Kamis, 06 November 2014

Filosopi Hidup 'Cukup', Masih Berlakukah?

Pernahkah kita bertanya, kenapa terjadi banyak 'kemandekan' dalam kehidupan bermasyarakat? Ketika terjadi banyak kemajuan di negeri orang, justru kita tidak mengalami perubahan berarti dalam beberapa tahun terakhir.
Salah satu jawaban dari pertanyaan diatas adalah karena adanya perasaan puas dalam hati dan pikiran kita. Kita merasa tenang dengan apa yang telah didapatkan. Dengan anggapan, bahwa sudah sepantasnya kita bersyukur atas apa yang telah dikaruniakan Tuhan kepada ummat manusia. Hidup berkecukupan seakan menjadi cara hidup paling bijaksana dalam menata kehidupan masa kini dan menyongsong masa depan.
Saya tidak bermaksud mengecilkan arti penting hidup sederhana, tetapi saya ingin menegaskan bahwa hidup sederhana bukan berarti hidup 'apa adanya'. Hidup sederhana suatu cara yang ditempuh dengan tidak menghamburkan banyak harta. Sedangkan, hidup apa adanya menperlihatkan gaya hidup orang yang tidak mau berubah menjadi lebih baik lagi. Tidak punya ambisi.
Tadi pagi saya menonton Apa Kabar Indonesia (TV One), yang menceritakan bagaimana para nelayan yang merasa cukup dengan penghasilan yang diperoleh. Tetapi, narasumber menyatakan bahwa harus ada perubahan pola pikir supaya ada keinginan dari para nelayan untuk meningkatkan penghasilannya. Dengan begitu, diharapkan ada optimalisasi potensi kelautan yang ada di Indonesia.
Begitulah, bangsa yang tidak mau bertumbuh tentunya akan mundur. Adakalanya bangsa yang sedang berkembang,  digulingkan oleh gerakan reaksi massa. Kita telah melihat hal ini terjadi dengan Rusia, Jerman, Italia, Spanyol dan Amerika. Dan kadang-kadang, suatu bangsa yang sedang merosot, tiba-tiba hidup lagi dan berkembang. Karena adanya perubahan ke arah kemajuan.
Merasa cukup bisa juga berarti bentuk keengganan untuk berpikir. Kemandegan berpikir berawal dari anggapan bahwa otak kita hanya berfungsi sebagai alat untuk mengingat dan mengahapal fakta-fakta semata. Padahal, otak kita punya potensi yang sangat besar apabila digunakan berpikir. Bagian yang kreatif dari otak, banyak yang mengabaikannya. Padahal, berpikir menjadi cara untuk mempertahankan eksistensi diri dan eksistensi kehidupan itu sendiri. "Cogito ergo Sum" atau "Aku berpikir, maka itu aku ada", begitulah Descartes berujar.[1]
Memang, kondisi di luar diri kita terkadang 'memaksa' kita untuk 'menerima kenyataan'. Sering kita merasa hidup ini tidak adil. Banyak kemalangan menimpa kehidupan ini. Namun, kondisi di luar diri kita tidak perlu mempengaruhinya. Kekuatan pikiran dan jiwa kita akan memberikan 'pencerahan' akan jalan hidup mana yang harus dilalui. Sekian panjang jalan terjal yang dilalui, tidak mesti menghentikan indahnya hidup ini. Kenyamanan hidup tidak hanya timbul karena kondisi di sekeliling kita yang nyaman tetapi hati dan pikiran kita yang membuatnya nyaman.
Kampanyekan Perbaikan Bukan Kecukupan
Kalau kita bisa memandang ke masa depan dan melihat perdagangan atau industri, maka kita melihat masa lima puluh tahun mendatang dengan penuh ketakjuban oleh sejumlah perbaikan. Seandainya kita bisa menghidupkan pemilik toko klontong yang sudah meninggal lima puluh tahun silam maka dia akan tercengang dengan adanya supermarket yang tumbuh dimana-mana. Ia tak akan mempercayai matanya sendiri. Sudah pasti anak-anak kita akan melakukan banyak hal yang kita sangka mustahil _pada awalnya. Dan cucu-cicit kita malah melakukan lebih banyak lagi.
Tidak ada organisasi manusia yang sempurna. Ini harus selalu diingat oleh kita semua. Tak akan ada tempat dimana kita bisa mengatakan bahwa suatu hal 'sudah cukup baik'. Itulah sebabnya pekerjaan kreatif begitu menggairahkan lagi menarik, serta begitu menguntungkan.
Melancarkan kampanye perbaikan akan membuat setiap orang mau belajar. Ia akan rajin belajar dari buku-buku atau dari orang lain, sebab beberapa dari pekerjaannya meminta lebih banyak pengetahuan daripada yang ia miliki. Hanya orang yang malas dan sombonglah menyangka bahwa ia telah cukup banyak. Begitu dia menjadi tukang memperbaiki, ia mencari-cari pengetahuan demi pengetahuan.
Tak peduli apa pun profesi yang kita pilih, di suatu tempat di dunia ini akan ditemukan orang yang telah memperkembangkan diri sampai ke taraf yang paling tinggi. Kadang-kadang tampil seorang innovator dari dusun yang jauh dari keramaian kota. Banyak orang-orang desa yang menyumbangkan perbaikan bagi kehidupan di dunia ini. [2]
Seringkali seseorang mempunyai pikiran sesat bahwa ia sudah mencapai akhir pengetahuannya mengenai bidang pekerjaannya. Pengetahuan dan penemuan tak pernah kunjung berakhir. Selalu ada saja yang baru. Henry Ford pernah mengatakan 'stabilitas adalah ikan mati yang hanyut mengalir. Stabilitas satu-satunya yang kami kenal dalam negara ini adalah perubahan".
Merasa Cukup Bukan Berarti Terhindar dari Resiko
Kebanyakan dari kita menghendaki kepastian, keamanan dan terlalu banyak dari kita menduga bahwa perubahan berarti resiko. Kenyataannya ialah bahwa perbaikan-perbaikan terus menerus yang akan menjamin keselamatan kehidupan. Saya ingin menegaskan sekali lagi di sini, bukankah pakaian yang sudah usang tidak digemari lagi kemudian datang model pakaian baru yang justru laku. Perubahan selalu terjadi, di bidang mana saja. Perubahan akan membawa kepada kesuksesan asal semuanya dilakukan dengan tepat dan mengenai sasarannya.



[1] Dale Carnegie. What Make Value. Hal. 106
[2] Ibid. Hal. 112.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar...