. Proses itu terus berlangsung tanpa henti. Ketika manusia berhenti untuk belajar maka sepertinya dia akan tersingkir dari kompetisi.
Saya ingin menyampaikan situasi dimana seseorang dituntut untuk belajar lebih giat dari biasanya. Tidak karena disuruh atau sekedar memenuhi tugas sekolah-kuliah. Belajar adalah sebagai perwujudan diri sehingga selalu ada motifasi diri untuk tidak berhenti memperbaiki diri.
Situasi yang saya maksud adalah situasi perasaan dan pikiran yang terus 'berkecamuk' melihat realita yang ada. Perasaan yang terus gundah ketika melihat realitas menuntut kita untuk lebih tahu apa yang sedang terjadi. Begitu juga pikiran yang sulit untuk tenang, menuntut kita mencari jawaban dari setiap pertanyaan yang timbul.
Setelah saya membaca sebuah buku, saya tahu bahwa saya termasuk orang suka belajar dengan menggunakan intuisi. Tipe seperti ini senantiasa bersikap inovatif, tidak puas dengan hasil yang sudah didapat. Motifasi belajar bagi orang seperti ini justru datang dari dirinya sendiri. Para pengintuisi, senantiasa mencari alternatif untuk situasi belajar yang tradisional. Mereka adalah risk-taker (pengambil resiko), tertarik dengan situasi yang bervariasi dan fleksibel. Mereka belajar paling baik dengan mencoba-coba (trial and error) dan penemuan sendiri. Intuitors suka membuat kejadian, mereka suka 'mencari masalah'. Mereka membawa konsep kedalam tindakan-tindakan untuk mencapai sasaran. Pertanyaan favorit mereka adalah "Jika……..?". Mereka belajar melalui tes-tes sebelum (pre) dan sesudah (post) kegiatan dan tantangan yang terkendali.[1]
Bergelut dengan Alam
Bagi saya, belajar adalah memahami realita. Tidak hanya dari literatur, belajar bisa dengan mudah apabila mengamati realita. Banyak hal yang bisa kita pelajari. Alam memberikan gambaran jelas bagaimana seharusnya kita mengambil pelajaran dari setiap tindakan.
Sebagai warga desa, ada banyak pelajaran yang bisa kita peroleh dari realita di sekitar kita. Apabila kita tidak menemukan sebuah teori dari buku, maka kita bisa menyerap pelajaran dari pola alam. Intreraksi antara manusia dengan lingkungannya bagi saya adalah pelajaran penting yang memberikan banyak ilham bagi setiap tulisan saya. Terkadang, pengetahuan itu di hadapan kita. Meskipun kita sudah sekolah begitu lama, tetapi jarang kita menemukan makna ilmu pengetahuan apabila belum mencernanya dari realita.
Pola-pola alam itu menjadi inspirasi bagi lahirnya ilmu khusus yang dinamakan Studi Pembangunan Pedesaan. Jarang orang yang tertarik untuk memperdalamnya. Komplesitas permasalahannya mungkin menutup ketertarikan orang untuk fokus mempelajarinya. Tetapi, dengan memahami realita ada cara belajar dengan biaya rendah. Pola-pola alam seakan mengisyaratkan bagaimana seharusnya membangun desa. Sebagai contoh, indsutrialisasi di desa perlu juga memperhatikan pola kelahiran bayi (yang kelak akan menjadi pelaku industri) dan juga pola tanam sumber pangan (yang kelak akan menjadi sumber pangan mereka).
Saya berharap ada banyak teori yang lahir ketika memperhatikan realita di pedesaan. Para pelaku pembangunan desa bisa menentukan arah pembangunan desanya di masa depan.



[1] Pat Roessle Materka. Lokakarya dan Seminar: Perencanan, Pelaksanaan dan Kegunaan. Bumi Aksara. Hal. 41

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar...