Minggu, 16 November 2014

Seni Mempengaruhi Massa

Ibnu Saud adalah Penguasa Negeri Arab yang memerintah dengan kepribadiannya yang kuat dan kekuatan tangan kanannya. Seorang pria yang hebat, luar biasa, penuh gairah hidup dan berpengaruh. Seorang raksasa yang terangkat ke luar dari segala kekacauan dan kesengsaraan Gurun Pasir…untuk memerintah.
Ibnu Saud, Raja Diraja, agung dan tenang, memerintah Gurun Pasir dengan keadilan dan hukuman-hukuman yang patut dicontoh. Ia telah menorehkan kehendaknya pada masyarakat yang sukar diperintah dalam kerajaannya yang luas.
Ia hidup tanpa kemegahan ataupun upacara-upacara. Syeh atau budak; kaya atau miskin, semua mempunyai hak untuk bersilaturahmi di hadapannya; semua disambut sebagai tamunya. Semua datang atas tanggung jawab masing-masing, karena ia berkuasa atas Hidup dan Mati, dan tidak mengenal ampun dalam pengambilan keputusan. Ia duduk di dalam istananya di Mekkah atau di dalam Balai Pertemuannya di Riyadh, dengan jubah Arabnya yang sederhana menutupi tubuhnya; mukanya bagaikan elang dan pundaknya yang kekar menjorok ke muka selagi ia menerima bawahannya, mendengarkan ikrar atau keluhan mereka, atau memberikan perintah singkat kepada pegawainya. [1]
***
Begitulah sepenggal kisah tentang seorang raja pendiri Kerajaan Arab Saudi yang kekuasaannya begitu luas dan menjadi negeri terluas di Timur Tengah. Saya bukan hendak menceritakan ketokohan seseorang karena khawatir pada 'mengangungkan' seseorang yang belum tentu bisa menjadi panutan. Mungkin, ada sisi negatif dari seseorang yang sebenarnya tidak patut untuk dicontoh.
Dari kisah yang saya baca, ada pelajaran penting yang bisa dipetik. Salah satunya tentang bagaimana kita mempengaruhi khalayak ramai supaya bisa menerima ide-ide yang kita lontarkan. Pertama, ternyata perlu adanya visi mempengaruhi khalayak. Untuk apa kita mempengaruhi mereka. Jika untuk kebaikan, kenapa tidak kita punya niat ke arah sana.
Kedua, mempengaruhi orang bukan untuk berkuasa, tetapi melayani. Pelayanan terbaik harus diberikan maka akan ada timbal balik yang baik pula. Walaupun terkadang tidak semua orang bisa terpengaruh, tetapi setidaknya ada keinginan orang lain untuk mengikuti apa yang kita sampaikan.
Ketiga, dalam rangka mempengaruhi khalayak sebaiknya kita memperhatikan kebutuhan mereka. Seseorang yang ingin membangun masyarakatnya tidak cukup dengan melontarkan konsep-konsep tentang perbaikan kehidupan, tetapi harus punya cara untuk memberikan jalan pemenuhan kebutuhan anggota masyarakat. Ini buksn untuk 'menyuap' demi diterimanya sebuah ide tetapi bentuk kepedulian akan sesama yang seharusnya terjalin erat.
Keempat, cobalah pikirkan apa yang akan kita 'wariskan' untuk generasi selanjutnya. Jelas terlihat, banyak orang-orang 'besar' yang mewariskan sesuatu untuk generasi selanjutnya. Mereka begitu berpengaruh bahkan setelah mereka meninggal. Ketika ada keinginan untuk 'mewariskan' sesuatu, maka dia akan berusaha untuk 'menancapkan' pengaruh kebaikan dalam kehidupan kesehariannya.
Perubahan Sulit Dilakukan
Jangan heran ketika perubahan sulit dilakukan di tengah kehidupan bermasyarakat. Kita ingin kemajuan dari hari ke hari tetapi begitu sulitnya mempengaruhi orang untuk bersama-sama menuju ke kemajuan itu.
Perlu ada 'seni' untuk mempengaruhi orang dimana memang tidak ditemukan ilmu pasti. Mempengaruhi orang untuk kebaikan itu perlu adanya keikhlasan hati untuk bersama-sama memperbaiki diri. Melayani dengan sepenuh hati, akan memancarkan energi luar biasa bagi perubahan di sekelilingnya.
Konsep sehebat apapun, sepertinya sulit terealisasi jika keikhlasan hati itu tidak ada. Perlu diingat, teori pembangunan itu hanyalah sebagian kecil dari cara untuk membangun desa kita. Selebihnya, perlu ada keinginan kuat dan kelapangan dada untuk menjalani setiap proses dari pembangunan itu.



[1] HC. Amstrong. Jejak Sang Penguasa. 1986. Hal. 228

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar...