Pernahkah kita bertanya, kenapa terjadi banyak
'kemandekan' dalam kehidupan bermasyarakat? Ketika terjadi banyak kemajuan di
negeri orang, justru kita tidak mengalami perubahan berarti dalam beberapa
tahun terakhir.
Salah satu jawaban dari pertanyaan diatas
adalah karena adanya perasaan puas dalam hati dan pikiran kita. Kita merasa
tenang dengan apa yang telah didapatkan. Dengan anggapan, bahwa sudah
sepantasnya kita bersyukur atas apa yang telah dikaruniakan Tuhan kepada ummat
manusia. Hidup berkecukupan seakan menjadi cara hidup paling bijaksana dalam
menata kehidupan masa kini dan menyongsong masa depan.
Saya tidak bermaksud mengecilkan arti penting
hidup sederhana, tetapi saya ingin menegaskan bahwa hidup sederhana bukan
berarti hidup 'apa adanya'. Hidup sederhana suatu cara yang ditempuh dengan
tidak menghamburkan banyak harta. Sedangkan, hidup apa adanya menperlihatkan
gaya hidup orang yang tidak mau berubah menjadi lebih baik lagi. Tidak punya
ambisi.
Tadi pagi saya menonton Apa Kabar Indonesia (TV
One), yang menceritakan bagaimana para nelayan yang merasa cukup dengan
penghasilan yang diperoleh. Tetapi, narasumber menyatakan bahwa harus ada
perubahan pola pikir supaya ada keinginan dari para nelayan untuk meningkatkan
penghasilannya. Dengan begitu, diharapkan ada optimalisasi potensi kelautan
yang ada di Indonesia.
Begitulah, bangsa yang tidak mau bertumbuh tentunya
akan mundur. Adakalanya bangsa yang sedang berkembang, digulingkan oleh gerakan reaksi massa. Kita telah
melihat hal ini terjadi dengan Rusia, Jerman, Italia, Spanyol dan Amerika. Dan kadang-kadang,
suatu bangsa yang sedang merosot, tiba-tiba hidup lagi dan berkembang. Karena adanya
perubahan ke arah kemajuan.
Merasa cukup bisa juga berarti bentuk
keengganan untuk berpikir. Kemandegan berpikir berawal dari anggapan bahwa otak
kita hanya berfungsi sebagai alat untuk mengingat dan mengahapal fakta-fakta
semata. Padahal, otak kita punya potensi yang sangat besar apabila digunakan berpikir.
Bagian yang kreatif dari otak, banyak yang mengabaikannya. Padahal, berpikir
menjadi cara untuk mempertahankan eksistensi diri dan eksistensi kehidupan itu
sendiri. "Cogito ergo Sum" atau "Aku berpikir, maka itu aku
ada", begitulah Descartes berujar.[1]
Memang, kondisi di luar diri kita terkadang
'memaksa' kita untuk 'menerima kenyataan'. Sering kita merasa hidup ini tidak
adil. Banyak kemalangan menimpa kehidupan ini. Namun, kondisi di luar diri kita
tidak perlu mempengaruhinya. Kekuatan pikiran dan jiwa kita akan memberikan
'pencerahan' akan jalan hidup mana yang harus dilalui. Sekian panjang jalan
terjal yang dilalui, tidak mesti menghentikan indahnya hidup ini. Kenyamanan hidup
tidak hanya timbul karena kondisi di sekeliling kita yang nyaman tetapi hati
dan pikiran kita yang membuatnya nyaman.
Kampanyekan Perbaikan Bukan Kecukupan
Kalau kita bisa memandang ke masa depan dan
melihat perdagangan atau industri, maka kita melihat masa lima puluh tahun
mendatang dengan penuh ketakjuban oleh sejumlah perbaikan. Seandainya kita bisa
menghidupkan pemilik toko klontong yang sudah meninggal lima puluh tahun silam
maka dia akan tercengang dengan adanya supermarket yang tumbuh dimana-mana. Ia tak
akan mempercayai matanya sendiri. Sudah pasti anak-anak kita akan melakukan
banyak hal yang kita sangka mustahil _pada awalnya. Dan cucu-cicit kita malah
melakukan lebih banyak lagi.
Tidak ada organisasi manusia yang sempurna. Ini
harus selalu diingat oleh kita semua. Tak akan ada tempat dimana kita bisa
mengatakan bahwa suatu hal 'sudah cukup baik'. Itulah sebabnya pekerjaan
kreatif begitu menggairahkan lagi menarik, serta begitu menguntungkan.
Melancarkan kampanye perbaikan akan
membuat setiap orang mau belajar. Ia akan rajin belajar dari buku-buku
atau dari orang lain, sebab beberapa dari pekerjaannya meminta lebih banyak
pengetahuan daripada yang ia miliki. Hanya orang yang malas dan sombonglah
menyangka bahwa ia telah cukup banyak. Begitu dia menjadi tukang memperbaiki,
ia mencari-cari pengetahuan demi pengetahuan.
Tak peduli apa pun profesi yang kita pilih, di
suatu tempat di dunia ini akan ditemukan orang yang telah memperkembangkan diri
sampai ke taraf yang paling tinggi. Kadang-kadang tampil seorang innovator dari
dusun yang jauh dari keramaian kota. Banyak orang-orang desa yang menyumbangkan
perbaikan bagi kehidupan di dunia ini. [2]
Seringkali seseorang mempunyai pikiran sesat
bahwa ia sudah mencapai akhir pengetahuannya mengenai bidang pekerjaannya. Pengetahuan
dan penemuan tak pernah kunjung berakhir. Selalu ada saja yang baru. Henry Ford
pernah mengatakan 'stabilitas adalah ikan mati yang hanyut mengalir. Stabilitas
satu-satunya yang kami kenal dalam negara ini adalah perubahan".
Merasa Cukup Bukan Berarti Terhindar dari Resiko
Kebanyakan dari kita menghendaki kepastian,
keamanan dan terlalu banyak dari kita menduga bahwa perubahan berarti resiko. Kenyataannya
ialah bahwa perbaikan-perbaikan terus menerus yang akan menjamin keselamatan
kehidupan. Saya ingin menegaskan sekali lagi di sini, bukankah pakaian yang
sudah usang tidak digemari lagi kemudian datang model pakaian baru yang justru
laku. Perubahan selalu terjadi, di bidang mana saja. Perubahan akan membawa
kepada kesuksesan asal semuanya dilakukan dengan tepat dan mengenai sasarannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar...