Kamis, 16 April 2015

Menakar Semangat Belajar Remaja di Pedesaan

Pada tulisan ini, saya ingin mencoba untuk mengira-ngira seperti apa semangat belajar para remaja siswa SMP dan SMA di pedesaan. Apakah semangat belajar mereka ada hubungannya dengan cita-cita yang tertanam dalam dirinya. Lalu, bagaimana lingkungan pedesaan turut mempengaruhi semangat belajar mereka.
Sesuai judul di atas, agaknya sulit untuk menakar semangat belajar remaja di pedesaan. Perlu ada penelitian lebih lanjut untuk mengetahui seberapa besar semangat mereka untuk belajar. Hanya saja, secara kasat mata kita bisa tahu bahwa remaja mengalami penurunan semangat belajar mereka. Sepertinya, orientasi sekolah sudah bukan lagi tempat untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya tetapi sebagai tempat untuk 'mengisi waktu' semata.
Secara kasat mata, remaja kita menganggap belajar adalah aktifitas yang melelahkan dan tidak menarik. Meskipun tidak semuanya begitu, masih banyak remaja kita yang tidak suka sekolah. Pertanyaannya, apakah mereka benar-benar tidak ingin belajar atau mereka tidak ingin belajar di sekolah?
Menyemangati Belajar
Sebagaimana kita tahu, semangat belajar setiap siswa berbeda-beda. Untuk itu, sebaiknya kita tahu kenapa hal itu terjadi. Dalam hal ini, motifasi belajar para siswa perlu ditingkatkan dengan cara memberikan gambaran masa depan kepada mereka. Bagi remaja, masa depan masih menjadi teka-teki dimana belum bisa menentukan keputusan secara mantap jalan hidup mana yang akan ditempuh.
Sebagai orang dewasa, sebaiknya kita memberikan gambaran mengenai masa depan sejak dini. Jangan sampai para remaja kehilangan pegangan. Dalam proses belajar, remaja-remaja di pedesaan harus mempunyai gambaran jelas mengenai situasi desanya di kemudian hari.
Filosofi hidup orang desa yang beranggapan bahwa masa depan itu terjadi begitu saja _tanpa sebuah perencanaan_ sepertinya sudah tidak relevan lagi dengan kehidupan modern saat ini. Kita tahu, apa yang terjadi di negeri ini _baik dan buruknya_ itu semua atas perencanaan sejak jauh-jauh hari. Hanya saja, kita tahu kapan dan dimana rencana itu dibuat. Yang kita tahu, akibat dari dilaksanakannya rencana itu sudah menghampiri kehidupan pribadi kita.
Remaja kita harus sudah bisa membuat rencana-rencana masa depan, terlepas apakah itu akan berhasil atau tidak. Pada waktu belajar, mereka sudah dihadapkan pada realita kehidupan yang dinamis dan penuh resiko. Bagi manusia, belajar adalah bentuk usaha untuk beradaptasi atas lingkungan di sekitarnya. Belajar, juga sebagai usaha untuk membawa lingkungan supaya lebih baik lagi.
Apabila remaja kita menganggap sekolah sebagai batu loncatan untuk mendapatkan pekerjaan yang mapan, itu sah saja. Lalu, bagaimana orang dewasa di sekitarnya bisa menawarkan pilihan pekerjaan lain selain yang mereka idamkan. Misalnya, seseorang berkeinginan menjadi dokter tetapi ternyata dia mengalami kekurangan secara akademis maka orang di sekitarnya bisa menawarkan pekerjaan yang cocok dengannya. Ini semua kembali kepada salah satu esensi pembangunan nasional yakni membuka lapangan pekerjaan sebesar-besarnya.
Bagi remaja di desa _berdasarkan pengalaman dan pengamatan pribadi_ , pilihan-pilihan itu begitu sedikit. Wajar, jika mereka belum bisa menentukan profesi apa yang akan dijalani nanti. Juga, orang dewasa belum bisa menjelaskan dengan gamblang pilihan-pilihan bagi mereka. Seakan, orang tua di pedesaan 'membiarkan' si anak menentukan keinginannya sendiri tanpa bimbingan. Terlebih, para orang tua belum bisa membaca minat dan bakat yang ada pada diri anaknya. Masih jauh, apabila sampai membimbingnya supaya minat dan bakatnya itu tersalurkan.
Semangat dan Cita-cita
Permasalahan timbul, ketika pelajaran di sekolah tidak bisa menunjang cita-cita mereka. Pelajar tidak termotifasi untuk belajar ketika tidak bisa menemukan hubungan belajar  dengan tercapainya cita-cita mereka. Pelajar harus diyakinkan bahwa pelajaran yang mereka terima bisa diterapkan di kemudian hari dan bisa menunjang cita-cita mereka.
Hamzah B. Uno (2013: 4) menyebutkan bahwa motivasi intrinsik adalah motivasi yang telah ada dalam diri individu misalnya keinginan berhasil, dorongan dan kebutuhan belajar, serta harapan akan cita-cita.[1] Motifasi ini tidak timbul begitu saja karena perlu adanya proses pencarian jati diri dari setiap individu siswa. Sebagai anggota masyarakat, kita hanya bisa mengarahkan mereka pada cita-cita yang mereka idamkan.
Pada setiap siswa, cita-cita itu memang berbeda. Bagi warga desa, memang tidak bisa mengakomodir semua keinginan dari setiap anak. Hanya saja, _seperti yang digambarkan di atas_ kita bisa memberikan mereka berbagai pengetahuan aplikatif mengenai begitu banyak profesi di dunia ini. Bagi remaja, mereka akan menemukan cita-cita mereka sendiri baik itu cepat atau lambat.
Semangat dan Persepsi
Belajar merupakan cara untuk mengubah pola pikir kita. Persepsi manusia tentang dunia akan terus berubah seiring dengan bertambahnya pengetahuan mereka. Begitu pun remaja, persepsinya tentang dunia masih begitu sempit. Untuk itu, perlu upaya membawa mereka pada realita  dunia yang sebenarnya.
Remaja sebaiknya belajar bagaimana suatu peradaban dibangun di masa lalu, juga bagaimana peradaban dibangun di masa depan. Sejak remaja, generasi saat ini  harus sudah diajarkan pola-pola pembangunan suatu masyarakat di dunia. Mereka harus menyadari bahwa semua ini tidak terjadi begitu saja tetapi ada suatu proses panjang sehingga ketika mereka lahir sudah ada banyak kemajuan. Masa kini, remaja sudah menikmati hasil dari pembangunan sehingga tidak merasakan 'pahir-ketir'-nya kehidupan di masa lampau. Bukan harus mengajak mareka untuk merasakan kepahitan itu, tetapi ajaklah pada situasi masa depan yang akan mereka isi di kemudian hari. [2]
Persepsi remaja tentang desanya sangat penting untuk ditekankan. Saya berharap, formalitas belajar tidak menumpulkan kepedulian mereka terhadap realita lingkungan hidup yang sebenarnya. Apa yang sedang terjadi harus mereka pahami bukan dilihat sebagai kejadian yang berlalu begitu saja. Pendekatan kontekstual seperti ini diharapkan akan merangsang para remaja untuk mempelajari kehidupannya sendiri.
Pola belajar yang sudah dibangun tidak cukup dengan memberikan mereka fakta-fakta tertulis tetapi juga menghadapkannya pada fakta tidak tertulis. Pikiran manusia bisa memahami apa yang sedang dan akan terjadi pada dirinya. Dalam pada itu, pembelajaran akan dirasa manfaatnya segera karena ilmu pengetahuan bisa menjadi solusi atas permasalahan yang kerap terjadi. [3]
Motifasi dari Dalam Diri
Motivasi ekstrinsik adalah keinginan belajar yang dipengaruhi oleh rangsangan dari luar individu. Tujuan siswa melakukan kegiatan belajar adalah untuk mencapai tujuan yang terletak di luar aktivitas belajar. Dimyati dan Mudjiono (2009: 90-91) juga menjelaskan bahwa motivasi ekstrinsik adalah dorongan terhadap perilaku seseorang yang bersumber dari luar diri individu. Contohnya siswa belajar karena ikut-ikutan temannya. Hamzah B. Uno (2013: 4) menyebutkan motivasi ekstrinsik sebagai motivasi yang timbul karena rangsangan dari luar individu seperti adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik.[4]
Memotifasi remaja bisa dilakukan dengan menyediakan lingkungan belajar yang aman, nyaman dan menarik perhatian mereka. Warga dan pemerintah desa tidak hanya berkewajiban menyediakan ruang kelas bagi belajar siswa tetapi sudah saatnya untuk membuat 'laboratorium hidup' bagi siswa. Desa menjadi tempat belajar paling efektif bagi siswa dimana mendorong mereka untuk menemukan formulasi belajar menurut cara mereka sendiri.
Para guru sepertinya belum percaya bahwa para siswa yang 'malas' sebenarnya membutuhkan situasi yang dianggap 'kongkrit'. Mereka kesulitan untuk menemukan hubungan antara belajar teori di kelas dengan aplikasi dalam kehidupan keseharian mereka. Secara teori, pikiran secara alami akan mencari makna dari hubungan individu dengan lingkungan sekitarnya. [5] Untuk itu, perlu adanya konsep belajar yang menginternalisasikan teori-teori yang sudah ada. Konsep-konsep ditemukan oleh siswa melalui observasi mereka di lapangan.
Saya pribadi mendorong diberlakukannya Kurikulum 2013 yang mendekatkan siswa pada lingkungannya. 'Laboratorium hidup' ini bisa menjadi inpirasi siswa untuk menentukan cita-cita mereka di kemudian hari. Lingkungan sekitar merupakan kondisi riil bagi siswa untuk menemukan konsep-konsep kehidupan yang akan menjadi pegangannya di kemudian hari.




[1]  Gordella Nugraheni , Penerapan Metode Discovery Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Prestasi Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial Siswa Kelas IV SD Negeri Krebet Kecamatan Panjatan Kabupaten Kulon Progo,  Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, 2014, hal. 33.
[3] Gordella Nugraheni, hal. 35.
[4] Ibid. hal. 33.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar...