Kamis, 31 Maret 2016

Pertambahan Penduduk sebagai Modal Utama Pembangunan Pedesaan

Penduduk desa akan terus bertambah, seiring dengan itu mesti ada sebuah program yang menjadikan fenomena tersebut menjadi 'berkah' bukan sebaliknya. Sebelum program yang dimaksud dicanangkan, harus ada prinsip yang menjadi landasan berpikir atas apa yang akan dilakukan di kemudian hari.

Bertambahnya penduduk dari hari ke hari sebagai imbas dari perubahan zaman. Saya mencoba melihat fenomena ini sebagai berkah dari Yang Maha Kuasa. Berpikir positif saja, bahwa ledakan demografi yang terjadi bukanlah sebagai 'biang masalah' sebagaimana yang ditakutkan banyak orang. Saya selalu melihat individu di muka bumi ini sebenarnya memiliki peran krusial bagi terbentuknya sebuah peradaban yang lebih baik.
Abad 21 yang sedang kita jalani ini adalah abad ilmu pengetahuan. Maka dari itu, manusia yang lahir ke dunia sebenarnya 'menyimpan' pengetahuan tersembunyi yang dititipkan oleh Sang Illahi. Individu-individu inilah yang akan membangun desa, nantinya. Potensi tersembunyi dari setiap manusia sebenarnya adalah 'sesuatu' yang harus digali dan dimanfaatkan dengan maksimal. Untuk itu, apabila melihat pertambahan penduduk ini sebagai biang masalah itu artinya penguasa tidak sanggup menggali potensi tersembunyi yang ada pada setiap orang.
Proses penggalian potensi ini memang menjadi tugas 'berat' dunia pendidikan. Namun, apabila kita membebankan semuanya pada pendidikan formal dirasa kurang bijaksana. Saya tetap melihat industri harus menjadi pemimpin bagi program penggalian potensi individu ini. Mengapa? Hanya industri saja yang sekiranya bisa mewadahi setiap minat dan bakat manusia. Sektor lain, bisakah?
Apa yang saya kemukakan memang terdengar optimistis. Itu dikarenakan saya percaya bahwa di masa depan kehidupan akan jauh lebih baik dibanding hari ini. Kreatifitas manusia bisa menangani permasalah hidup yang menghadangnya. Otak manusia bisa menciptakan berbagai 'keajaiban' yang sebelumnya tidak ada. Manusia masa lalu mungkin tidak menyangka bahwa teknologi akan berkembang begitu pesat. Begitu pun manusia masa kini, tidak bisa memprediksi teknologi apalagi yang bisa diciptakan manusia masa depan. Kita tidak perlu khawatir dengan berkurangnya lahan, berkurangnya pasokan pangan, transportasi dan masih banyak lagi kekhawatiran apabila terjadi ledakan penduduk di bumi. Manusia pasti punya cara mengatasi semuanya, karena itulah tugas manusia menjadi 'pemelihara' bumi ini.
Ketakutan yang Berlebihan
Ketakutan 'ledakan penduduk' hanyalah cara untuk mengubah budaya guyub yang ada di pedesaan. Masyarakat tidak dihadapkan pada realita bahwa manusia akan bertambah, sehingga diajak berpikir untuk menyelesaikan masalah, bukan justru menghindar dari masalah. Ketakutan-ketakutan itu datang karena berkaca pada potret buram masa lalu dan tidak memandang cerah masa depan.
Persepsi warga negara berkembang yang 'bodoh' dan tidak peduli memang masih menghantui para ekonom dan pemangku kebijakan. Mereka khawatir bila nantinya warga menjadi susah diatur dan terjadi begitu banyak penyimpangan sosial. Padahal,  itu hanya sebagian kecil saja. Di negara maju pun itu terjadi. Nantinya, manusia memiliki perubahan cara berpikir dan tidak akan terpaku pada situasi yang merugikan mereka. Proses berpikir dan belajar itulah yang menjadi alasan kita untuk tetap optimis.
Kota Baru Seperti Di Eropa
Coba kita membayangkan, apabila suatu hari nanti desa-desa yang ada menjadi sebuah kota baru dengan penduduk yang banyak. Jumlah demografi itu bisa menjadi potensi pasar bagi produk-produk pengusaha setempat. Juga, sebuah kemudahan merekrut tenaga kerja bagi perusahaan yang baru berkembang. Kita jangan membayangkan sebuah kota yang macet, sumpek dan semrawut tetapi bayangkanlah sebuah kota layaknya kota-kota di Eropa.
Untuk menjadi kota yang tertata rapi, mesti ada sebuah rencana besar untuk pembangunan kota yang ideal sejak sekarang. Apalagi dana desa dari pemerintah pusat cukup besar untuk membangun infrastruktur demi persiapan mengubah sebuah desa menjadi kota yang berkembang. Perilaku penduduk yang tertib itu memang tidak bisa direkayasa dalam waktu singkat. Untuk itu, mesti ada 'pionir' bagi pembangunan wilayah pedesaan dengan tanggung jawab besar. Mereka adalah para industrialis dengan segala kapasitas yang mereka miliki.
Kaum industrialis ini yang diharapkan menjadi pemimpin di suatu daerah dan mengatur segala tata kelola kewilayahan. Merekalah yang akan berperan penting untuk memanfaatkan setiap potensi lahan yang ada apakah akan menjadi lahan pertanian, areal industri atau permukiman. Para indsutrialis bisa membangun sebuah ikatan 'kepemilikan' yang bisa menggantikan ikatan 'kedaerahan' yang selama ini terjalin.
Manusia sebagai Modal
Para industrialis sudah menyadari bahwa kekayaan mereka tidak terletak pada besar-kecilnya uang yang dimiliki tetapi pada seberapa besar kreatifitas dari para karyawannya. Menolak pertambahan penduduk secara sporadis sama dengan menolak benih-benih kreatif manusia.
Penciptaan kekayaan telah beralih dari uang ke orang—dari modal keuangan ke modal manusia (baik intelektual maupun sosial), yang meliputi semua dimensi. Lebih dari dua per tiga dari nilai tambah yang diberikan oleh produk-produk dewasa ini datang dari "kerja pengetahuan" (knowledge work, suatu kerja yang amat mengandalkan muatan pengetahuan); dua puluh tahun yang lalu hal itu kurang dari sepertiga.
Manusia Pemakmur Bumi
Saya meyakini bahwa di masa depan akan terlahir para agen pembangunan dari bertambahnya penduduk di pedesaan. Hal ini bukanlah pendapat saya belaka, tetapi sudah digariskan oleh Alloh SWT dalam Al-Qur'an Surat Hud (11) ayat 61:

"Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku Amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)."

Maksudnya, manusia dijadikan penghuni dunia untuk menguasai dan memakmurkan dunia. Untuk itu, ketika terlahir begitu banyak manusia di dunia maka akan banyak pula yang akan memakmurkan dunia ini bukan justru malah merusaknya. Kekhawatiran akan adanya kerusakan di dunia ini bukanlah terletak pada besar-kecilnya jumlah penduduk tetapi bagaimana suatu sistem kehidupan yang mengatur mereka.

Sumber:
Harun Hadijuwono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Cetakan Ke-21, Kanisius, Jakarta: 2005.
Koetjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Aksara Baru, Jakarta: 1985.
ML Jhingan, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Cetakan Ke-4, Rajawali Press, Jakarta: 1993.
Stephen Covey, The 8th Habit Melampaui Efektifitas Menggapai Keagungan,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar...