Kamis, 27 Oktober 2016

Bonus Demografi Berpotensi Tumbuhkan Ekonomi

Harus dipersiapkan dengan kebijakan yang concern di bidang kesehatan, pendidikan dan ketenagakerjaan.

Jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Bahkan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memproyeksikan bahwa jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2035 mendatang berjumlah 305,6 juta jiwa. Jumlah ini meningkat 28,6 persen dari tahun 2010 yang sebesar 237,6 juta jiwa.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Kepala Bappenas Armida S Alisjahbana mengatakan, meningkatnya jumlah penduduk pada tahun 2035 tersebut menyebabkan Indonesia menjadi negara kelima dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia.
Meski begitu, peningkatan jumlah penduduk Indonesia tersebut dibarengi dengan meningkatnya penduduk berusia produktif (usia 15 tahun sampai 65 tahun). Menurut Armida, Indonesia telah memasuki bonus demografi (rasio ketergantungan terhadap penduduk tak produktif) sejak tahun 2012, yakni 49,6 persen. Atas dasar itu, penduduk Indonesia yang produktif lebih banyak daripada penduduk yang tak produktif.
 
Pada tahun 2010, proporsi penduduk usia produktif adalah sebesar 66,5 persen. Proporsi ini terus meningkat mencapai 68,1 persen pada tahun 2028 sampai tahun 2031. Meningkatnya jumlah penduduk usia produktif menyebabkan menurunnya angka ketergantungan, yaitu jumlah penduduk usia tidak produktif yang ditanggung oleh 100 orang penduduk usia produktif dari 50,5 persen pada tahun 2010 menjadi 46,9 persen pada periode 2028-2031. Tetapi angka ketergantungan ini mulai naik kembali menjadi 47,3 persen pada tahun 2035.
 
Armida mengatakan, kontribusi penduduk berusia produktif ini telah terlihat dari peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang stabil. Fenomena ini terlihat juga di beberapa negara yang jumlah penduduknya turut meningkat dan kondisi ekonominya sama seperti Brazil, Rusia dan India. Bahkan di sejumlah negara lain, bonus demografi telah berkontribusi menumbuhkan ekonomi.
 
“Thailand, Tiongkok, Taiwan dan Korea bonus demografi di sana berkontribusi dengan pertumbuhan ekonomi antara 10-15 persen,” kata Armida di Jakarta, Jumat (7/2).
 
Ia berharap, bonus demografi ini dapat dimanfaatkan secara baik oleh pemerintah baik di pusat maupun di daerah. Manfaat bisa dilakukan dengan adanya kesiapan kebijakan seperti memperkuat investasi di bidang kesehatan, pendidikan maupun ketenagakerjaan. “Ini (bonus demografi) tidak otomatis untungkan kita, harus ada syaratnya,” katanya.
 
Misalnya dalam bidang pendidikan, Armida menyarankan agar wajib belajar terus diperpanjang menjadi 12 tahun. Lalu, jumlah drop out (DO) pelajar yang keluarganya berpenghasilan rendah harus dikurangi dan kurikulum juga harus direvisi. “Sekolah Dasar (SD) betul-betul diubah supaya dari kecil diajarkan cara berpikir lebih kreatif,” katanya.
 
Dari sisi kesehatan, lanjut Armida, juga harus dimulai nutrisi 1000 hari pertama sejak kelahiran. Menurutnya, dalam jangka waktu tersebut masa-masa untuk perkembangan otak. Sedangkan dari sisi ketenagakerjaan, bila perlu pemerintah terus menggenjot industri padat karya, pertanian, industri kreatif serta industri mikro, kecil dan menengah.
 
Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meluncurkan Buku Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035. Dalam kesempatan tersebut, Presiden menyatakan bahwa kependudukan merupakan topik yang sangat penting dalam pembangunan, karena pembangunan manusia pada dasarnya ditujukan kepada manusia atau people-centered development.
 
Menurutnya, pembangunan dilakukan pada saat manusia menjadi pelaku utama dari pembangunan itu sendiri yang diukur dari human resource development atau kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, pembangunan manusia harus menjadi prioritas dalam pembangunan. Presiden juga berharap pentingnya proyeksi penduduk sebagai prasyarat untuk merumuskan perencanaan pembangunan di masa depan secara lebih efektif dan efisien.

Sumber;
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52f4d97aa7ea3/bonus-demografi-berpotensi-tumbuhkan-ekonomi

Kamis, 20 Oktober 2016

Pengembangan Wilayah Pedesaan

Konsep pengembangan wilayah dikembangkan dari kebutuhan suatu daerah untuk meningkatkan fungsi dan perannya dalam menata kehidupan sosial, ekonomi, budaya, pendidikan dan kesejahteraan masyarakat. Pengaruh globalisasi, pasar bebas dan regionalisasi menyebabkan terjadinya perubahan dan dinamika spasial, sosial, dan ekonomi antarnegara, antardaerah (kota/kabupaten), kecamatan hingga perdesaan. Globalisasi juga ditandai dengan adanya revolusi teknologi informasi, transportasi dan manajemen. Revolusitersebut telah menyebabkan batas antara kawasan perkotaan dan perdesaan menjadi tidak jelas, terjadinya polarisasi pembangunan daerah, terbentuknya kota dunia (global cities), sistem kota dalam skala internasional, terbentuknya wilayah pembangunan antarnegara (transborderregions), serta terbentuknya koridor pengembangan wilayah baik skala lokal, nasional, regional dan internasional.
Di kawasan Asia globalisasi telah menciptakan polarisasi pembangunan yang sangat signifikan dalam bentuk megaurban region yang terjadi di kota-kota metropolitan di sepanjang pantai timur Tokyo, Seoul, Shanghai, Taipei, Hongkong, Guangzhou, Bangkok, Kuala Lumpur, Singapura, Jakarta, Bandung hingga Surabaya. Dalam skala antarnegara terjadi pemusatan di Bohai (Cina-Korea), Hongkong-Guangzhou, dan SIJORI (Singapura-Johor-Riau). Di Indonesia polarisaisi terpusat di sepanjang Sumatera (Medan-Palembang), dan Jawa (Jakarta-Bandung-Semarang-Surabaya). Koridor mega urban ini sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah sekitarnya terutama kabupaten, kecamatan dan desa-desa yang memiliki hubungan ekonomi dan pasar yang cukup kuat. Namun perubahan tersebut tidak diimbangi dengan penyediaan sarana dan prasarana wilayah yang memadai akibat keterbatasan pemerintah. Oleh karena itu, pihak swasta dan lembaga lainnya dapat berpartisipasi dalam pembangunan.
Berbagai dampak globalisasi ekonomi terhadap pembangunan lokal secara sederhana dapat dijelaskan sebagai berikut; Pertama, berubahnya orientasi pembangunan yang bertumpu pada peningkatan individu, kelompok dan pemberdayaan masyarakat dalam menghadapi persaingan global, sehingga masyarakat mampu bertahan (survive), mengembangkan diri dan meningkatkan kesejahteraan. Kedua, semakin pentingnya peran lembaga non pemerintah seperti, pihak swasta, masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam pelaksanaan pembangunan dan pembiayaan. Ketiga, terjadinya peningkatan urbanisasi di pinggiran kota besar dibandingkan di dalam kota besar itu sendiri. Hal ini sejalan dengan konsep yang dikembangkan oleh Mc. Gee pada tahun 1980-an. Batas antara kawasan perkotaan dan perdesaan semakin tidak jelas akibat pertumbuhan ekonomi, dimana kegiatan perkotaan telah berbaur dengan perdesaan dengan intensitas pergerakan investasi, ekonomi dan penduduk semakin tinggi.
Atas dasar uraian di atas, pengembangan wilayah merupakan bagian penting dari pembangunan suatu daerah terutama di perdesaan yang sangat rentan dan berat menghadapi perubahan yang berskala global. Perubahan ini, jika tidak didukung suatu perencanaan wilayahyang baik dengan mempertimbangkan aspek internal, sosial dan pertumbuhan ekonomi akan berakibat semakin bertambahnya desa-desa miskin. Perubahan paradigma perlu dilakukan dalam menata kembali daerah-daerah yang dikatagorikan miskin dan lemah agar mampu meningkatkan daya saing, manajemen produksi dan teknologi tepat guna berbasis lokal yang mampu mempengaruhi daerah lainnya secara timbal balik. Secara sederhana konsep pengembangan wilayah perlu dilakukan dalam perencanaan perdesaan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan memperkuat masyarakat di lapisan bawah agar dapat mempengaruhi pasar secara berkelanjutan.

Sumber : Wahyudin Sumpeno, Perencanaan Desa Terpadu,  2011