Rabu, 01 April 2015

Penduduk Bertambah, Industri Pun Bertumbuh

Kekhawatiran akan bertambahnya penduduk tidak bisa diimbangi dengan bertambahnya lapangan kerja, ternyata tidak berlaku bagi Ibnu Kholdun. Beliau menerangkan bahwa suatu pemerintahan yang baik, dengan memajukan industri, bisa menambah jumlah penduduknya dan memperbesar kekayaannya.[1]
Suatu keniscayaan, bahwa penduduk bumi akan terus bertambah dari waktu ke waktu meskipun dengan laju pertumbuhan yang melambat. Begitu pun penduduk desa, jumlahnya akan terus bertambah seiring dengan berkembangnya peradaban manusia. Mungkin luput dari perhatian, pertambahan ini akan menimbulkan permasalahan apabila tidak dikelola dengan baik. Warga desa akan mengalami imbas negatif dari bertambahnya jumlah penduduk ini seperti minimnya lapangan kerja, penyempitan lahan untuk pemukiman, ketiadaan sarana kesehatan dan sebagainya.
Untuk itu, warga desa perlu memikirkan situasi ini jauh-jauh hari. Warga desa perlu perencanaan yang baik dalam mengelola sumberdaya manusianya. Hal krusial yang paling sensitif dan mendesak adalah bagaimana warga desa sendiri menyediakan lapangan pekerjaan bagi generasi penerusnya. Ini perlu dilakukan, supaya anak muda tidak  urbanisasi ke kota besar dimana disana pun daya tampungnya sudah tidak mencukupi. Apabila lapangan pekerjaan sudah tersedia, maka infrastruktur lain bisa mengikuti karena dengannya penduduk bisa mengeluarkan biaya untuk memenuhinya.
Industrialisasi pedesaan sudah menjadi keniscayaan. Warga desa tidak bisa berdiam diri 'menonton' kemajuan kota tetapi juga harus bisa menjadi 'pemain' dari kemajuan itu. Investasi mendesak untuk dilakukan demi terciptanya lapangan kerja baru. Menambah jumlah industri adalah salah satu strategi pengelolaan penduduk terbaik karena bisa menjadi sarana pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Sarana kesehatan dan pendidikan akan mengikuti apabila sumber pendapatan penduduk tersedia.
Ketika jumlah penduduk bertambah, kita semua tidak sekedar merasa khawatir akan efek negatifnya tetapi juga bisa melihat ini sebagai investasi masa depan. Saat ini, para ahli manajemen sudah mulai menyadari akan arti pentingnya pengembangan potensi sumberdaya manusia. Apabila kita melihat bertambahnya manusia adalah bertambahnya aset masyarakat maka akan ada upaya maksimal untuk 'mengelolanya'.
Persepsi ini akan membawa para pemegang kepentingan akan memikirkan bagaimana menjadikan setiap manusia yang ada sebagai sarana untuk menjawab tantangan global. Saat ini, produktifitas industri yang berorientasi ekspor sangat dibutuhkan. Hal ini untuk bisa mengimbangi neraca perdagangan internasional yang sedang dijalankan oleh Indonesia. Seperti di Cina, warganya sangat tertantang untuk memproduksi apa saja yang bisa dijual di luar negeri. Bagi orang China, perdagangan bebas merupakan tantangan yang menggairahkan untuk diambil manfaatnya. Bukan sebaliknya, perdagangan bebas dianggap sebagai 'serangan mematikan' potensi.[2]
Industri sebagai Pengendali Penyebaran Penduduk
Pengendalian jumlah penduduk sebaiknya tidak menjadi alasan Pemerintah untuk tidak menumbuhkan industri di seantero negeri. Malahan pertumbuhan industri di daerah sebagai 'sarana utama' untuk mengendalikan jumlah penduduk di daerah. Industri menjadi wahana bagi penduduk untuk bisa mengontrol diri akan mobilitas mereka sehingga pola penyebarannya lebih tertata.
Namun, pertumbuhan industri di daerah tidak hanya tugas Pemerintah tetapi juga harus ada andil warga daerahnya sendiri. Warga daerah harus menyadari sejak hari ini bahwa pengendalian jumlah penduduk oleh pemerintah bermaksud untuk memberikan kesempatan merata kepada seluruh warga negara. Kesempatan yang merata akan merangsang kreatifitas warga untuk turut serta membangun daerahnya sendiri. Dengan demikian, segala potensi dan sumberdaya akan tercurahkan bagi kegiatan sosial-ekonomi daerah.
Poin penting dari pernyataan Ibnu Kholdun di atas adalah bagaimana pemerintah dan warganya mampu menumbuhkan industri seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Dalam hal ini, perlu ada upaya sistematis dan terencana dari semua pihak untuk bisa mengimbangi keduanya.
Pertama, kesadaran ini harus disebarkan kepada seluruh lapisan masyarakat. Warga harus paham bahwa lapangan kerja tidak tersedia begitu saja tetapi harus dibuat dan disediakan. Di tengah masyarakat, sudah menjadi mafhum bahwa seorang anak akan mencari kerja sendiri ketika dia dewasa kelak. Para orang tua seakan tidak mempunyai 'kewajiban' untuk menyediakan lapangan kerja bagi keluarganya.
Kita juga harus memahami bahwa tidak semua orang berminat menjadi wirausahawan. Untuk itu, perlu upaya memberikan kesempatan berkarya bagi para 'calon pekerja'. Industri diyakini mampu menyediakan sarana untuk berkarya bagi mereka yang berpotensi untuk itu.
Kedua, menumbuhkan tradisi industri. Tradisi untuk mengolah belum tumbuh di tengah masyarakat kita. Jika kita melihat masyarakat Jepang, disana industri sudah menjadi tradisi yang tumbuh sejak lama. Kegiatan mengolah bahan menjadi barang siap pakai seakan menjadi kegiatan yang menyenangkan bagi masyarakat Jepang. Tidaklah aneh, jika orang Jepang berlomba untuk membuat produk terbaik di dunia.
Ketiga, menumbuhkan tradisi berinvestasi.
Permasalahan Buruh
Permasalahan buruh sering mengemuka belakangan ini. Situasi ekonomi membuat buruh menuntut upah lebih tinggi dari sebelumnya. Untuk itu, sebelum semua itu mengemuka maka sebaiknya ada antisipasi sehingga permasalahan buruh tidak menjadi besar.
Industri seharusnya menjadi solusi bagi problem yang timbul dari bertambahnya jumlah penduduk. Industri semestinya menjadi lokomotif bagi penyelesaian atas ekses negatif 'meledaknya' jumlah penduduk. Apabila direncanakan dengan baik, industri akan membawa pada keterlibatan banyak orang untuk membangun daerahnya sendiri.
Adanya industri bukan menjadi biang dari masalah perburuhan yang sering dikemukakan banyak orang. Industri merupakan sarana penghimpun sumberdaya yang dimiliki oleh suatu daerah. Industri dipercaya bisa memicu meningkatnya kualitas sumberdaya manusia. Apabila prinsip ini diterapkan, maka pengusaha akan lebih mengedepankan pembinaan karyawannya dibandingkan dengan 'menukarnya' dengan tenaga robot. Sebelum permasalahan muncul, harus ada persamaan persepsi bahwa industri didirikan bukan sebagai tempat untuk mengeksploitasi tenaga manusia.
Permasalahan buruh bisa juga timbul karena ketidakpuasan buruh akan posisi mereka di dalam industri itu sendiri. Industrialis semestinya memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya pada buruh. Perusahaan semestinya 'memelihara' assetnya ini dengan menerapkan pola pembinaan dan pola pelatihan secara berkala. Pihak manajemen harus punya mimpi untuk membesarkan usahanya hingga level tertinggi. Manajemen harus menganggarkan dana untuk berinvestasi pada aspek sumberdaya manusia. Industrialis harus sadar bahwa di masa depan keberlangsungan industri yang digelutinya berada di tangan para penerusnya.
Konsep di atas memang terdengar idealis, tetapi sebagaimana dikemukakan Ibnu Kholdun bahwa industri adalah sumber 'kekayaan' bagai seluruh lapisan masyarakat. Industri bukan hanya sebagai sumber kekayaan para pengusaha atau pemilik modal. Prinsip kerjasama untuk kemajuan bersama, akan membawa pada perubahan tatanan masyarakat ke arah yang lebih baik.



[1] Charless Issawi MA, Pilihan Dari Muqoddimah:  Filsafat Islam Tentang Sejarah, Ibnu Kholdun, Tintamas, 1976, Hal. 130.
[2] I Wibowo, Belajar Dari Cina: Bagaimana Cina Merebut Peluang Dalam Era Globalisasi, Kompas, Jakarta: 2007, Hal. 62.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar...