Ibnu Saud adalah Penguasa Negeri Arab yang
memerintah dengan kepribadiannya yang kuat dan kekuatan tangan kanannya. Seorang
pria yang hebat, luar biasa, penuh gairah hidup dan berpengaruh. Seorang
raksasa yang terangkat ke luar dari segala kekacauan dan kesengsaraan Gurun
Pasir…untuk memerintah.
Ibnu Saud, Raja Diraja, agung dan tenang,
memerintah Gurun Pasir dengan keadilan dan hukuman-hukuman yang patut dicontoh.
Ia telah menorehkan kehendaknya pada masyarakat yang sukar diperintah dalam
kerajaannya yang luas.
Ia hidup tanpa kemegahan ataupun
upacara-upacara. Syeh atau budak; kaya atau miskin, semua mempunyai hak untuk
bersilaturahmi di hadapannya; semua disambut sebagai tamunya. Semua datang atas
tanggung jawab masing-masing, karena ia berkuasa atas Hidup dan Mati, dan tidak
mengenal ampun dalam pengambilan keputusan. Ia duduk di dalam istananya di
Mekkah atau di dalam Balai Pertemuannya di Riyadh, dengan jubah Arabnya yang
sederhana menutupi tubuhnya; mukanya bagaikan elang dan pundaknya yang kekar
menjorok ke muka selagi ia menerima bawahannya, mendengarkan ikrar atau keluhan
mereka, atau memberikan perintah singkat kepada pegawainya. [1]
***
Begitulah sepenggal kisah tentang seorang raja pendiri
Kerajaan Arab Saudi yang kekuasaannya begitu luas dan menjadi negeri terluas di
Timur Tengah. Saya bukan hendak menceritakan ketokohan seseorang karena khawatir
pada 'mengangungkan' seseorang yang belum tentu bisa menjadi panutan. Mungkin,
ada sisi negatif dari seseorang yang sebenarnya tidak patut untuk dicontoh.
Dari kisah yang saya baca, ada pelajaran
penting yang bisa dipetik. Salah satunya tentang bagaimana kita mempengaruhi khalayak
ramai supaya bisa menerima ide-ide yang kita lontarkan. Pertama,
ternyata perlu adanya visi mempengaruhi khalayak. Untuk apa kita mempengaruhi
mereka. Jika untuk kebaikan, kenapa tidak kita punya niat ke arah sana.
Kedua, mempengaruhi orang bukan untuk berkuasa, tetapi melayani. Pelayanan
terbaik harus diberikan maka akan ada timbal balik yang baik pula. Walaupun terkadang
tidak semua orang bisa terpengaruh, tetapi setidaknya ada keinginan orang lain
untuk mengikuti apa yang kita sampaikan.
Ketiga, dalam rangka mempengaruhi khalayak sebaiknya kita memperhatikan
kebutuhan mereka. Seseorang yang ingin membangun masyarakatnya tidak cukup
dengan melontarkan konsep-konsep tentang perbaikan kehidupan, tetapi harus
punya cara untuk memberikan jalan pemenuhan kebutuhan anggota masyarakat. Ini buksn
untuk 'menyuap' demi diterimanya sebuah ide tetapi bentuk kepedulian akan sesama
yang seharusnya terjalin erat.
Keempat, cobalah pikirkan apa yang akan kita 'wariskan' untuk generasi
selanjutnya. Jelas terlihat, banyak orang-orang 'besar' yang mewariskan sesuatu
untuk generasi selanjutnya. Mereka begitu berpengaruh bahkan setelah mereka
meninggal. Ketika ada keinginan untuk 'mewariskan' sesuatu, maka dia akan
berusaha untuk 'menancapkan' pengaruh kebaikan dalam kehidupan kesehariannya.
Perubahan Sulit Dilakukan
Jangan heran ketika perubahan sulit dilakukan
di tengah kehidupan bermasyarakat. Kita ingin kemajuan dari hari ke hari tetapi
begitu sulitnya mempengaruhi orang untuk bersama-sama menuju ke kemajuan itu.
Perlu ada 'seni' untuk mempengaruhi orang
dimana memang tidak ditemukan ilmu pasti. Mempengaruhi orang untuk kebaikan itu
perlu adanya keikhlasan hati untuk bersama-sama memperbaiki diri. Melayani dengan
sepenuh hati, akan memancarkan energi luar biasa bagi perubahan di
sekelilingnya.
Konsep sehebat apapun, sepertinya sulit
terealisasi jika keikhlasan hati itu tidak ada. Perlu diingat, teori
pembangunan itu hanyalah sebagian kecil dari cara untuk membangun desa kita. Selebihnya,
perlu ada keinginan kuat dan kelapangan dada untuk menjalani setiap proses dari
pembangunan itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar...