Selasa, 30 Juli 2013

Reformasi Pemikiran Orang Desa


Reformasi pemikiran perlu dilakukan sebelum mengubah banyak hal tentang diri dan lingkungan kira. Ternyata, begitu sulit membangun kehidupan di pedesaan ketika orang desa sendiri masih menggunakan pemikiran lama sebagai tolak ukurnya. Sebagai contoh, ketika orang desa masih beranggapan bahwa menjadi karyawan/bekerja lebih baik daripada berwirausaha maka sepertinya sulit untuk diajak mengembangkan desanya menjadi desa mandiri. Masih saja ada ketergantungan penduduk desa kepada penduduk kota yang begitu besar .
Selain itu, diantara pemikiran lama yang sepertinya harus diubah adalah bagaimana orang desa menyadari alam sebagai limpahan karunia. Orang desa belum menyadari sepenuhnya bahwa Alloh SWT telah menjadikan desa tempat kelahirannya sebagai rizki tak ternilai. Apabila pemikiran itu belum ada maka jangan aneh kalau orang desa belum memiliki rasa percaya diri dan kurang bersyukur atas anugerah alam yang diberikan-Nya.
Sering kita mendengar suara keputusasaan orang desa akan kondisi desanya sendiri. Kecendrungan wilayah pedesaan yang kurang tersentuh pembangunan dijadikan kambing hitam atas 'ketidakberuntungan' tinggal di desa. Suara-suara keputusasaan ini jelas harus hilang dalam benak orang desa karena Alloh sudah melimpahkan 'segalanya' bagi orang desa.  
Energi negatif yang ada dalam diri orang desa seyogyanya bisa sirna dengan asupan ilmu pengetahuan tanpa henti. Ada banyak bukti bagaimana ilmu pengetahuan memompa semangat dan kepercayaan diri manusia. Dengan ilmu pengetahuan,  orang bisa mengubah dunia. Apalagi 'sekedar' mengubah desanya menjadi lebih baik untuk kehidupan sejahtera di masa depan.
Sebagai orang desa,  pencarian makna dalam diri harus dimulai terlebih dahulu sebelum membangun desanya. Ada banyak teori, program dan anjuran para akademisi  untuk membangun desa secara fisik. Apa yang saya rasakan, ternyata pembangunan fisik itu sulit berjalan ketika orang desa sendiri belum memiliki makna hidup sebagai orang desa. Makna disini maksudnya adalah bagaimana orang desa punya keteguhan hati dan keinginan kuat untuk menjadikan desanya maju dan sejahtera.
Keinginan yang kuat itu tidak datang begitu saja tetapi tentu saja melalui proses pendidikan formal ataupun informal. Selayaknya anak-anak di pedesaan diajak dan diajarkan untuk menjadikan desanya laboratorium kehidupan yang sebenarnya. Segala aktifitas terpusat di sana. Mereka mengacu kepada bagaimana mereka menjadikan masa depan desa lebih baik dan lebih baik lagi. Terkadang, anak desa diajari 'teknologi terkini' tetapi tidak diajari bagaimana hidup 'survival' di desanya sendiri. Imajinasi mereka dijejali kemajuan kota  bukan kemajuan desanya di masa depan.
Rancangan desa di masa depan memang sudah disosialisasikan kepada generasi muda sejak awal. Ketika saat ini desa masih hamparan tanah yang kurang produktif maka para anak muda sudah memiliki 'gambaran utuh' tentang situasi masa depan desanya. Peran orang tua sangat dominan disini.  Orang tua harus tegas menceritakan cita-cita mereka kepada anak-anaknya ingin seperti apa kehidupan desanya ketika terjadi pergantian generasi. Jangan sampai anak muda pedesaan tidak memiliki cita-cita. Hal yang justru terjadi adalah adanya 'rantai yang hilang' antara cita-cita orang tua dan anak-anaknya.
Cita-cita orang tua bisa tergambar dalam bentuk lisan maupun tulisan. Saya memahami cita-cita orang tua saya dari lisan kemudian saya gambar dalam sehelai kertas. Saya menggambar rumah, kandang ayam, kandang domba, kolam ikan dsb. Sehingga tergambar secara jelas apa yang harus saya lakukan kini dan nanti. Kami bekerja sama menggapai cita-cita bersama. Alhamdulillah, pelan tapi pasti satu-persatu kami dapat menyelesaikan proyek rumah tangga dan merasakan hasilnya dalam waktu dekat.
Kerjasama antara anak dan orang tua adalah bentuk interaksi alami baik ditinjau dari aspek sosiologis maupun biologis.  Sebagai makhluk hidup, interaksi ini memiliki makna mendalam karena melibatkan emosional. Ikatan fisis antara keduanya begitu melekat.  Energi yang memancar dari pemikiran dan perilaku anak dan orang tua begitu dahsyat karena adanya gelombang elektromagnetik antara dua atau lebih manusia di dalamnya.
Pola interaksi ini yang sering tidak disadari oleh masyarakat desa. Para orang tua justru menjauhkan anak-anaknya dari desanya sendiri. Tradisi merantau dan membangun kehidupan sendiri seakan sudah melekat dalam pemikiran kita. Akhirnya, pembangunan desa terbengkalai karena setiap orang memiliki cita-cita yang berbeda. Anak dan orang tua berbeda keinginan dan gambaran akan masa depan yang mapan. Cita-cita lama tidak terlaksana dan hilang ditelan zaman. Cita-cita yang baru belum tentu tercapai. Dan begitu seterusnya, berulang tapi tidak berkesinambungan.
Pembangunan yang berkesinambungan adalah pembangunan desa yang seharusnya. Itu memerlukan waktu yang tidak sebentar bahkan antar generasi.  Pembangunan yang berkesinambungan tidak terlaksana mungkin karena generasi selanjutnya tidak tahu apa dan bagaimana cita-cita generasi sebelumnya. Untuk itu, dokumentasi menjadi sangat penting untuk memahami pemikiran masing-masing. Dan itu kelemahan kita. Masyarakat kita tidak punya kebiasaan  untuk menuangkan pikiran dalam bentuk tulisan maupun lukisan. Makanya, saya memulai kebiasaan itu dengan menuliskan di buku catatan harian saya yang berisi pemikiran dan cita-cita masa depan. Ada juga yang dilukis dan didokumentasikan walupun bukan lukisan rapi tidak setidaknya pokok pikirannya dapat dipahami oleh pembacanya.
Sudah menjadi kelemahan bangsa ini ketika kita malas membaca. Kegiatan membaca banyak buku, koran dan media massa lainnya jelas akan mempengaruhi jalan pikiran yang tertuang dalam tulisan kita. Semakin banyak wawasan kita tentang dunia ini maka akan semakin tinggi pula cita-cita yang kita miliki untuk generasi masa depan. Ilmu memegang peranan kunci kemajuan manusia. Ilmu pengetahuan bisa menerawang masa depan bahkan menciptakannya. Ada pendapat bahwa cara termudah untuk memprediksi masa depan adalah dengan menciptakannya.
Menciptakan masa depan yang lebih mapan tentu saja perlu perencanaan yang sistematis. Meskipun tidak harus formal, rencana sistematis itu perlu supaya kita dan orang disekitar kita terus berjalan pada 'rel' yang sebenarnya. Rel yang kita sepakati bersama sejak awal bukan rel yang membawa kita pada kesengsaraan dan kehidupan yang tidak menentu. Kesepakatan itu terlaksana ketika semua orang secara sadar terjun langsung menjalankan apa yang telah dimulai. Bukan sebaliknya, setiap generasi memulai kembali dari awal.

Pelaksanaan yang Baik Diawali dengan Perencanaan yang Baik
Orang desa sepertinya tidak biasa merencanakan usahanya _bahkan hidupnya_ sejak awal. Saya memperhatikan situasi di desa tempat saya tinggal. Ada istilah bahwa hidup itu mengalir begitu saja. Begitu sering saya perhatikan para petani di desa yang tidak mengalami perkembangan padahal dia bisa melakukannya jika ada kemauan dan usaha. Atau, para pedagang yang berjualan 'sekedarnya' saja padahal dia bisa memutar otak untuk menjalankan berbagai strategi bisnis. Hingga saat ini saya belum faham betul apa yang ada dalam pikiran mereka.
Untuk menjawab itu, saya memberanikan diri untuk terjun secara langsung sebagai 'orang desa tulen'. Saya bertani, tidak pergi ke kota dan mulai berinteraksi dengan mereka secara alami.  Anggap saja ini sebagai penelitian berperan serta dimana teorinya saya temukan di bukunya Dr. Deddy Mulyana M.A., Metode Penelitian Kualitatif. Ada beberapa jawaban yang mulai bermunculan untuk menjawab apa yang dalam pikiran orang desa. Salah satu jawaban itu adalah bahwa ternyata orang desa tidak biasa merencanakanan usahanya dalam jangka panjang.
Alur jawaban seperti demikian, orang desa tidak merencanakan usahanya karena mereka tidak punya mimpi tentang masa depan usahanya. Kebanyakan dari mereka tidak memiliki cita-cita untuk mengembangkan usahanya lebih lanjut. Dalam artian, usahanya saat ini sekedar untuk menutupi biaya hidup dalam jangka pendek. Bagi mereka, mencari uang cukup untuk sandang, papan, pangan, pendidikan anak-anak, sudah begitu saja.
Ketika melihat kenyataan ini, saya mulai mencoba menggali benang merah antara impian, rencana dan hasilnya di masa depan. Impian atau cita-cita masa depan sebaiknya dimanifestasikan dalam rencana tertulis atau tidak tertulis supaya dapat dipetik hasilnya nanti oleh beberapa generasi mendatang. Saya selalu ingin tahu apa impian orang tua saya dan generasi sebelumnya dengan terus melakukan 'wawancara informal'.  Ketika saya tahu impian orang tua saya maka saya coba menyusun rencana tertulis/terlukis dan mulai melaksanakannya. Walaupun hasilnya belum terasa seratus persen tetapi saya mulai melihat perbaikan kecil pada kehidupan kami sekeluarga. Kandang-kandang ternak mulai tertata rapi, kolam ikan diperluas bahkan kami sudah berencana untuk menjadikan rumah kami sebagai 'gudang pangan' warga yang membutuhkan.
Buat saya ini kemajuan luar biasa. Hal sederhana dimana siapa pun bisa melakukannya. Tapi, kenapa orang lain tidak melakukannya.  Sedikit sekali orang yang mau meneruskan cita-cita orang tuanya demi kemajuan desanya. Mungkin, keengganan ini terjadi karena tidak singkron antara cita-cita orang tua dan kemauan generasi penerusnya. Untuk itu, saya mencoba mengajak kepada siapa pun untuk mencoba berpikir tradisional-rasional. Berpikir tradisional artinya masih menggunakan pola pikir lama untuk kemajuan desa yang kita cintai. Berpikir rasional artinya tidak menggunakan perasaan atau egois dalam menentukan sikap tetapi mengambil manfaat dari pemikiran orang tua kita. Saya menggunakan pola pikir itu. Apa yang saya lakukan adalah hal yang sama dengan apa yang orang tua saya lakukan dulu. Saya hanya meneruskannya dan mengambil manfaatnya dengan maksimal lebih dari apa yang dicaapai orang tua saya dulu. Walaupun kita memiliki rencana pribadi yang ingin diraih, tetapi apa salahnya menjadikan rencana lama orang tua kita sebagai referensi kehidupan kita.