Sabtu, 20 September 2014

Tahap Tinggal Landas : Perubahan Visi Pembangunan Ulama

Ulama memiliki peran krusial dalam proses pembangunan negeri ini. Mereka adalah agen pembangunan yang terlahir oleh situasi unik. Dimana, tidak setiap orang memiliki kepribadian istimewa seperti para ulama. Dalam kesehariannya, ulama berperan sebagai pemimpin informal dalam perikehidupan bermasyarakat. Walaupun tidak memiliki legitimasi secara hukum, ulama turut serta menentukan arah pembangunan.
Khusus dalam masyarakat desa, ulama menjadi tokoh sentral atas segala tata kelola kehidupan di pedesaan. Untuk itu, seorang ulama mempunyai visi pembangunan yang menyeluruh. Tidak seperti warga pada umumnya, dalam benak seorang ulama terbersit visi tentang gambaran masa depan. Gambaran itu lahir atas 'proses berpikir' dan 'proses mendekatkan diri pada Yang Maha Kuasa'. Dengan luasnya ilmu, para ulama senantiasa mencari kebijaksanaan juga memilih dari sekian banyak alternatif jalan kehidupan bagi kebaikan warga di pedesaan.
Masa Kolonial : Ulama Berperan Mengusir Penjajah
Dahulu, masa pra kemerdekaan ulama menitikberatkan dakwahnya pada perjuangan melawan penjajah.  Banyak upaya _perlawanan fisik dan non-fisik_ dilakukan dengan segala potensi yang ada dimana harapan untuk mencapai kemerdekaan menjadi isi dari setiap dakwahnya.
Peran itu tidak begitu saja ada. Warga menyerahkan kepemimpinan secara mufakat sehingga semua aktifitas begitu tersentral. Pada masanya, ulama menjadi tokoh yang merancang seperti apa tata kehidupan ketika kemerdekaan sudah tercapai. Banyak ulama yang sangat mendambakan kehidupan Islami berjalan dalam masyarakat luas selayaknya masa Rosululloh dahulu.[1]
Mengisi Kemerdekaan : Ulama Berorientasi Membangun Masyarakat
Setelah Indonesia merdeka, para ulama sepertinya 'mengubah' visinya yakni bagaimana masyarakat ini dibangun. Ada banyak lembaga dakwah, lembaga pendidikan dan berbagai bentuk sarana pembangunan dibangun sebagai pengejawantahan dari visinya tersebut.
Saya melihat, ulama terbagi dalam menentukan visi pembangunan mereka.
Pertama, ada ulama yang _secara sengaja_ menfokuskan diri pada pembangunan sumber daya manusia melalui pendidikan formal dan informal. Para ulama ini berpendapat bahwa pendidikan sangat penting bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di masa depan.
Kedua, ada ulama yang justru menfokuskan diri pada pembangunan sarana dan prasarana pedesaan seperti irigasi, pertanian, industri rakyat dan sebagainya. Ulama ini berpendapat bahwa pembangunan sarana desa sangat penting mengingat itu menjadi kebutuhan masyarakat.
Perbedaan ini terlihat secara jelas, dimana dalam kesehariannya tidak sedikit ulama yang 'enggan beraktifitas fisik' sehingga lebih menekankan diri pada kegiatan berpikir. Membaca dan menulis kitab adalam kesehariannya, selain mengajar para muridnya. Saya menyimpulkan bahwa, terjadi perubahan visi pembangunan ketika tahap tinggal landas pembangunan sedang digalakan di negeri ini. Ada ulama yang mengikuti pendapat para pendahulunya dan ada juga yang mengikuti pendapat para akademisi di Perguruan Tinggi.
Alhasil, perbedaan visi pembangunan ini membuat 'jurang pemisah' diantara dua tipe ulama di atas. Kedua tipe itu membentuk komunitasnya sendiri dan seakan merasa paling benar. Contohnya, ketika menentukan alokasi dana ummat _apakah akan diinvestasikan dalam pendidikan formal atau membangun sarana desa. Tarik ulur kepentingan ini jelas terlihat di desa saya, ulama saling berlomba membangun sekolah sedangkan aktifitas pembangunan fisik begitu lambat. Kalau tidak ada intruksi dari pemerintah pusat, maka pembangunan fisik sepertinya sulit terjadi.
Masa Depan : Ulama sebagai Perencana Pembangunan
Ada pemikiran bahwa, ulama hanya sebagai tempat pelarian dari kepenatan kehidupan duniawi. Itu sepenuhnya salah.
Dengan kelebihan yang dimilikinya, saya berharap ulama bisa sebagai perencana pembangunan. Secara strategis ulama bisa menentukan arah pembangunan yang tidak terpisah antara fisik dan non-fisik. Dengan intuisi yang dimiliki, ulama bisa menjadi penentu masa depan kehidupan. Karena bagaimana pun, masa depan manusia ditentukan oleh manusia sendiri.[2]
Ulama bisa menjadi penasehat pemerintah untuk merancang strategi pembangunan karena ulama sangat paham akan realita masyarakatnya sendiri. Tanpa mengecilkan peran penting para ahli, ulama sepertinya sangat mengetahui kriteria pembangunan seperti apa yang diinginkan warga. Tanpa harus membagikan kuosioner, ulama bisa membaca maksud dan keinginan kelompok yang dipimpinnya karena seringnya interaksi diantaranya.



[1]  Dr. Manfred Ziemek. Pesantren dalam Perubahan Sosial. Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat. Jakarta: 1986.
[2] Drs. Imron AM. Memahami Taqdir Secara Rasional Imani. Bina Ilmu. Surabaya: 1991. Hal. 39-42.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar...