Perlukah
Kondisi Sosial Direkayasa?
Disengaja atau tidak, kondisi sosial selalu
berubah. Hanya saja kita sebagai anggota masyarakat sepertinya tidak bisa
menerka kemana arah perubahan. Terkadang, hanya gejala dari perubahan itu yang
nampak di permukaan. Perubahan dianggap baik jika menguntungkan atau
menghasilkan dampak positif. Sebaliknya, dianggap jelek jika dianggap merugikan atau berdampak
negatif. Perubahan seperti itu lebih banyak ditolak oleh warga.
Perubahan akan kondisi dari aman menjadi tidak
aman adalah salah satu contoh perubahan itu. Banyak orang tua yang mengeluhkan
kondisi sosial di desanya saat ini. Bila dibandingkan masa lalu, desa dianggap
lebih bisa membawa kenyamanan bagi warganya. Dari sisi spiritual, warga desa
bisa terpenuhi kebutuhannya. Walaupun dari sisi finansial belum maksimal,
tetapi 'kesederhanaan' cara hidup orang desa mengantarkan desa pada situasi
yang menenangkan.
Untuk menjawab keluhan itu, saya berpikir bahwa
perlu adanya rekayasa sosial di pedesaan. Rekayasa itu dituangkan dalam rencana
jangka panjang dengan menggunakan pendekatan pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Ini adalah teori yang diterapkan pemerintah dalam skala nasional. Hanya saja,
untuk skala pedesaan kita harus punya rencana terperinci dalam rangka
menyiptakan kondisi sosial yang kondusif.
Sasaran
Rekayasa Sosial
Dalam merencanakan sebuah perubahan sosial,
kiranya perlu ditetapkan sejak awal sasaran yang ingin dituju. Sasaran tidak boleh bersifat umum seperti 'ingin
menyiptakan kondisi sosial yang kondusif'. Tetapi, sasaran rencana harus lebih
spesifik pada cita-cita masa depan yang ingin dicapai.
Saya menyarankan jika sasaran rekayasa sosial
di desa menekankan pada kebutuhan warganya. Misalnya, sasaran rekayasa sosial
di desa Sukamerang adalah 'terpenuhinya kebutuhan finansial, sosial dan
spiritual warga'. Sasaran tersebut lahir dari pemikiran bahwa
kenyamanan dan ketentraman yang diharapkan bisa tercapai apabila kebutuhan
tersebut terpenuhi. Memang, kebutuhan manusia tidak ada angka standar yang
pasti. Hanya saja, kita bisa melakukan survey untuk menentukan kebutuhan setiap
warga.
Bagaimana jika kita tidak menetapkan sasaran
rekayasa sosial? Saya pikir arah pembangunan sosial _dan juga ekonomi_ menjadi
tidak punya arah atau serampangan. Mungkin, kondisi sosial di pedesaan akan
sangat terpengaruh oleh realitas sosial di luar daerah. Arus globalisasi hanya
akan menjadi hal yang 'menakutkan' bukan sebagai kesempatan untuk mengembangkan
tata kehidupan.
Saya khawatir, ada banyak protes di kemudian
hari atas situasi tidak mengenakan yang timbul. Sekarang pun, banyak keluhan
atas situasi yang tidak diduga
sebelumnya. Orang hanya bisa berkata, "kenapa bisa begini?". Kekagetan
itu tidak akan terjadi jika ada sasaran perubahan sedari sekarang. Apabila ada
penyimangan dari rencana awal, kita bisa memakluminya karena sudah paham akan
'kenapa terjadi kegagalan'.
Apabila ada sasaran yang jelas, saya pikir pola
pengendalian pun akan lebih mudah. Sebuah manajemen sosial diterapkan dalam
skala lokal yang dimulai dari pemahaman bersama akan rencana yang sudah
ditetapkan. Melalui sosialisasi berkala, diharapkan warga memahami pola-pola
perubahan yang diinginkan. Maka dari itu, perlu ada pemimpin rekayasa
sosial ini. Mereka bisa berasal dari berbagai elemen seperti pemerintah desa,
ulama atau industrialis.
Strategi
Rekayasa Sosial
Sebagaimana tercantum dalam Pembangunan MasyarakatDesa , kita perlu mengambil langkah untuk menentukan strategi rekayasa
sosial yang seimbang dan berkesinambungan. Dengan rencana yang mantap, bukan
hal yang tidak mungkin jika rekayasa tersebut berhasil.
Setiap sektor kebutuhan dapat dijabarkan dengan
terperinci dan ditentukan bagaimana untuk mencapainya. Rencana yang terperinci
sebaiknya diketahui dan dipahami bersama. Layaknya diagram alur, ada
langkah-langkah strategis dan langkah teknis yang mesti dijalankan. Hal yang
pasti, visi pembangunan yang jelas harus ada dalam setiap pemikiran warga.
Konsep ini terdengar muluk-muluk, tetapi jika
ada rangkaian kerja yang sistematis maka saya yakin warga _siapa pun_ akan
menyetujui dan mengikuti apa yang telah digariskan. Rencana itu
disosialisasikan dalam bentuk papan reklame yang dipasang di pinggir jalan. Ini
bentuk penyerapan informasi untuk menyamakan pemikiran. Layaknya iklan produk
komersil, saya yakin promosi rencana kerja akan mempengaruhi cara berpikir
warga.
Industri
sebagai Alat
Pada tulisan Industri sebagai Lokomotif Pembangunan, saya sudah mengemukakan bahwa industri bisa
menjadi lokomotif pembangunan. Begitu juga dalam hal rekayasa sosial, industri
bisa menjadi penentu kondisi sosial kemasyarakatan. Banyak kawasan industri di
beragai daerah di Indonesia yang turut serta mengubah kondisi sosial di
sekitarnya.
Untuk itu, kita harus punya pemikiran positif
bahwa industri pun bisa membawa desa kita pada kondisi sosial yang kondusif. Industrialis
sebagai pemegang kepentingan, harus memiliki niat dan visi masa depan yang
lebih baik tentang masyarakat di sekitarnya. Peran serta perusahaan di tengah
masyarakat sudah menjadi bagian dari tradisi manajemen modern.
Perusahaan perlu mencantumkan rencana rekayasa
sosial yang disampaikan kepada internal dan seluruh pihak yang berkepentingan.
Perlu diingat bahwa alasan untuk berdirinya perusahaan adalah untuk melayani
masyarakat. Sinkronisasi kepentingan saya pikir akan
membawa keharmonisan diantara perusahaan dan warga sekitarnya. Bukan
sebaliknya, dimana konflik sering terjadi ketika perusahaan tidak bisa
menyesuaikan dengan kepentingan warga desa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar...