Kamis, 30 Oktober 2014

Peran Industri dalam Rekayasa Sosial di Pedesaan

Perlukah Kondisi Sosial Direkayasa?
Disengaja atau tidak, kondisi sosial selalu berubah. Hanya saja kita sebagai anggota masyarakat sepertinya tidak bisa menerka kemana arah perubahan. Terkadang, hanya gejala dari perubahan itu yang nampak di permukaan. Perubahan dianggap baik jika menguntungkan atau menghasilkan dampak positif. Sebaliknya, dianggap jelek  jika dianggap merugikan atau berdampak negatif. Perubahan seperti itu lebih banyak ditolak oleh warga.
Perubahan akan kondisi dari aman menjadi tidak aman adalah salah satu contoh perubahan itu. Banyak orang tua yang mengeluhkan kondisi sosial di desanya saat ini. Bila dibandingkan masa lalu, desa dianggap lebih bisa membawa kenyamanan bagi warganya. Dari sisi spiritual, warga desa bisa terpenuhi kebutuhannya. Walaupun dari sisi finansial belum maksimal, tetapi 'kesederhanaan' cara hidup orang desa mengantarkan desa pada situasi yang menenangkan.
Untuk menjawab keluhan itu, saya berpikir bahwa perlu adanya rekayasa sosial di pedesaan. Rekayasa itu dituangkan dalam rencana jangka panjang dengan menggunakan pendekatan pemenuhan kebutuhan masyarakat. Ini adalah teori yang diterapkan pemerintah dalam skala nasional. Hanya saja, untuk skala pedesaan kita harus punya rencana terperinci dalam rangka menyiptakan kondisi sosial yang kondusif.
Sasaran Rekayasa Sosial
Dalam merencanakan sebuah perubahan sosial, kiranya perlu ditetapkan sejak awal sasaran yang ingin dituju. Sasaran  tidak boleh bersifat umum seperti 'ingin menyiptakan kondisi sosial yang kondusif'. Tetapi, sasaran rencana harus lebih spesifik pada cita-cita masa depan yang ingin dicapai.
Saya menyarankan jika sasaran rekayasa sosial di desa menekankan pada kebutuhan warganya. Misalnya, sasaran rekayasa sosial di desa Sukamerang adalah 'terpenuhinya kebutuhan finansial, sosial dan spiritual warga'. Sasaran tersebut lahir dari pemikiran bahwa kenyamanan dan ketentraman yang diharapkan bisa tercapai apabila kebutuhan tersebut terpenuhi. Memang, kebutuhan manusia tidak ada angka standar yang pasti. Hanya saja, kita bisa melakukan survey untuk menentukan kebutuhan setiap warga.
Bagaimana jika kita tidak menetapkan sasaran rekayasa sosial? Saya pikir arah pembangunan sosial _dan juga ekonomi_ menjadi tidak punya arah atau serampangan. Mungkin, kondisi sosial di pedesaan akan sangat terpengaruh oleh realitas sosial di luar daerah. Arus globalisasi hanya akan menjadi hal yang 'menakutkan' bukan sebagai kesempatan untuk mengembangkan tata kehidupan.
Saya khawatir, ada banyak protes di kemudian hari atas situasi tidak mengenakan yang timbul. Sekarang pun, banyak keluhan atas situasi  yang tidak diduga sebelumnya. Orang hanya bisa berkata, "kenapa bisa begini?". Kekagetan itu tidak akan terjadi jika ada sasaran perubahan sedari sekarang. Apabila ada penyimangan dari rencana awal, kita bisa memakluminya karena sudah paham akan 'kenapa terjadi kegagalan'.
Apabila ada sasaran yang jelas, saya pikir pola pengendalian pun akan lebih mudah. Sebuah manajemen sosial diterapkan dalam skala lokal yang dimulai dari pemahaman bersama akan rencana yang sudah ditetapkan. Melalui sosialisasi berkala, diharapkan warga memahami pola-pola perubahan yang diinginkan. Maka dari itu, perlu ada pemimpin rekayasa sosial ini. Mereka bisa berasal dari berbagai elemen seperti pemerintah desa, ulama atau industrialis.
Strategi Rekayasa Sosial
Sebagaimana tercantum dalam Pembangunan MasyarakatDesa , kita perlu mengambil langkah untuk menentukan strategi rekayasa sosial yang seimbang dan berkesinambungan. Dengan rencana yang mantap, bukan hal yang tidak mungkin jika rekayasa tersebut berhasil.
Setiap sektor kebutuhan dapat dijabarkan dengan terperinci dan ditentukan bagaimana untuk mencapainya. Rencana yang terperinci sebaiknya diketahui dan dipahami bersama. Layaknya diagram alur, ada langkah-langkah strategis dan langkah teknis yang mesti dijalankan. Hal yang pasti, visi pembangunan yang jelas harus ada dalam setiap pemikiran warga.
Konsep ini terdengar muluk-muluk, tetapi jika ada rangkaian kerja yang sistematis maka saya yakin warga _siapa pun_ akan menyetujui dan mengikuti apa yang telah digariskan. Rencana itu disosialisasikan dalam bentuk papan reklame yang dipasang di pinggir jalan. Ini bentuk penyerapan informasi untuk menyamakan pemikiran. Layaknya iklan produk komersil, saya yakin promosi rencana kerja akan mempengaruhi cara berpikir warga.
Industri sebagai Alat
Pada tulisan Industri sebagai Lokomotif Pembangunan, saya sudah mengemukakan bahwa industri bisa menjadi lokomotif pembangunan. Begitu juga dalam hal rekayasa sosial, industri bisa menjadi penentu kondisi sosial kemasyarakatan. Banyak kawasan industri di beragai daerah di Indonesia yang turut serta mengubah kondisi sosial di sekitarnya.
Untuk itu, kita harus punya pemikiran positif bahwa industri pun bisa membawa desa kita pada kondisi sosial yang kondusif. Industrialis sebagai pemegang kepentingan, harus memiliki niat dan visi masa depan yang lebih baik tentang masyarakat di sekitarnya. Peran serta perusahaan di tengah masyarakat sudah menjadi bagian dari tradisi manajemen modern.
Perusahaan perlu mencantumkan rencana rekayasa sosial yang disampaikan kepada internal dan seluruh pihak yang berkepentingan. Perlu diingat bahwa alasan untuk berdirinya perusahaan adalah untuk melayani masyarakat. Sinkronisasi kepentingan saya pikir akan membawa keharmonisan diantara perusahaan dan warga sekitarnya. Bukan sebaliknya, dimana konflik sering terjadi ketika perusahaan tidak bisa menyesuaikan dengan kepentingan warga desa.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar...