Kamis, 08 Oktober 2015

Kesadaran yang Dipaksakan untuk Meningkatkan Produktifitas Pertanian

Ada suatu cara untuk meningkatkan produktifitas pertanian di perdesaan. Salah satunya dengan mengadakan konsolidasi lahan. Lahan-lahan yang terpetak-petak dalam ukuran kecil bisa disatukan menjadi  lebih besar demi efektiftas dan efisiensi lahan. Konsolidasi lahan pertanian dimaksudkan sebagai salah satu bentuk pengelolaan usaha pertanian dalam rangka peningkatan produksi pertanian, khususnya produksi pangan.
Di satu pihak, perkembangan ekonomi yang pesat akhir-akhir ini telah mengancam keberlangsungan usaha pertanian, terutama di wilayah pertanian yang berbatasan dengan perkotaan. Pengembangan usaha yang berorientasi ekonomi telah mendorong peningkatan akses trasnportasi, terutama pembangunan jaringan jalan, pengembangan aneka industri dengan pembangunan kawasan industrinya, pembangunan perumahan, perkantoran, pasar dan sebagainya. Semua kegiatan pembangunan ekonomi ini membutuhkan lahan pertanian ke penggunaan lain di luar pertanian.
Di pihak lain, kebutuhan pangan dan produksi pertanian lainnya terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk, perubahan selera dan kebutuhan produk pertanian berkualitas.[1]
Di tengah berbagai kepentingan di atas, upaya pemenuhan pangan dan produksi berbagai komoditas pertanian lainnya perlu terus diperbarui, disesuaikan dengan kondisi terkini dan selalu mendahulukan pemenuhan permintaan pasar. Situasi ini harus diakui sebagai suatu dilema karena dihadapkan pada pilihan yang sulit. Apakah harus merelakan terjadinya fragmentasi, konversi atau alih fungsi lahan? Jika hal ini tidak dapat dihindarkan apakah tersedia lahan pengganti atau apakah  dapat dilkukan ekstensifikasi? Dalam konteks inilah upaya melakukan konsolidasi lahan pertanian menjadi sangat penting, khususnya dalam upaya menyediakan bahan pangan/produksi pertanian dan mendorong keberlanjutan pembangunan berbagai aspek pada sektor pertanian.
Untuk tanaman pangan, Daywin (1999) mencatat bahwa konsolidasi lahan dimulai di Jepang sekitar tahun 1890 oleh petani sendiri selama 50 tahun. Setelah masa itu, sekitar 2,1 juta ha lahan sawah bersistem irigasi selesai dikonsolidasikan dan kemudian memasuki era modernisasi pertanian dengan memperkenalkan mesin-mesin pertanian, seperti traktor, mesin penanam, mesin pemanen dan lain-lain. Langkah operasional konsolidasi dilakukan dalam beberapa tahapan, yakni (a) pengaturan kembali letak sawah dengan bentuk dan petak tertentu, disesuaikan dengan sistem irigasi dan drainasenya; (b) perencanaan jalan usaha tani, (c) perencanaan perbaikan lapisan kedap (hard pan) untuk peningkatan daya sanggah (bearing capacity) bagi alat dan mesin pertanian, (d) perencanaan sistem irigasi dengan pembangunan saluran primer hingga kuarter serta pengaturan pemberian air pada pertanaman, dan (e) perencanaan sistem drainase untuk pelepasan air pada petakan hingga saluran pembuangan.
Jika konsolidasi lahan akan dilakukan, peran kelompok tani (poktan) atau gabungan kelompok tani (gapoktan) sangatlah penting. Kehadiran kelembagaan petani gapoktan saat ini semakin dikenal sebagai wadah “federasi kelompok tani” yang mampu menjembatani kepentingan petani dengan pembina (atau pemangku kepentingan lainnya).
Hubungan sosial yang erat antara pengurus dengan anggotanya (kelompok tani) dapat dinilai sebagai salah satu modal utama dalam kebersamaan membangun. Namun demikian, kurangnya fasilitas berusaha dengan kemampuan sumberdaya manusia yang terbatas perlu didukung oleh perencana pendamping yang memadai jika konsolidasi lahan pangan akan menjadi salah satu program pengembangan sentra produksi pangan.
Rencana tataruang dan wilayah dapat dipakai sebagai payung hukum yang menjamin pemanfaatan lahan untuk berbagai keperluan. Dengan memiliki legalitas peruntukan lahan, pemerintah pusat ataupun daerah dapat merencanakan perbaikan kinerja dan pengembangan usaha tani pangan berkelanjutan. Penegakan hukum yang kuat dengan ketersediaan peraturan yang memadai (termasuk perarutan daerah), kompetensi pejabat yang berwenang, dan koordinasi pengendalian yang intensif diharapkan dapat membendung pengurangan alih fungsi dan fragmentasi lahan pertanian di berbagai wilayah di Indonesia.



[1] www.litbang.pertanian.go.id/buku/konversi.fragmentasi.lahan/BAB.V-4.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar...