Kamis, 24 September 2015

Mengumpulkan Insinyur di Desa

Insinyur adalah sosok yang sangat penting dalam pembangunan, termasuk pembangunan di pedesaan. Untuk itu, harus ada perlakuan khusus bagi para insinyur ini.

Teknologi dan industri memegang peranan penting dalam memajukan perekonomian suatu negara sebut saja Amerika Serikat, Jerman, Jepang dan sosok penting dibalik kemajuan teknologi negara tersebut adalah ketersediaan insinyur yang kompeten dan banyak.

Menurut sebuah laporan dari The National Academies di AS menyebutkan sebesar 85% pertumbuhan pendapatan perkapita di AS disebabkan oleh kemajuan teknologi.

Oleh karena itu, sebaiknya keberadaan insinyur  dikumpulkan di satu tempat atau kota sehingga mereka lebih fokus luntuk menciptakan inovasi teknologi untuk Indonesia.

Pengamat prihatin apabila Jakarta menjadi tumpuan kota politik, sosial, dan teknologi. Hal itu, berbeda dengan apa yang terjadi di India. Di India, setiap kota memiliki tumpuan yang berbeda-beda, politik ada di New Delhi, sosial atau hiburan ada di Bombay, sedangkan teknologi di sekitar kota-kota tersebut.

Jadi, jika ada masalah politik di Delhi, hal itu tidak ada akan menular ke kota-kota lainnya yang menopang industri. Hal itu tentu berbeda dengan di Jakarta, jika di Jakarta ada masalah politik, ya sudah, hal itu akan berdampak ke semuanya.

Selain itu, pemerintah harus fokus mencetak insinyur lokal yang berkompeten dan lebih menggunakan tenaga mereka dibanding merekrut insinyur asing untuk memajukan industri Indonesia.

Satu hal lagi, pemerintah harus memberikan renumerasi terhadap profesi insiyur di Indonesia karena peran insyur yang sangat penting.

Para insinyur perlu memiliki forum untuk mempresentasikan ide-idenya. Forum itu menjadi ajang untuk bersilturahmi dan bertukar pikiran. Para pengusaha bisa memfasilitasi forum ini karena memiliki kepentingan untuk kemajuan usahanya.

Para insinyur ini bisa terpenuhi segala kebutuhannya tanpa harus memikirkan hal lain selain ilmu pengetahuan. Mereka juga perlu penghargaan dan perlindungan kekayaan intelektual sehingga bisa memotifasi untuk terus berkarya. Dengan visi yang jelas, yakni industrialisasi masyarakat _maka hasil penelitian mereka akan tertuju pada masa depan yang lebih mapan.

Apabila desa bisa menjadi tempat yang baik untuk mengisolasi para insinyur maka kita harus menyediakan tempat untuk itu. Desa bisa menjadi tempat nyaman untuk mengadakan penelitian dan pengembangan. Dengan fasilitas pendukung yang baik, desa bisa menjadi pusat penelitian dan penerapan teknologi.

Sumber : http://www.antaranews.com/print/265425/mau-it-indonesia-maju-isolasi-insinyur


Kamis, 17 September 2015

Desa Dalam Perdagangan Bebas

HAMBATAN DESA DI ERA PERDAGANGAN BEBAS

Desa sebagai wilayah kesatuan hukum yang berkedudukan di wilayah NKRI tentunya tidak lepas dari obyek persaingan pasar bebas, bukan saja terhadap kualitas produk/barang yang di hasilkan desa, tetapi sumber daya manusia sebagai pengelola sumber daya alam, budaya dan modal sosial lainnya tentunya akan di hadapkan pada persaingan ekonomi.

Pengembangan modal sosial di desa merupakan salah satu alternatif dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari di desa, sehingga secara tidak langsung daya saing pengelolaan modal sosial dan potensi sumber daya sangat menentukan kesejahteraan mayarakat desa

Desa yang memiliki sumber daya yang luar biasa tidak akan menciptakan kesjahteraan di era persaingan bebas jika tidak mampu bersaing jika tidak di bangun upaya kreatif dalam mengembangkan modal sosial yang ada. Terbentuknya “socio-economic creative rural society or rural community” bila dikembangkan dengan meningkatkan daya saing akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan perkembangan wilayah pedesaan lebih berkembang dan tetap bertahan eksis dalam persaingan pasar bebas.

Manajemen sumberdaya desa menjadi diskursus menarik untuk di kaji lebih lanjut, terlebih Desa dengan semangat UU No 6 tahun 2014 tentang desa dengan azaz revolusioner desa yaitu azaz Subsidiaritas dan Rekognisi . Azaz Rekognisi sebagai bentuk pengakuan negara terhadap hak asal usul desa, sedang azaz subsidiaritas, memberikan kewenangan penetapan berskala lokal dan pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat Desa, sehingga Desa memiliki hak untuk mengelola dan mengatur atas sumber daya untuk kepentingan ksejahteraan masyarakat desa, sehingga kedua azaz tersebut seyogyanya mendorong desa bisa meningkatkan tata kelola sumber daya untuk memiliki daya saing.

Desa ke depan di hadapkan pada tantangan bukan saja memasuki persaingan pasar bebas dan terbentuknya Masyarakat ekonomi Asean (MEA) Tahun 2015, tetapi untuk menciptakan daya saing desa masih di hadapkan pada resistensi pemahaman terhadap UU Desa yang belum sepenuhnya di pahami desa dan supra desa yang di akibatkan proses pembelajaran desa yang keliru selama ini dalam proses pelaksanaan program-program yang cenderung mengimposisi peran desa ( pemerintah desa dan masyarakat desa ).

Menurut Sutoro Eko, Otonomi daerah cenderung jamak menyediakan karpet merah bagi kelompok usaha untuk mengelola sumber daya alam daerah. Tidaklah mengherankan bahwa di era otonomi daerah lengket dengan paradigma market driven development dan desa masih terpinggirkan

Selanjutnya Sutoro eko sebutkan Performa pelaksanaan proyek proyek tersebut justru mengimposisi peran pemegang otoritas desa dan partisipasi masyarakat. Di luar dugaan program program tersebut menyebabkan modal sosial masyarakat tidak terbangun baik. Uang berubah menjadi motivator utama bergairahnya partisipasi (money driven development). Partisipasi yang tinggi dalam penyelenggaraan program program tersebut bukan berarti mampu melahirkan program/kegiatan yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat,melainkan karena dimobolisasi oleh petunjuk teknis proyek.

Pengalaman desa-desa dalam tata kelola program-program sebelumya yang bersumber dari berbagai program-program leading sektor pemerintah dengan berbagai ragam kebijakan program, ragam muatan pesan donor, serta bias implementasi program, semakin menyudutkan desa pada ketidak berdayaan, karena desa tidak di posisikan dalam pengelolaan dan pengaturan, sebagai wujud entitas desa, hal tersebut di perparah dengan prilaku supra desa senantiasa mendudukan desa sebagai sumber perasan data, ekploitasi sumber daya, dll.

Pengalaman buruk sebagai bentuk resistensi yang menghambat pengembangan modal sosial desa serta sistem regulasi diotonomi daerah yang tidak pro-desa dan pemberdayaan masyarakat desa, sehingga bentuk keberdayaan desa bukan sekedar mobilisasi yang gairah partisipasi yang di dorong dengan ketergantungan bantuan keuangan, Dana Desa harus menjadi bagian modal sosial yang di kembangkan dengan kewenangan mengatur dan mengelola, sehingga pengakuan pemerintah desa dan kelembagaan desa bisa berfungsi dan memiliki kewibawaan di hadapan masyarakat desa

SERTIFIKASI POTENSI SUMBER DAYA DESA

Salah satu bentuk manajemen sumber daya yang perlu di kembangankan adalah dilakukannya inventarisasi sumber daya melalui sertifikasi sumber daya desa. Sertifikasi sumber daya adalah upaya pengakuan terhadap sumber daya yang ada di desa untuk di pertahankan sebagai bentuk kearifan lokal yang siap berdaya saing dengan pasar bebas, sebagai contoh:
  1. Bagaimana pendataan terhadap buah-buahan lokal produk pertanian, perkebunan, hasil hutan, dll sebagai produk unggulan yang kompetitif yang mampu bersaing di pasaran bebas,
  2. Bagaimana melakukan inventarisasi keahlian tenaga sumber daya manusia berketerampilan lokal ( tukang pacul/gali, tukang ani-ani, pemetik kelapa, penyadap nira,dll)
  3. Bagaimana melakukan pendataan terhadap sumber daya alam untuk melindungi dan mempertahankan kesimbangan sistem sosial masyarakat desa dan antar desa
  4. Bagamana melakukan pendataan potensi sosial, seni, budaya, dll sebagai bagian membangun rekayasa sosial untuk kepentingan kesejahteraan desa dan antar desa maupun kawasan

Di era persaingan global dan diperluasnya otonomi desa dan  dengan kewenangan skala lokal desa berkonsekwensi arus perdaganan bebas masuk ke tingkat desa dengan masuknya iklim investasi yang mengakibatkan munculnya industrialisasi perdesaan sebagai bentuk optimalisasi pengelolaan sumber daya desa. Industri dimaksud adalah munculnya usaha-usaha pertanian, perikanan, perkebunan, perikanan, pariwisata,dll yang berbais potensi sumber daya desa dengan skala industri, yang akan berdampak pada serapan tenaga kerja terampil lokal yang harus bersaing, sehingga kasus imigran gelap pekerja kasar seperti kasus proyek PLTU di kabupaten Sukabumi tidak terulang.

Pembangunan investasi usaha dan ekonomi akan berdampak pada tumbuhnya proyek-proyek pembangunan infrastruktur sarana/prasarana pendukung invenstasi dengan skala proyek dan masive, yang harus menempatkan masyarakat desa sebagai pelaku proyek. Tidak terjadi kembali penguasaan dan pengalihan atas ekploitasi sumber daya desa yang tidak memberikan daya ungkit kesejahteraan desa.

Sertifikasi sumber daya tentunya menjadi bagian strategis bagi desa untuk bersiap dalam era persaingan bebas ini agar desa tidak terlindas dalm pergulatan pasar. Sertifikasi merupakan langkah pemetaan pasukan sebelum mendapatkan agresi pasar yang tidak bisa kita bendung.

DESA HUA XI CONTOH KEBERHASILAN

Sebuah gambaran bagaimana Desa mampu membangun kesejahteraan rakyat, dapat kita pelajari dari best practice tata kelola desa Hua xi yang terletak di propinsi Jiang Shu China, melalui kepemimpinan kepala desa Wu Renbao akhirnya sekarang menjadi satu desa termaju di dunia, Desa berinisiatif melancarkan usaha sendiri sesuai dengan kondisi masing-masing dan kebutuhan pasar. Jadi, setelah didesa-desa diperkenankan menggunakan tanahnya untuk berproduksi yang dikehendaki sesusai kebutuhan pasar.

Desa Hua Xi setelah berhasil meningkatkan produksi pertanian dengan mekanisasi, mereka benar-benar mengembangkan usaha industry di-desanya, membangun pabrik baja dan pipa-baja. Usaha menjadi lebih besar setelah Wu Renbao menggabungkan beberapa desa disekitarnya, menambah jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk industry. Sehingga hasil produksi baja setahunnya mencapai 2,2 juta ton, sedang pipa-pipa berbagai jenis untuk sepeda, sepeda-motor dan perabot rumah-tangga, hampir 300 ribu ton/tahun. Dari hasil produksi desa Hua Xi sudah ada yang eksport ke AS, Canada, Eropah, Australia dan bebrapa Negara Asia-tenggara.

Untuk pengembangan Usaha dan mensejahterakan kawasan antar desa, maka Desa Hua Xi memperluas wilayah dengan menggabungkan 16 desa disekitar menjadi satu pengurusan Desa Hua Xi untuk maju bersama. Dermikianlah sekarang ini desa Hua Xi menjadi besar dan lebih makmur lagi dengan bertambahnya tenaga kerja. Lengkap dengan produksi bahan pangan, buah-buahan, pohon, peternakan dan perikanan, dll.

Inilah bentuk contoh nyata bahwa desa mampu berdaya saingan denga mengembangkan kekuatan potensi desa dan antar desa, dengan kekuatan visi seorang pemimpin dari sebuah wilayah yang berdaulat serta didukung komitmen masyarakat desa untuk maju bersama.

Undang-undang No. 6 Tahun 2014 menegaskan kembali bahwa Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa. BUMDes adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa. Dengan demikian BUMDes adalah Lembaga Usaha Desa yang dikelolah oleh Masyarakat dan Pemerintah Desa dalam upaya memperkuat perekonomi desa dan di bentuk berdasarkan kebutuhan dan potensi desa. BUMDes juga adalah pilar kegiatan ekonomi di desa yang berfungsi sebagai lembaga sosial (social institution) dan komersial (commercial institution)

Secara khusus Ketentuan tentang Badan Usaha Milik Desa dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 diatur dalam Bab X, dengan 4 buah pasal, yaitu Pasal 87 sampai dengan Pasal 90. Dalam Bab X UU Desa ini disebutkan bahwa Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut BUMDes yang dikelola dengan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. Usaha yang dapat dijalankan BUMDes yaitu usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pendirian BUM Desa disepakati melalui Musyawarah Desa dan ditetapkan dengan Peraturan Desa.

Apa yang di lakukan Wu Renbao yang membawa pesatnya kemaksuran ekonomi desa Hua Xi adalah dengan mengmbangkan BUMdes dengan produksi yang sesuai dengan kebutuhan pasar, sehingga pengelolaan sumber daya betul-betul di kelola agar juga memiliki daya saing pasar.

Akankah Desa-Desa di Indonesia melahirkan desa-desa seperti Hua xi bahkan mengungguli Hua Xi, Bagaimana Desa mampu mengelola Dana Desa dengan rerata 1.4 Milyar di jadikan sebagai Modal membangun kesejahteraan, mampukah desa memproduksi produk-produk berdaya saing atau menjadi pengguna produk luar, akan kah sumber daya manusia di desa kita menjadi pelaku utama pembangunan di desa atau kah teralihkan oleh tenaga kerja asing, akan kah sumber daya potensi alam dan budaya kita di kelola olah orang desa ataukah di intervensi oleh kekuatan modal asing. Tentu ini menjadi Pekerjaan Rumah yang panjang bagi para penggiat desa di Indonesia.

Setifikasi Sumber daya Lokal dan bernilai Ke-arifan Lokal seharusnya menjadi kan entitas daya saing menghadapi persaingan pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun 2015, sebelum memasuki persaingan global dunia AFTA dan NAFTA, sebagai konsekswensi ratiifikasi WTO yang sudah di tanda-tangani pemerintah Indonesia.

Go..Sertifikasi dan peningkatan daya saing...

Sumber :
Sutoro Eko, Februari 2014 Desa membangun Indonesia Cetakan pertama Forum Pengembangan Pembaharuan Desa (FPPD)
Laman setkab.go.id, Minggu (14/9) Presiden Bentuk Komite Persiapan Pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN
Laman Media Indonesia April 24 2012 Desa Hua Xi , Desa Terkaya Didunia
Inilah.Com tanggal 6 oktober 2011, 60 Pekerja Ilegal Asal China Dideportasi
Merdeka.com Rabu, 18 Juli 2012 Produk impor ilegal kuasai pasar

 disadur dari:
http://www.kompasiana.com/sutardjo/tantangan-desa-menuju-masyarakat-ekonomi-asean-mea-2015_54f42ff77455139e2b6c87fc

Kamis, 10 September 2015

Membangun Lingkungan yang Merangsang Kreatifitas

Kreatifitas adalah proses kemampuan individu untuk memahami kesenjangan-kesenjangan atau hambatan-hambatan dalam hidupnya, merumuskan hipotesis-hipotesis baru, dan mengkomunikasikan hasil-hasilnya, serta sedapat mungkin memodifikasi dan menguji hipotesis-hipotesis yang telah dirumuskan. Untuk dapat melakukan semua itu memerlukan adanya dorongan-dorongan dari lingkungan yang didasari oleh potensi-potensi kreatif yang telah ada dalam dirinya. Dengan demikian terjadi saling menunjang antara faktor lingkungan dengan potensi kreatif yang telah dimiliki sehingga dapat mempercepat berkembang kreatifitas pada individu yang bersangkutan.[1]
Berdasarkan analisis yang dilakukan, Kroeber mengambil suatu kesimpulan bahwa munculnya para orang-orang kreatif tinggi dalam sejarah merupakan refleksi dari pola-pola perkembangan nilai-nilai sosial, yang meliputi ekonomi, politik, kebudayaan, dan peranan keluarga. Kelahiran mereka sebagai orang-orang yang berprestasi kreatif luar biasa dimungkinkan oleh kondisi ekonomi, politik, kebudayaan dan peranan keluarga, serta semangat zaman yang mengitarinya, yang memang kondusif.
Merangsang kreatifitas anak _hingga orang dewasa_ tidaklah cukup dengan pendidikan formal saja, tetapi perlu ada lingkungan yang bisa menunjangnya. Mengembangkan lingkungan yang kondusif tersebut bisa direncanakan sejak awal sebagai upaya investasi bagi perkembangan kehidupan di masa depan. Lingkungan perdesaan sebagai tempat tinggal sangat mungkin untuk dibangun menjadi sarana efektif untuk ‘menelorkan’ insan-insan kreatif di masa depan.
Insan kreatif tersebut bisa lahir dari budaya industrialis yang dibangun dengan memperhatikan kebutuhan manusia. Industri yang dimaksud bisa menjadi tempat untuk mengekspresikan diri bagi setiap potensi individu. Lingkungan industri yang dimaksud bukanlah industri yang penuh dengan tekanan tetapi industri yang dinamis penuh rasa humanis.



[1] Muhammad Asrori, Psikologi Pembelajaran, Wacana Prima, Bandung: Hal. 65.

Kamis, 03 September 2015

Kebijakan Insentif Pertanian yang Tidak Efektif

Kebijakan pemerintah saat ini yang terkesan amat menitikberatkan pemberian insentif harga berupa subsidi input dan dukungan harga bukanlah kebijakan yang efektif, efisien dan berkelanjutan untuk mendorong pertumbuhan sektor pertanian, apalagi memacu pembangunan pedesaan. Kunci untuk memacu pertumbuhan sektor pertanian dan pedesaanialah peningkatan kapasitas produksi dan produktivitas melalui investasi, inovasi teknologi dan kelembagaan, dan per baikan infrastruktur. Kebijakan strategis yang dipandang sesuai untuk revitalisasi pertanian dalam rangka pemantapan ketahanan pangan ialah: (1) Liberalisasi sistem inovasi dengan mempermudah dan memfasilitasi peran serta lembaga penelitian swasta serta memperlonggar importasi teknologi; (2) Pemberian insentif dan terciptanya iklim investasi pertanian dan pedesaan utamanya untuk pembukaan lahan baru dan usaha non-pertanian di pedesaan;  (3) Pembangunan infrastruktur pertanian danpedesaan utamanya irigasi, transportasi, telekomunikasi, pasar pedesaan dan kelistrikan pedesaan; (4) Penataan institusi, termasuk organisasi rantai pasok dan  tatalaku pemerintahan; (5) Mendorong diversifikasi ke produk bernilai tinggi melalui netralisasi kebijakan bias produk/komoditas bernilai rendah (termasuk padi); (6) Stabilisasi pasar produk pangan   dengan mengintegrasikan pasar domestik dan internasional. Khusus untuk bahan pangan pokok (beras, jagung, kedele, gula), patokan yang dianjurkan digunakan ialah toleransi impor hingga 5 persen dan kisaran harga domestik mengikuti tren harga paritas impor plus-minus 25 persen.
Jaring pengaman ketahanan pangan dibangun secara terdesentralisasi. Jaring pengaman di tingkatkomunitas dibangun melalui partisipasi masyarakat lokal dan bersifat spesifik lokasi dengan pemerintah kabupaten sebagai fasilitator. Pemerintah kabupaten merupakan penanggungjawab ketahanan pangan di tingkat desa dan kabupaten. Pemerintah provinsi bertanggungjawab membangun jaring pengaman ketahanan pangan lintas kabupaten di wilayahnya. Sementara pemerintah pusat bertanggungjawab terhadap pembangunan jaring pengaman lintas provinsi. Pada intinya, jaring pengaman ketahanan pangan dibangun secara hierarkis berdasarkan jenjang administrasi pemerintahan.
 Sistem deteksi dini, komunikasi dan informasi juga dibangun secara hierarkis. Deteksi dini merupakan tanggungjawab pemerintah daerah dengan me manfaatkan lembaga kesehatan dan pertanian yang berhubungan langsung dengan masyarakat seperti Puskesmas/Posyandu, Pusat Informasi dan Penyuluhan Pertanian/PPL, rumah sakit/klinik, cabang dinas pertanian, dan sebagainya. Sistem informasi dibangun seca ra hierarkis mulai dari kecamatan hingga departemen terkait. Pers daerah diberdayakan sehingga dapat berfungsi sebagai diseminator penyuluh dan melakukan advokasi ketahanan pangan.


(Selengkapnya baca FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 25 No. 1, Juli 2007 :16-17)