Sabtu, 21 Juni 2014

Memformalkan Organisasi Usaha

Sumber ; Google
Ada fenomena menarik ketika mencermati bentuk usaha yang dijalankan para pengusaha kecil terutama di pedesaan. Kebanyakan dari mereka, organisasi usahanya masih informal. Usaha yang dijalankan tidak terdaftar di Dinas Perdagangan setempat. Usaha seperti ini tidak dipungut pajak karena memang tidak mengharapkan adanya pemungutan pajak.
Manajemen yang diterapkan pun masih bersifat tradisional dalam arti tidak diterapkannya teori manajemen organisasi modern. Masih banyak pengelolaannya didasarkan pada 'otoritas' pemilik usaha yang juga sekaligus sebagai pemimpin usaha. Usaha yang dikelola bukan berdasarkan rencana yang sudah disepakati tetapi sepenuhnya adalah keinginan dan hasil pemikiran pemimpin usaha.
Terkadang, ada situasi dimana manajemen usaha masih berdasarkan kekeluargaan. Dalam pengertian, perekrutan hingga sistem kerja berdasarkan kedekatan keluarga bukan berdasarkan keahlian. Ini bukanlah hal yang dilarang. Hanya saja, apabila usaha sudah berkembang besar, sangat sulit untuk mengatur kinerja organisasi berdasarkan kedekatan keluarga saja. Bukan berarti usaha keluarga tidak bisa menjadi formal. Ini sangat bergantung pada keinginan pemilik usaha, apakah akan menjadikan usahanya berkembang atau tidak. Kita melihat banyak contoh dimana usaha keluarga yang diformalkan bisa berkembang karena mengikuti kaidah manajemen modern seperti Bakrie and Brother.
Saya tertarik membahas formalisasi usaha kecil ini, karena ternyata ada usaha informal ini memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sudah saatnya kita berpikir bagaimana usaha informal ini mengubah paradigma usahanya agar ada perkembangan. Saya membayangkan, jika dimasa depan usaha-usaha informal ini menjadi lokomotif pembangunan. Ditengah industrialisasi dan globalisasi ekonomi, perlu adanya pengusaha-pengusaha baru yang akan menggerakan sumberdaya yang ada di negeri ini.
Keengganan Memformalkan Usaha
Para pengusaha di desa-desa masih memiliki keengganan untuk memformalkan organisasi usahanya karena berbagai alasan.
Pertama, organisasi formal dirasa sulit karena ada banyak teori organisasi yang harus dipelajari. Para pengusaha berpikir bahwa organisasi formal rumit dalam hal pelaksanaan teknis dan administrasi. Misalnya, pembukuan keuangan harus dilakukan dalam organisasi formal. Padahal, ada banyak pengusaha yang 'malas' membukukan keuangannya. Mungkin, alasan kerahasiaan menjadi yang dominan.
Kedua, pengusaha kecil tidak memiliki niat untuk mengembangkan usahanya lebih lanjut. Suatu hal yang sulit diterima apabila usaha dengan kapital besar tidak diorganisasikan dengan baik. Perlu adanya pengelolaan yang profesional dalam menjalankan perusahaan berskala besar. Mungkin, para pengusaha tidak berpikir bahwa suatu saat usahanya akan menjadi besar. Alasan yang menyatakan bahwa usahanya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga masih ada dalam anggapan mereka. Padahal sebagai pengusaha kecil, kita harus memiliki keinginan untuk mengembangkan usaha kita lebih besar supaya bisa memberi manfaat yang lebih besar bagi diri kita dan orang lain.
Ketiga, kesan kaku pada organisasi formal masih melekat. Kekakuan ini hanyalah kesan yang timbul dari struktur organisasi yang terbentuk. Tetapi, tidak setiap organisasi formal ini bersifat kaku karena sangat bergantung pada bagaimana manajemen yang diterapkan. Mungkin, kesan kaku ini timbul jika melihat organisasi formal di bidang pemerintahan yang terkesan birokratis. Untuk itu, pengetahuan organisasi dan seni mengelola organisasi harus terus ditingkatkan agar tidak terjebak pada anggapan seperti ini.
Kenapa Harus Diformalkan?
Organisasi formal menjadi tuntutan pembangunan diera modern seperti sekarang ini. Meskipun andil usaha informal sangat besar dalam menggalakan perekonomian nasional, tetapi ada banyak 'desakan' dari luar sistem usaha yang sudah terbangun. Desakan yang dimaksud, diantaranya kemajuan teknologi informasi yang menuntut untuk menggunakan identitas usaha dalam memasarkan produknya. Ketika kita memasang iklan di media massa sudah selayaknya mencantumkan nama perusahaaan kita atau setidaknya merek produk yang dipasarkan. Upaya untuk mamasarkan produk akan terasa sulit jika ketidakjelasan identitas usaha yang kita sampaikan kepada masyarakat luas.
Selanjutnya, desakan akan arus globalisasi ekonomi. Ketika kita dihadapkan pada beredarnya produk impor yang mambanjiri pasar dalam negeri, maka identitas produk lokal perlu ada penegasan. Identitas produk yang dipasarkan harus bisa dibedakan antara produk impor atau lokal. Meskipun usaha kita 'hanya' makanan di pinggir jalan, dengan penegasan identitas bisa saja konsumen tertarik akan 'kelokalan' produk kita. Misalnya, ada banyak makanan seperti baso dari China, maka bisa saja kita memenangkan persaingan dengan menampilkan identitas kelokalan produk kita. Mungkin, karena kita bisa menentukan segmen pasar yang akan dibidik.
Upaya untuk memformalkan usaha kita juga sebagai pembelajaran bagi generasi muda. Dimana, manajemen yang ktia terapkan bisa menjadi bahan untuk pengembangan usaha di masa depan. Harus dipahami, bahwa bentuk usaha informal kurang diminati bagi generasi muda yang terbiasa belajar formal di sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Ada perbedaan mencolok diantara keduanya. Anak muda serasa mengalami kesulitan mengaplikasikan ilmunya karena mereka terbiasa mengenyam teori-teori formal. Formalisasi usaha bukan berarti meninggalkan filosofi usaha yang sudah ada dimana secara tradisi terbukti berhasil. Justru, formalisasi usaha memperkuat filososi yang sudah ada.  Manajemen yang sudah dibangun pun bisa saja diformulasikan dalam teori manajemen perusahaan. Ada banyak perusahaan keluarga yang awalnya informal masih tetap bisa mempertahankan 'gaya usahanya' walaupun merubah bentuk organisasi usahanya. Salah satunya, perusahaan jamu Sido Muncul di Semarang.
Meskipun usaha kita masih kecil, dengan formalisasi usaha bisa meningkatkan 'gengsi' perusahaan. Ketika itu terangkat, para calon tenaga kerja terlatih pun tidak enggan untuk bergabung. Apa kepentingannya? Tenaga kerja terlatih sangat dibutuhkan untuk mengembangkan usaha. Pemilik usaha akan dimudahkan dengan pengetahuan dan kemampuan yang mereka miliki. Pengusaha berharap dengan bergabungnya tenaga kerja terlatih ini, menjadi modal tak ternilai untuk perkembangan usaha di masa depan.
Formalisasi usaha juga bisa menjadi upaya untuk menjaring tenaga calon kerja di pedesaan agar tidak urbanisasi ke kota. Ada harapan besar bagi para pencari kerja untuk bisa bekerja di sektor formal. Kepastian pendapatan bisa menjadi alasan utama kenapa mereka mencari pekerjaan formal. Bisa jadi, pekerjaan formal menjadi pilihan utama dala menentukan karier. Hal itu bisa dimengerti, karena organisasi formal memiliki jenjang karir yang jelas dibanding usaha informal yang sering dijalankan pengusaha kecil.
Keuntungan Memformalkan Usaha
Jika para pengusaha kecil berkeinginan untuk menformalkan usahanya maka kita akan mendapatkan beberapa kuntungan. Diantaranya, kemudahan birokrasi, kemudahan menentukan besaran pajak, memudahkan syarat pengajuan kredit ke Bank dan bisa juga mempermudah klaim asuransi.
Saat ini, usaha yang ingin mendapatkan modal biasanya mengajukan permohonan ke Bank atau lembaga keuangan lainnya. Dalam mengajukan kredit, para pengusaha kecil kesulitan karena tidak mempunyai jaminan. Padahal, tidak selalu harus ada jaminan asalkan usaha kita memiliki catatan administrasi yang baik dan rajin membayar pajak. Tingkat kepercayaan Bank kepada usaha kecil diharapkan meningkat jika para pengusaha sendiri menunjukan 'keseriusan' usahanya.
Untuk semua itu, sudah saatnya kita mempunyai rencana untuk mengembangkan usaha kita dengan memformalkan usaha kita. Saya pikir tidak ada perusahaan informal dengan aset hingga milyaran rupiah kecuali gangster!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar...