"Diatas kesakralan properti, peradaban
bergantung."
(Andrew Carnegie, 1889)
Hal yang menarik untuk dicermati, bagaimana
para konglomerat menjalankan bisnisnya. Namun, hal yang harus pertama kita ketahui
adalah 'apa yang ada di pikiran para konglomerat ini'. Hanya saja, kita tidak
punya cara untuk mengetahui isi pikiran mereka. Mengetahui pola pembangunan
kehidupannya adalah hal yang paling mungkin dilakukan.
Para konglomerat ini mempunyai peranan kunci
dalam proses pembangunan masyarakat. Untuk kepentingan ilmu pengetahuan,
sebaiknya kita tidak perlu menilai para konglomerat sebagai 'pribadi yang
serakah'. Pemikiran picik itu datang karena kita tidak bisa menerima 'jasa'
mereka sebagai lokomotif pembangunan. Sosok-sosok kreatif seperti mereka masih
diperlukan di era modern seperti sekarang ini. Terlepas dari kontroversi yang
mungkin timbul, alangkah baiknya jika kita bisa mengambil pelajaran penting
dari apa yang telah mereka lakukan.
Carnegie dan Era Baja
Salah satu orang yang akan saya bicarakan disini adalah Andrew Carnegie.
Pria kelahiran Skotlandia ini adalah seorang yang kaya dengan membangun
korporasi pabrik besi dan baja terbesar di seluruh Amerika. Carnegie datang
dari Skotlandia saat ia masih bocah berumur 12 tahun. Ia memulai kariernya
dengan bekerja sebagai seorang pesuruh di pabrik kapas, yang kemudian berlanjut
dengan menjadi karyawan di sebuah kantor telegraf dan di perusahaan
Pennsylvania Railroad. Pada tahun 1865, ketika umurnya belum mencapai 30 tahun,
ia sudah melakukan investasi yang sangat pintar dan berpandangan jauh ke depan.
Ia berkonsentrasi pada besi. Dalam beberapa tahun saja ia telah menguasai atau
memiliki saham di perusahaan yang membangun jembatan besi, rel kereta api dan
lokomotif. Sepuluh tahun kemudian, pabrik baja yang ia bangun di Sungai
Monongahela di Pennsylvania menjadi yang terbesar di Amerika.
Kekuasaan Carnegie tidak terbatas pada
pabrik-pabrik baja saja. Ia juga menguasai bisnis batu bara dan arang, biji
besi dari Danau Superior, satu armada kapal uap di Danau Besar, kota pelabuhan
di Danau Erie, serta jalur rel kereta api yang saling berhubungan. Perusahaan
Carnegie, bersama belasan perusahaan sekutunya, bisa meminta perjanjian yang
menguntungkan dari perusahaan kereta api dan pelayaran. Pertumbuhan industri
yang tak tertandingi seperti ini tak pernah terjadi sebelumnya di Amerika.[1]
Liem Sioe Liong
Lahirnya Undang-undang Penanaman Modal Asing
(PMA) No. 1 Tahun 1967 serta Undang-undang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
Tahun 1968, telah memberikan angin segar yang berhasil merangsang para pemilik
modal untuk mengembangkan dunia usaha di Indonesia. Kesempatan emas ini
ternyata tidak disia-siakan oleh para pengusaha (dalam dan luar negeri)
termasuk diantaranya Liem Sioe Liong alis Sudono Salim, yang pada tahun
1945-1949 hanya dikenal sebagai pemasok utama kebutuhan Divisi Diponegoro di
Jawa Tengah.
Namun, dalam waktu singkat semenjak
Pemerintahan Orde Baru, pengusaha kelahiran Fujien, RRC ini berhasil membangun
imperium bisnis di Indonesia dan luar negeri. Melalui Salim Economic
Development Coorporation (SEDC) di Jakarta dan First Pacific Company di Hong
Kong, Liem Sioe Liong telah mengembangkan usahanya sedemikian rupa.[2]
Ada Peran Wirausahawan dalam Pembangunan
Kata wiraswasta atau 'pengusaha' diambil dari
bahasa Perancis 'entreupreuneur' yang padamulanya berarti pemimpin musik atau
pertunjukan lainnya. Dalam ilmu ekonomi, seorang pengusaha berarti seorang
pemimpin ekonomi yang mempunyai kemampuan untuk mendapatkan peluang secara
berhasil memperkenalkan mata dangan baru, teknik baru, sumber pemasukan baru, juga
merangkum pabrik, peralatan, manajemen dan tenaga buruh yang diperlukan serta
mengorganisasikannya kedalam suatu teknik pengoperasian.
Apapun bentuk tatanan ekonomi dan politik suatu
negara, kewirasawastaan merupakan faktor penting bagi pembangunan ekonomi. Di
negara sosialis, negara bertindak sebagai pengusaha. Begitu juga halnya di
negara terbelakang dimana pengusaha swasta kurang berani mengambil resiko usaha
baru. Sedangkan pada masyarakat kapitalis maju, pengusaha swasta memainkan
peranan penting dalam pembangunan ekonomi.[3]
Peranan pengusaha dibagi menjadi: kapitalis,
manajer dan pengusaha. Jadi pengusaha menyediakan dana dan sumber lainnya,
mengawasi dan mengkoordinasikan sumber produktif, serta merencanakan,
mengadakan pembaharuan dan mengambil keputusan pokok. Pada perusahaan kecil,
fungsi tersebut dapat dilaksanakan oleh pengusaha sendiri. Dia memiliki
kekayaan yang menjadi satu dengan perusahaannya yang terbuka terhadap resiko
bisnis. Dia berperan serta sepenuhnya secara terus-menerus dalam proses
produktif yang sebenarnya.
Ciri utama pengusaha industri kecil tidak
terletak pada kesukaannya berpetualang, maupun motifasinya untuk menghasilkan
laba, tetapi kemampuannya memimpin orang lain dalam usaha bersama dan
kecenderungannya mengadakan penemuan baru. Pada tahap awal industrialisasi,
melimpahnya penemuan baru tersebut adalah karena sifat dasar teknologi yang
memerlukan peran serta langsung dan segera dari pengusaha.[4]
Mengutamakan Ilmu Pengetahuan
Bagi para konglomerat, ilmu pengetahuan menjadi
hal utama. Dengannya, hal-hal yang diharapkan bisa dijabarkan dalam bentuk
rencana. Ilmu pengetahuan bisa membawa manusia kepada majunya peradaban. Ada
banyak bukti bagaimana ilmu pengetahuan menjadi jalan bagi perubahan kehidupan
masyarakat.
Tentu saja, dengan iImu pengetahuan kerajaan
bisnis mereka bisa dibangun. Perusahaan yang didirikan memerlukan strategi
bisnis yang terarah. Inovasi dan kreatifitas menjadi 'ruh' perjalanan usaha
para konglomerat. Semangat itu ternyata tidak begitu saja lahir. Ada semacam
proses panjang sehingga 'terbentuk' budaya dari masing-masing individu dan
kelompok yang melahirkan produktifitas.
Menurut Porter dalam I Wibowo, [5]producktivity culture (budaya produktif) sebagai akibat dari semangat
persaingan antar bangsa yang hanya terjadi setelah munculnya gejala
globalisasi. Globalisasi tidak hanya membuat manusia dan barang berputar ke
seluruh dunia, tetapi juga menimbulkan persaingan keras antar bangsa.
Bangsa-bangsa bersaing satu sama lain untuk mencari keunggulan. Demi
memenangkan persaingan, sebuah bangsa harus memiliki productivity culture.
Budaya produktif itu menghasilkan serangkaian
nilai: innovation as good, competion is good, accountability is good, high
regulatory standards are good, investment in capabilities and technology is a
necessity, employess are assets, connectivity and networks are essential,
education and skills are essential to support more productive work, dsb..
Ketika kultur atau nilai-nilai semacam ini muncul (dimunculkan), maka sebuah
bangsa akan sanggup bersaing di arena bebas dunia.
Semangat bersaing itu merangsang para pengusaha
untuk terus menggali segala kemungkinan bagi perubahan. Cara-cara yang bisa
digunakan dipelajari dengan seksama sebelum akhirnya digunakan dalam kegiatan
usahanya. Semangat bersaing pula yang merangsang mereka menjadi pribadi yang
ingin terus belajar dan tidak pernah puas dengan pengetahuan yang dimiliki.
Liem Sioe Liong mendirikan Yayasan Prasetya
Mulya yang bergerak di bidang pendidikan. Andrew Carnegie mendirikan
perpustakaan dan membiayai penelitian tentang pembangunan sumberdaya manusia.
Diantara hasil penilitiannya yang terkenal adalah kerjasamanya dengan Napoleon
Hill mengenai bagaimana jalan menuju sukses beratus orang yang berpengaruh di
Amerika.
Berdasarkan hal di atas, kiranya dapat diambil
pelajaran bagaimana ilmu pengetahuan memiliki arti penting bagi kemajuan suatu
bangsa. Keinginan untuk terus 'mencari tahu' menjadi ciri manusia-manusia
'berkualitas tinggi'. Hal yang lumrah jika para konglomerat bisa 'menguasai
dunia' karena apa yang sedang terjadi di dunia dipahaminya dengan baik. Dengan
begitu, mereka pun memberi respon positif atas setiap kejadian.
Strategi Pembangunan : Ilmu yang Bisa Dipelajari
Dari kedua tokoh di atas, kita bisa
menyimpulkan bagaimana mereka menerapkan strategi pembangunan bisnisnya.
Padamulanya, para konglomerat senantiasa memiliki rencana jangka panjang yang
dimanifestasikan dalam strategi bisnis di kemudian hari. Tidak banyak orang
yang memiliki sebuah rencana jangka panjang. Tidak banyak pula orang yang bisa
'menerawang' hingga jauh ke masa depan. Untuk itu, strategi yang telah
diterapkan bisa dipelajari dengan seksama dan kemudian ditiru serta dimodifikasi.
Warga dunia memperhatikan bahwa para konglomerat turut serta merencanakan
'bagaimana dunia berjalan sesuai dengan rencana'.
Para konglomerat juga senantiasa
menginvestasikan dananya dalam berbagai bentuk properti seperti rumah, pabrik,
kendaraan dan sebagainya. Bagaimanapun, properti menjadi ciri yang dapat
terlihat dari majunya peradaban suatu bangsa. Entah kapan, generasi masa depan
akan menikmati hasil dari apa yang telah
dibangun orang generasi saat ini. Generasi saat ini juga menikmati hasil investasi
para pendahulunya.
Investasi-investasi yang dilakukan tentu saja
secara langsung membuka lapangan kerja di berbagai bidang. Apabila kita ingin
membuka lapangan kerja bagi generasi setelah kita maka berinvestasi menjadi
cara yang lumrah. Budaya berinvestasi sudah selayaknya digalakan sehingga
menjadi kebiasaan di tengah masyarakat kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar...