Rabu, 24 Februari 2016

Humaniora dan Pembangunan Sumberdaya Manusia

Humaniora  atau humanities adalah bidang-bidang studi yang berusaha menafsirkan makna kehidupan  manusia di dunia dan berusaha menambah martabat kepada penghidupan dan eksistensi manusia.  Bidang-bidang yang termasuk humaniora meliputi agama, filsafat, sejarah, bahasa dan sastra, pelbagai macam seni, dsb.. Manfaat pendidikan humaniora adalah memberikan pengertian yan lebih mendalam mengenai segi manusiawi daripada manusia, sebagai kebalikan dari aspek-aspek lainnya.

Persepsi umum terhadap humaniora di masa lampau sangat negatif. Tetapi akhir-akhir ini mulai ramai dibicarakan kedudukan serta peranannya, terutama sebagai manifetasi timbulnya kesadaran  kaum cendekiawan maupun negarawan bahwa pembangunan nasional pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia itu sendiri. Meskipun dalam proses industrialisasi itu teknokrasi tetap berperan pokok, sering tidak diindahkan bahwa agar proses itu dapat berjalan lancar, perlu diciptakan kondisi sosial budaya yang mutlak diperlukan. Dengan perkataan lain, perlu dibentuk suatu kebudayaan teknologi yang mencakup keseluruhan pola hidup beserta etosnya sesuai dengan sistem industrial.
Lagi pula, sebagai dampak dari proses pembangunan sendiri, masyarakat mengalami peningkatan dinamikanya dengan segala gejala yang menyertainya, seperti mobilitas penduduk bersama dengan komunikasi modern, membanjirnya komoditi sebagai hasil teknologi mutakhir, meningkatnya pelayanan, dan lain sebagainya. Kesemuanya itu mau tak mau menimbulkan perubahan lingkungan hidup-sosial budaya serta pola dan nilai-nilai hidup yang mendasarinya. Orde sosial tradisional dengan gaya hidup dan tata susilanya mengalami keguncangan. Kehidupan individu sering kehilangan orientasi, bahkan terasa adanya krisis identitas di mana-mana.  Agar keamanan sosial dapat dipulihkan, dilakukanlah usaha mencari identitas baru.

Dimensi Manusia Faktor Kunci
Baik pengembangan kebudayaan teknologi, maupun pemupukan identitas nasional menuntut agar dimensi menusiawi senantiasa diperhitungkan sebagai faktor kunci dalam proses pembangunan nasional. Semakin meningkat jenjang pembangunan, semakin terasa mendesak pula perlunya menstrukturkan kepribadian manusia Indonesia, tidak semata-mata dalam kapasitasnya sebagai sumber daya manusiawi, tetapi lebih-lebih untuk memantapkan pembentukan identitas manusia Indonesia. Dengan mengingat tujuan pembangunan seperti itu, maka sangatlah wajar apabila ada tahap pembangunan dewasa ini di kalangan masyarakat pada umumnya,  dan di lingkungan kaum cendekiawan khususnya, berkembanglah proses penyadaran mengenai pembangunan manusiawi dalam pelbagai dimensinya.
Permasalahan yang kita hadapi ialah, seberapa jauh bidang humaniora dapat berfungsi untuk menunjang pembangunan itu, dan bagaimana meningkatkan produktifitas dan efektifitas humaniora  dalam pendidikan formal dan informal di satu pihak, dan di pihak lain dalam pembinaan generasi muda umumnya.
Berbeda dengan zaman praindustrial, dewasa ini perlu kita memahami tradisi agar kita dapat secara kritis menghadapinya, dan kemungkinan melakukan perubahan serta adaptasi kepada situasi baru. Manusia, sebagai penentu perubahan itu dituntut untuk memliliki pengetahuan dan pemahaman kebudayaan agar kita tidak kehilangan arah dalam menentukan pola hidup baru, dengan mangadakan pemilihan tepat di antara norma-norma yang masih dapat diberlakukan dan yang tidak dapat lagi diberlakukan.

Pandangan Hidup
Setiap peradaban memiliki pendangan hidup (dunia) yang memberi makna kepada kehidupan manusia, dengan menempatkan kedudukannya dalam kosmos (alam semesta) dan dengan menegaskan fungsinya dalam hubungan dengan telos (tujuan) dari hidup itu sendiri. Makna hidup diperoleh dengan dunia transedental, jauh melampaui karya rutin serta situasi yang diliputi oleh jebakan institusional.
Kosmologi, mitologi dan agama membawa manusia dalam proses kosmosiasi, suatu proses mencegah timbulnya perasaan keterasingan dan isolasi, dan sebaliknya memantapkan perasaan aman berdasarkan keterikutan atau keterlibatannya dalam sistem universal.
Ungkapan di atas secara garis besar telah menjelaskan bahwa pelbagai kebudayaan dalam tiga dimensinya adalah hal yang imanen ada pada setiap peradaban.  Maka dalam pelaksanaan pembangunan bangsa pada umumnya serta pendidikan kepribadian khususnya, wajarlah apabila fungsi unsur-unsur tersebut ditingkatkan. Setiap kelengahan yang mengabaikan pembangunan kemanusiaan itu akan mengakibatkan kemerosotan ke arah kebiadaban lagi.
Penjelasan yang disajikan di muka menurut perluasan uraian, terutama untuk memusatkan perhatian kepada fungsi dan makna sosial pelbagai bidang humaniora, sejajar denga kedudukan unsur-unsur kebudayaan dalam pelbagai dimensinya. Selanjutnya proses pembangunan nasional di sini dipersempit ruang lingkupnya, yakni terbatas pada pembentukan kepribadian masyarakat.
Humaniora berusaha  memahami realitas sosial dan manusiawi. Jadi, tujuannya ialah memahami (understanding), dan bukan menerangkan (explanation). Dalam humaniora, bukan dalil yang dicari, tetapi makna.
Misal, dalam sejarah bagaimana kita memahami konseptualisasi kebangsaaan Indonesia. Negara ini tidak dapat terbentuk tanpa entrepreunership, kreatifitas, kritisme sosial, idealisme dan rasa tanggungjawab sosial yang mendalam dari para protagonis Revolusi Indonesia. Di sini pengungkapan pengetahuan sejarah tidak dapat dibatasi pada pengetahuan informatif, tetapi terutama perlu disampaikan sebagai proses penyadaran.
Penyampaian pengetahuan sebagai proses penyadaran tidak terbatas lagi pada tindakan kognitif, tetapi sudah menginjak proses animatisasi atau sensitisasi (pemberian semangat, menjiwai). Proses belajar sebagai proses pemahaman dan penyadaran, mampu menjadi sumber inspirasi dan pangkal tumbuhnya sense of pride (rasa kebanggaan) dan sense of obligation (rasa kewajiban).

Sumber:

Ilmu Budaya Dasar, Suatu Pengantar,Ir. M. Munandar Sulaeman,  Eresco, Bandung: 1988. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar...