Sabtu, 07 Maret 2015

Memunculkan Wewenang Kharismatis Usahawan di Tengah Masyarakat

Kharisma Pemimpin di Tengah Masyarakat Desa
Kultur masyarakat desa yang masih mengedepankan kharisma seorang pemimpin sekiranya perlu dipertahankan. Hal ini berlaku untuk mendorong motifasi warga untuk membangun. Di tengah persaingan global seperti sekarang ini, warga desa perlu dibimbing menuju ke arah kemajuan. Apalagi, otonomi daerah menghendaki orang 'daerah' untuk membangun daerahnya sendiri. Untuk itu, seorang pemimpin yang kharismatik diharapkan bisa membawa pedesaan ke arah kemajuan yang dimaksud.
Ada suatu realita yang saya amati, bahwa terjadi pemudaran 'konsep kepemimpinan kharismatik' di desa-desa. Warga desa seakan kurang bisa menerima lagi seorang tokoh 'mempengaruhi' segala aktifitas kemasyarakatan. Warga desa lebih independen dalam menyuarakan kepentingan mereka.
Formalisasi kepemimpinan kiranya membuat warga lebih mengedepankan pemimpin formal dibandingkan pemimpin informal. Apalagi, dalam sistem pendidikan di Indonesia sangat mengedepankan legalitas dibandingkan aktifitas yang seharusnya dilakukan oleh seorang pemimpin. Arus informasi yang begitu deras, menyajikan banyak contoh kepemimpinan formal di berbagai belahan dunia sehingga secara tidak sadar warga desa lebih bisa mengakui formalitas seorang pemimpin. Mobilisasi warga ke perkotaan juga turut mempengaruhi cara pandang mereka terhadap konsep kepemimpinan yang selama ini ada.
Kepemimpinan di desa tidak hanya berada di pundak seorang Kepala Desa tetapi juga berada pada tokoh-tokoh masyarakat. Peran para tokoh masyarakat ini penting dalam rangka cipta kondisi pedesaan itu sendiri. Tokoh masyarakat _dimana jumlahnya lebih dari satu_ menjadi 'peramu' kebijakan Pemerintah Desa yang diformalkan. Bagaimanapun, mereka perlu 'diajak bicara' dalam menentukan arah pembangunan pedesaan.
Warga desa secara umum, diharapkan bisa menerima realita bahwa ada kepemimpinan kolektif para tokoh masyarakat di tempat tinggalnya. Demi kepraktisan, para tokoh ini semestinya diberi peran lebih dominan dalam menentukan sebuah keputusan.  Hal yang perlu dimaklumi, jika tidak bisa setiap orang terakomodir kepentingannya.
Walaupun secara formal para tokoh ini bukan pemimpin, tetapi sebenarnya merekalah yang memilki rencana besar pembangunan pedesaan. Kepentingan sosial ekonomi para tokoh ini mesti terpenuhi. Saya berpikir bahwa warga desa masih bisa menerima konsep Kepemimpinan Kolektif seperti ini apabila kesejahteraan yang diharapkan dapat terpenuhi. Tujuan dari bermasyarakat sebenarnya adalah untuk kesejahteraan, maka ke arah sanalah para tokoh ini mengarahkan masyarakatnya.
Intitusi Bisnis Berperan Penting
Masyarakat desa belum terbiasa dengan adanya institusi bisnis berada di tengah kehidupannya. Dibanding masyarakat  kota, warga desa perlu banyak penyesuaian.
Memunculkan wewenang kharismatis ini bisa datang dari institusi formal atau pun sebaliknya.[1] Usahawan yang datang dari organisasi formal, sebaiknya bisa mempunyai wewenang juga dalam situasi informal. Wewenang yang diformalkan, biasa terjadi pada partai politik. Sedangkan organisasi bisnis _sebagai organisasi formal_ perlu masuk ke dalam kehidupan masyarakat sehingga bisa membawa perbaikan kehidupan. Jika peran Pemerintah Desa belum bisa maksimal, maka saat itulah para bisnisman 'menambal' peran mereka.
Dalam memunculkan pemimpin dari institusi bisnis, warga desa sebaiknya dilibatkan secara aktif. Jika memilih kepala desa dilakukan melalui pemilihan formal, maka pemimpin bisnis dipilih dengan menyertakan saham warga.
Institusi bisnis perlu memperlihatkan itikad baik untuk memperbaiki kondisi kehidupan bermasyarakat. Apabila sebaliknya, jangan berharap akan muncul wewenang kharismatik seorang usahawan di sana. Secara alamiah, warga akan bisa memahami kenapa seorang pemimpin bisnis juga bisa menjadi seorang pemimpin informal di tengah masyarakat.
Dalam prakteknya, ada suatu forum yang bisa menjembatani antara kepentingan bisnis dengan kepentingan masyarakat umum. Forum itu berisi semua pemegang kepentingan. Wewenang pebisnis perlu muncul _demi kepentingan bersama_ dimana dia berperan sebagai 'penentu keputusan'. Kita harus bisa memberikan pebisnis ruang karena dipundaknya terletak juga 'nasib' banyak orang seperti karyawan dan keluarganya.
Warga desa perlu pembiasaan diri ketika 'kepentingan bisnis' _mau tidak mau_ masuk ke dalam realita kehidupan keseharian. Warga desa semestinya sudah bisa menerima realita bahwa pembangunan tidak hanya wewenang pemerintah tetapi juga wewenang pebisnis.
Pemimpin Kharismatis yang Diinginkan
Di era modern ini, tidak ada kriteria pasti mengenai pemimpin yang diharapkan oleh masyarakat. Sosok yang bisa mengayomi warga, belum tentu bisa menjadi pemimpin karena tidak bisa memenuhi kebutuhan masyarakat. Seseorang yang 'kuat' secara ekonomi pun belum tentu bisa menjadi pemimpin apabila tidak memiliki rasa peduli pada kemajuan masyarakat.
Kiranya, setiap tipe masyarakat membutuhkan tipe pemimpin yang berbeda pula. Ada tipe masyarakat yang memimpikan pemimpin ideal dimana semua keinginannya bisa terpenuhi. Tetapi tidak dipungkiri juga, ada masyarakat yang masih bisa menerima kekurangan seorang pemimpin asalkan dia bisa memberikan  kedamaian di tengah masyarakat. Untuk itu, sebaiknya lahir pemimpin yang bisa menerima kedua tipe masyarakat di atas.
Kalangan bisnis bisa melahirkan pemimpin yang dibutuhkan karena sektor bisnis memahami realita masyarakat. Para pebisnis bersinggungan langsung dengan berbagai karakter masyarakat. Pebisnis biasanya sudah terlatih  secara alami untuk menjadi pemimpin di tengah masyarakat.



[1] Max Weber dalam Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, hal. 175-176.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar...