Kamis, 29 Oktober 2015

Hambatan Bagi Penggunaan Metode-metode Manajemen Belanda (Dan Asing Lainnya) di Indonesia

Menghadapi era globalisasi seperti sekarang ini, warga desa harus bisa menyesuaikan diri dengan pola-pola kerja warga asing. Ini berguna ketika investasi asing sudah masuk ke pedesaan, warga desa diharapkan tidak hanya menjadi ‘penonton’ tetapi juga bisa menjadi ’pemain’.

Perbandingan Antara Penyelenggaraan Organisasi Kerja Indonesia dan Belanda
Bagi orang Belanda di Indonesia terdapat pola budaya Indonesia yang berbeda dari pola budayanya sendiri, dan yang harus diperhitungkan bila berhubungan dengan organisasi-organisasi di Indonesia. Dimensi individualisme-kolektivisme merupakan satu-satunya dimensi dalam semua budaya Barat mempertentangkan diri dengan budaya-budaya Asia. Ini mengimplikasikan bahwa organisasi-organisasi kerja di Negeri-negeri Asia cenderung berfungsi secara berbeda dari organisasi-organisasi kerja di negeri-negeri Barat dalam sejumlah aspek.
a.    Hubungan antara majikan dan pegawai bersifat moral ketimbang bersifat kalkulatif.
b.    Para pegawai mempunyai kewajiban-kewajiban besar terhadap kaum kerabat mereka.
c.    Dalam kontrak-kontrak bisnis, hubungan lebih utama daripada tugas.
d.    Ada kebutuhan yang kuat akan harmoni dan pemeliharaan hubungan.
e.    Pendapat-pendapat ditetapkan secara kolektif.

Perbedaan-perbedaan dalam penyelenggaraan antara organisasi-organisasi kerja Indonesia dan organisasi-organisasi kerja Belanda membatasi penerapan metode-metode manajemen Belanda di Indonesia. Tentu saja terdapat suatu batas untuk menerapkan metode-metode manajemen dari negeri asing mana pun, khususnya dari Amerika Serikat dan dari Jepang. Saya tidak menggunakan istilah metode-metode manajemen “Barat” karena terdapat banyak perbedaan budaya antara negeri-negeri “Barat” yang berlainan; perbedaan-perbedaan ini dan implikasi-implikasinya bagi praktik manajemen sering diremehkan. Meskipun demikian, sejumlah hambatan yang dibahas berikut ini berlaku untuk metode-metode manajemen Belanda dan Amerika.

Seleksi pegawai harus mempetimbangkan faktor-faktor etnik dan keluarga.
Imbalan berdasarkan prestasi kerja jarang terjadi.
Penilaian langsung atas prestasi kerja adalah sulit.
Pemecatan pegawai secara kultural tidak diharapkan.
Metode-metode bagi pengembangan manajemen harus menghindari konfrontasi langsung.
Para perantara mempunyai suatu peranan yang penting.
Dari waktu ke waktu “gotong-royong” dapat dilaksanakan.
Model-model  manajemen pastisipatif tidak terdapat di Indonesia.
Orang-orang menginginkan perbedaan-perbedaan status.
Kesopanan yang formal dan pengendalian emosi penting sekali.
Ketepatan waktu dan ketelitian teknis membutuhkan suatu proses belajar yang panjang.
Secara teoritis simpati terhadap kaum yang lemah jangan diharapkan.


(Sumber: Deddy Mulyana dan Jalaludin Rahmat (editor), Komunikasi Antar Budaya, Rosda, Bandung: 2010.) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar...