Sabtu, 21 Juni 2014

Manusia Pengolah

Sumber : Google
Saya mencoba untuk menyermati bagaimana karakter manusia _atau masyarakat secara luas_ berpengaruh pada perkembangan ekonomi di sekitarnya. Memang perlu banyak literatur berdasarkan penelitian untuk menjawab pertanyaan itu. Untuk sementara, saya mendapatkan kesimpulan bahwa ada banyak penelitian yang menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi di suatu negara tidak semata-mata ditopang oleh banyaknya sumberdaya alam atau modal yang tersedia tetapi bagaimana kualitas sumberdaya manusia yang mengelolanya.
Berdasarkan pemikiran itu, saya mencoba untuk menganalisis bagaimana karakter warga desa dapat menggerakan roda perekonomian desanya sendiri. Ada banyak kriteria yang harus dimiliki, hanya satu hal yang akan saya soroti yakni adanya keinginan warga desa untuk mengolah sumberdaya alamnya sendiri.
Adanya keinginan warga untuk mengolah alamnya sendiri tentu saja sangat berpengaruh pada pola pemanfaatan sumberdaya yang tersedia. Sudah menjadi kebanggaan umum bahwa bangsa Indonesia ini dianugerahi alam yang indah. Anugerah yang diberikan Alloh kepada negeri ini bisa menjadi bekal tak terkirakan untuk menjadi bangsa yang besar dalam arti geografis dan pengaruhnya. Namun, ketika warganya tidak memiliki keinginan untuk mengolah anugerah itu maka apakah mungkin semua harapan itu akan tercapai?
Ketika tidak ada keinginan untuk mengolah,  maka tidak ada barang yang akan bisa dijual. Pernahkan kita berpikir bahwa apa yang kita konsumsi adalah hasil dari olahan bukan terbentuk begitu saja. Perhiasan yang dipakai adalah hasil olahan emas dari dalam bumi. Makanan yang dimakan adalah hasil olahan dari tanah pertanian dan peternakan. Begitu pun hasil lautnya. Komoditas hasil olahan warga bisa menjadi sarana untuk menyejahterakan diri dan keluarganya. Dengan banyak barang yang dihasilkan, akan terjadi transaksi jual beli dalam jumlah besar sehingga akan sangat berpengaruh pada harga. Dengan begitu, kita tidak tergantung pada barang impor yang jelas kurang menguntungkan bagi pengusaha lokal.
Saya sendiri masih kurang paham kenapa budaya mengolah itu masih sedikit dijumpai pada warga desa. Padahal banyak sumbedaya yang tersedia untuk dijadikan produk siap jual. Seperti kita tahu, orang Amerika pun tidak serta merta menjelma menjadi bangsa besar tanpa ada upaya untuk memanfaatkan setiap jengkal tanahnya. Mungkin, masyarakat kita masih lekat dengan budaya mengonsumsi dibandingkan budaya memproduksi. Apa-apa sudah tersedia jadi tidak perlu memproduksinya dulu.
Begitu juga dengan sikap kita yang serba tergantung pada produk impor. Sikap ini sepenuhnya masalah psikologis terutama psikologi sosial. Entah apa yang ada dalam hati dan pikiran warga sehingga 'sulit sekali untuk diajak mengolah' sumberdaya yang tersedia. Mungkin, gairah hidup warga perlu diubah dari mengejar kesempatan untuk mengonsumsi tetapi mengejar kesempatan untuk mengekspresikan diri. Kreatifitas bisa saja muncul ketika orang ingin mewujudkan apa yang terpikir olehnya. Seperti para seniman pahat, mereka mengeluarkan tenaga untuk mewujudkan apa yang ada dalam pikirannya meskipun perlu waktu yang tidak sebentar. Ketika gairah untuk mengolah ini ada, maka akan ada rasa untuk menikmati prosesnya. Dan, kita pun akan puas melihat hasilnya.
Mungkin, gairah untuk mengolah ini jarang muncul karena adanya pengaruh dari pola pendidikan formal yang tidak menekankan aplikasi ilmu pengetahuan. Ilmu hanya hapalan yang lewat begitu saja. Perasaan untuk mengaplikasikan pengetahuan bisa muncul karena adanya harapan untuk perbaikan hidup di masa depan.
Untuk itu, saya selalu menekankan bahwa warga desa sebaiknya memiliki bayangan masa depan tentang desanya. Keindahan hidup masa depan bisa merangsang manusia untuk terus dan terus memperbaiki diri. Dengan adanya niat untuk memperbaiki kehidupan, maka selalu muncul ide tentang bagaimana cara untuk mengubah kondisi dari yang sudah ada sebelumnya.
Saya mencoba untuk menekankan bahwa mengolah adalah kegiatan yang menyenangkan. Layaknya seni, maka mengolah pun adalah seni untuk mengekspresikan diri. Mengolah apa saja. Ada beras maka bisa kita olah menjadi kue. Ada kayu maka kita olah menjadi mebel. Ada tanah kita olah menjadi batu bata. Coba kita bayangkan, jika kita adalah anak-anak yang sedang bermain tanah. Mereka terlihat senang dengan kreasinya masing-masing. Ada yang membuat patung, boneka atau rumah-rumahan. Terkadang jiwa anak-anak kita perlu dibangkitkan lagi untuk melahirkan kreatifitas.
Menurut saya, jiwa mengolah ini harus ditanamkan sejak dini supaya manusia Indonesia menjadi manusia pengolah. Ada banyak kesempatan tercipta karena adanya keinginan untuk mengolah apa yang ada. Banyak ilmuwan yang mengatakan bahwa sudah selayaknya rakyat Indonesia berdikari  dalam ekonomi karena sumberdaya yang dibutuhkan sudah tersedia. Jika dulu anak-anak kita ditekankan untuk mencari kerja ketika sudah dewasa, maka sekarang mereka arahkan untuk mengolah alam ketika besar nanti. Akan ada banyak industri yang terbangun dan ada banyak lapangan kerja yang bisa dibuka. Kemudian, kemandirian ekonomi yang dicita-citakan bisa terwujud. Insya Alloh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar...