Kamis, 11 Februari 2016

Industrialisasi Pedesaan dan Kesehatan Jiwa

Masyarakat pedesaan yang bersifat tradisional agraris berubah secara meyakinkan menjadi manusia modern dengan segala ciri-cirinya.

Modernisasi dan Kesehatan Jiwa
Masalah modernisasi serta dinamika pertumbuhan telah banyak dibahas oleh para cendekiawan baik yang mneyangkut modernisasi pendidikan, pendidikan tinggi, modernisasi komunikasi, modernisasi dari kegiatan sosial. Tetapi dalam masalah ini kami mengemukakan pandangan kepada modernisasi da kesehatan jiwa. Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang merdeka mengalami perubahan luar biasa yang jelas kadang-kadang dilaur dugaan mereka sendiri.
Pengalaman yang menyenangkan maupun kegelisahan yang sukar diterimanya akan dihayati, dengan segala kemampuan, jangkauan pikirannya, seerta bekal-bekal ilmu pengetahuan yang diterimanya dipergunakan untuk mengatasi perjuangan hidupnya berikut kecemasan yang ditemui.
Sikap yang semula kurang berpikir ke depan, orthodok, berubah mendadak menjadi pemikir hari kini dan masa yang akan datang, dari sifat-sifat agraris ia merupakan menjadi industrialis penuh dengan keanekaragaman dan manajemen. Urbanisasi yang meningkat, pergesekan psikososial yang diakibatkan oleh kepadatan penduduk. Sifat tersinggung, iri-mengiri, konflik dan frustasi sebagai hasil pergaulan yang berjejal-jejal meningkat dengan cepat.
Era pembangunan yang dibuatnya menyebabkan tata cara hidup harus direncanakan  serta meningkatkan sistem komunikasi yang telah dimiliki untuk menghindarkan diri dari kemelut kesalahpahaman serta berita-berita mengenai desas-desus temana, tetangga, teman sejawat, atasan, bahkan unsur pimpinan kepemrintahan, yang begitu cepat tersebar karena sistem komunikasi yang modern, perlu perhatian.
Sebagai manusia modern, kebiasaan saling menghargai antara sesama mesti tumbuh dan menerima keanekaragaman bentuk sikap tingkah laku manusia. Kebiasaan meragukan dan kurang percaya serta tidak menghargai kemampaun saudaranya sendiri harus dijauhkan, karena akan merugikan diri sendiri. Loyal kepada orang tua  ataupun yang analog dengan orang tua atau yang lebih tua, yaitu pembina serta pemimpin harus dilakukan, meskipun tindakan, kebijaksanaan orang tua tersebut bilai dinilai tahun-tahun berikutnya kurang berhasil.
Sikap kurang puas dengan  yang telah ada dan ingin lebih maju daripada sebelumnya sesungguhnya merupakan unsur lain yang  wajar dari manusia modern, atau yang dilahirkan dari abad modern, tetapi tidak berarti bahwa ia harus bersikap kurang menghargai terhadap yang lebih tua. Manusia sebaiknya mau mengubah dan diubah sikap serta tingkah lakunya dan berpikir untuk masa depan.
Bagi manusia modern sesungguhnya agak sulit untuk terlalu mengangung-agungkan hasil karya pembagunannya karena pad apokoknya karyanya merupakan hasil karya kerjasama dari manusia modern lainnya. Dan, tidak perlu menjelek-jelekan hasil kerja  generasi yang telah lalu, karena memang mudah dimengerti hasil kerja generasi yang lalu dilandaskan kepada situasi dan kondisi yang berlainan. Dan sudah seharusnya, generasi berikutnya lebih memperbaiki mutu hasil karyanya.
Harapannya, sebagai manusia modern kita tidak meninggalkan agama sebagai jalan hidup. Meskipu begitu, kita menerima suatu kenyataan bahwa pembangunan dan modernisasi mengarah kepada pengembangan materialisme. Sebagaimana yang telah lama dikenal, bahwa materialisme mempunyai kecenderungan berkurangnya  perasaan menghargai sesama manusia. Kecenderunga lain ialah menjauhkan manusia dari agama. Oleh karenanya,  pergesekan bantin dan perasaan akan meningkat.
Jelas, apabila kita meninggalkan sikap saling menghargai dan menyingkirkan agama akan  membuat bingung diri sendiri dan menambah kemungkinan gangguan jiwa. Hal demikian terjadi karena berkurangnya daya penyesuaian diri dan kurangnya pengetahuan untuk menghadapi masalah/musibah yang datang. Tetapi, dibalik aplikasi atau penggunaan agama tenetu akan mengalami kenyataan-kenyataan yang kadang-kadang menyulitkan pelaksanaan.
Modernisasi justru dapat digunakan untuk meningkatkan rasa keagaam kita sesuai dengan yang telah direncanakan, bekerja untuk mencapai sasaran yang telah direncanakan menggambarkan bentuk manusia modern.  Oleh karena itu, mudah dipahami bahwa tidak mampu atau tidak bisa memanfaatkan nikmat yang sedikit sebagaimana telah diberikan oleh Yang Maha Esa serta berpikir dan bertindak penuh napsu amarah, menghina dan tidak menghormati hasil kerja pendahulu tidaklah dapat dibenarkan, karena akan berakibat sosial psikologi yang begitu besar diluar jangkauan manusia.

Sumber: Mental Sehat, dr. Soerharko Kasran, Rakan Internasional, Jakarta: 1979. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar...