Jumat, 20 Juli 2018

Alat: Jika Tidak Digunakan, Ya Tidak Bermanfaat

Coba lihat disekeliling kita, begitu banyak alat yang bisa kita gunakan. Berapa banyak  yang sudah digunakan dengan optimal?

Alat sesederhana seperti sapu pun jarang digunakan. Bila sering, kenapa lingkungan kita masih kotor. Sampah berserakan dimana-mana.

Bila kita punya sebilah golok, buat digunakan apa? Untuk membuat kerajinan, menebang pohon atau 'membunuh orang'?

Alat bisa berfungsi jika ADA RENCANA.
Untuk urusan rencana ini, saya ingin menekankan bahwa kita tidak usah membatasi diri. Persepsi kita tentang hari akhirat dan kematian semestinya bukan membatasi kita untuk punya 'rencana masa depan' bagi anak-cucu.
Warisan tidak hanya materi, tetapi juga 'warisan immateri' berupa ide-ide dan rencana aksi demi mendapatkan ridho Illahi.

Saya menyaksikan sendiri, bagaimana suatu komunitas menjadi 'kebingungan' karena tidak adanya kompas. Layaknya kapal yang ditinggal mati oleh nahkodanya, komunitas itu terombang-ambing tanpa jelas tujuan. Para kru kapal pun bingung harus berbuat apa karena tidak ada 'dokumen rencana pelayaran'.

Sebuah rencana -yang sederhana pun- merupakan sebuah 'seni olah jiwa'. Di dalamnya, kita diajak bewisata tanpa harus kemana-mana. Berselancar dalam dimensi waktu yang belum teralami. Keinginan untuk memahami dan mensejahterakan diri adalah motifasi tinggi untuk terus 'menyelami jiwa kita sendiri'.

Investasi.
Itulah kata yang belum 'merasuk' ke dalam pemikiran kita. Kita sering menyalahkan orang asing yang berinvestasi di dalam negeri, tetapi dana pribadi kita sendiri hanya 'disimpan' untuk 'kesenangan pribadi'.

Kepemilikan alat adalah bentuk investasi. Tentu saja, mesti digunakan. Namun, setidaknya alat-alat itu jadi sarana 'memudahkan produksi'.

Apabila jiwa kita masih 'jiwa konsumsi' maka dengan alat kita bisa mengubah menjadi 'jiwa produksi'. Itu saya alami. Dengan smartphone, saya tidak hanya berupaya menghabiskan kuota tetapi juga memfoto lingkungan sekitar untuk mengikuti lomba.

Alhamdulillah. Bagi saya alat adalah suatu sarana untuk 'mengekspresikan diri'. Alat mengubah isi pikiran dari kenyataan. Sekali lagi, kuncinya adalah isi pikiran. Pikiran kita mesti penuh dengan pikiran positif. Dengannya, alat akan menjadi sangat bermakna.

Kita bisa paham bahwa alat hanya 'seonggok' materi tidak bernyawa. Kitalah yang harus 'memberinya nyawa'.

Alat pun memang bisa mengurangi pekerja jika tidak bijaksana. Makanya berpikir lebih berulang kali untuk membeli alat itu lebih baik daripada hanya mendatangkan perubahan tidak terduga. Misalnya, mesin pengerek padi bisa mengurangi jumlah pekerja saat panen dalam jumlah yang signifikan.

Alat jelas bisa meningkatkan produksi. Itu pun jika kita punya jiwa produksi. Bagi orang Asia Timur, memproduksi barang sudah menjadi budaya positif. Budaya itu sangat menunjang kemajuan perdagangan. Dengan alat, akan ada banyak jumlah barang yang diproduksi. Biarpun menumpuk di gudang, ada produk yang bisa dijual.


***

Alat, benar-benar bermanfaat jika kita cermat. Alat akan menjadi pemicu kemajuan, tentu saja asal kita mau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar...