Sabtu, 21 Juni 2014

Kesempatan Itu Ada, Tetapi Kenapa Tidak Digunakan?


Sumber ; Google
Judul tulisan diatas saya cantumkan atas banyak pertanyaan dari beberapa rekan saya ketika mereka memperhatikan begitu banyaknya kesempatan hidup yang tidak dimanfaatkan oleh orang-orang di sekitarnya. Mungkin pertanyaan itu bisa dijawab ketika mencoba untuk memperhatikan apa yang dipikirkan orang dan bagaimana mereka memandang kehidupan di sekitarnya.
Kemudahan kehidupan di pedesaan saat ini jelas jauh berbeda dengan masa lalu. Jalan-jalan sudah mudah diakses. Informasi bisa dengan mudah diperoleh. Pengetahuan akan potensi pasar komoditi bisa dengan mudah ditanyakan kepada Dinas Perdagangan setempat. Dan masih banyak lagi kesempatan usaha bagi orang desa.
Bagi sebagian orang, kesempatan itu begitu abstrak. Tidak terlihat. Saya kurang paham kenapa pemikiran orang bisa begitu tertutup. Apa yang mereka bayangkan ketika ditanya tentang masa depan. Ketertutupan hati dan pikiran kita juga bisa orang menganggap kemudahan hanya sambil lalu saja.
Bagi sebagian yang lain, kesempatan itu begitu nyata. Mereka yang selalu bisa melihat peluang dapat menerawang masa depan dan merencanakan tindakan apa yang akan diambil. Imajinasi tentang kesuksesan masa depan selalu membimbing mereka yang bisa melihat peluang di setiap celah.
Menurut saya, kesempatan hidup akan selalu ada bagi mereka yang mau berpikir/merenung. Menyukuri apa yang ada dan tidak puas dengan capaian hari ini. Terus berinovasi. Kita harus malu pada mereka yang tidak dianugerahi kekayaan alam. Justru, hasil pemikiran dan kerja kerasnya menghasilkan kemajuan. Selama kita masih hidup di Indonesia maka kesempatan hidup itu tidak akan hilang. Dimana pun.
Kesempatan itu hilang karena pemikiran kita yang sempit.
Saya pribadi memang belum bisa membuktikan setiap teori yang saya yakini. Perlu waktu untuk membuktikannya. Namun, sebagaimana Napoleon Hill berkata bahwa manusia bisa mewujudkan apa yang mereka pikirkan. Cara pandang kita tentang dunia ini, itulah kita.

Memformalkan Organisasi Usaha

Sumber ; Google
Ada fenomena menarik ketika mencermati bentuk usaha yang dijalankan para pengusaha kecil terutama di pedesaan. Kebanyakan dari mereka, organisasi usahanya masih informal. Usaha yang dijalankan tidak terdaftar di Dinas Perdagangan setempat. Usaha seperti ini tidak dipungut pajak karena memang tidak mengharapkan adanya pemungutan pajak.
Manajemen yang diterapkan pun masih bersifat tradisional dalam arti tidak diterapkannya teori manajemen organisasi modern. Masih banyak pengelolaannya didasarkan pada 'otoritas' pemilik usaha yang juga sekaligus sebagai pemimpin usaha. Usaha yang dikelola bukan berdasarkan rencana yang sudah disepakati tetapi sepenuhnya adalah keinginan dan hasil pemikiran pemimpin usaha.
Terkadang, ada situasi dimana manajemen usaha masih berdasarkan kekeluargaan. Dalam pengertian, perekrutan hingga sistem kerja berdasarkan kedekatan keluarga bukan berdasarkan keahlian. Ini bukanlah hal yang dilarang. Hanya saja, apabila usaha sudah berkembang besar, sangat sulit untuk mengatur kinerja organisasi berdasarkan kedekatan keluarga saja. Bukan berarti usaha keluarga tidak bisa menjadi formal. Ini sangat bergantung pada keinginan pemilik usaha, apakah akan menjadikan usahanya berkembang atau tidak. Kita melihat banyak contoh dimana usaha keluarga yang diformalkan bisa berkembang karena mengikuti kaidah manajemen modern seperti Bakrie and Brother.
Saya tertarik membahas formalisasi usaha kecil ini, karena ternyata ada usaha informal ini memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sudah saatnya kita berpikir bagaimana usaha informal ini mengubah paradigma usahanya agar ada perkembangan. Saya membayangkan, jika dimasa depan usaha-usaha informal ini menjadi lokomotif pembangunan. Ditengah industrialisasi dan globalisasi ekonomi, perlu adanya pengusaha-pengusaha baru yang akan menggerakan sumberdaya yang ada di negeri ini.
Keengganan Memformalkan Usaha
Para pengusaha di desa-desa masih memiliki keengganan untuk memformalkan organisasi usahanya karena berbagai alasan.
Pertama, organisasi formal dirasa sulit karena ada banyak teori organisasi yang harus dipelajari. Para pengusaha berpikir bahwa organisasi formal rumit dalam hal pelaksanaan teknis dan administrasi. Misalnya, pembukuan keuangan harus dilakukan dalam organisasi formal. Padahal, ada banyak pengusaha yang 'malas' membukukan keuangannya. Mungkin, alasan kerahasiaan menjadi yang dominan.
Kedua, pengusaha kecil tidak memiliki niat untuk mengembangkan usahanya lebih lanjut. Suatu hal yang sulit diterima apabila usaha dengan kapital besar tidak diorganisasikan dengan baik. Perlu adanya pengelolaan yang profesional dalam menjalankan perusahaan berskala besar. Mungkin, para pengusaha tidak berpikir bahwa suatu saat usahanya akan menjadi besar. Alasan yang menyatakan bahwa usahanya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga masih ada dalam anggapan mereka. Padahal sebagai pengusaha kecil, kita harus memiliki keinginan untuk mengembangkan usaha kita lebih besar supaya bisa memberi manfaat yang lebih besar bagi diri kita dan orang lain.
Ketiga, kesan kaku pada organisasi formal masih melekat. Kekakuan ini hanyalah kesan yang timbul dari struktur organisasi yang terbentuk. Tetapi, tidak setiap organisasi formal ini bersifat kaku karena sangat bergantung pada bagaimana manajemen yang diterapkan. Mungkin, kesan kaku ini timbul jika melihat organisasi formal di bidang pemerintahan yang terkesan birokratis. Untuk itu, pengetahuan organisasi dan seni mengelola organisasi harus terus ditingkatkan agar tidak terjebak pada anggapan seperti ini.
Kenapa Harus Diformalkan?
Organisasi formal menjadi tuntutan pembangunan diera modern seperti sekarang ini. Meskipun andil usaha informal sangat besar dalam menggalakan perekonomian nasional, tetapi ada banyak 'desakan' dari luar sistem usaha yang sudah terbangun. Desakan yang dimaksud, diantaranya kemajuan teknologi informasi yang menuntut untuk menggunakan identitas usaha dalam memasarkan produknya. Ketika kita memasang iklan di media massa sudah selayaknya mencantumkan nama perusahaaan kita atau setidaknya merek produk yang dipasarkan. Upaya untuk mamasarkan produk akan terasa sulit jika ketidakjelasan identitas usaha yang kita sampaikan kepada masyarakat luas.
Selanjutnya, desakan akan arus globalisasi ekonomi. Ketika kita dihadapkan pada beredarnya produk impor yang mambanjiri pasar dalam negeri, maka identitas produk lokal perlu ada penegasan. Identitas produk yang dipasarkan harus bisa dibedakan antara produk impor atau lokal. Meskipun usaha kita 'hanya' makanan di pinggir jalan, dengan penegasan identitas bisa saja konsumen tertarik akan 'kelokalan' produk kita. Misalnya, ada banyak makanan seperti baso dari China, maka bisa saja kita memenangkan persaingan dengan menampilkan identitas kelokalan produk kita. Mungkin, karena kita bisa menentukan segmen pasar yang akan dibidik.
Upaya untuk memformalkan usaha kita juga sebagai pembelajaran bagi generasi muda. Dimana, manajemen yang ktia terapkan bisa menjadi bahan untuk pengembangan usaha di masa depan. Harus dipahami, bahwa bentuk usaha informal kurang diminati bagi generasi muda yang terbiasa belajar formal di sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Ada perbedaan mencolok diantara keduanya. Anak muda serasa mengalami kesulitan mengaplikasikan ilmunya karena mereka terbiasa mengenyam teori-teori formal. Formalisasi usaha bukan berarti meninggalkan filosofi usaha yang sudah ada dimana secara tradisi terbukti berhasil. Justru, formalisasi usaha memperkuat filososi yang sudah ada.  Manajemen yang sudah dibangun pun bisa saja diformulasikan dalam teori manajemen perusahaan. Ada banyak perusahaan keluarga yang awalnya informal masih tetap bisa mempertahankan 'gaya usahanya' walaupun merubah bentuk organisasi usahanya. Salah satunya, perusahaan jamu Sido Muncul di Semarang.
Meskipun usaha kita masih kecil, dengan formalisasi usaha bisa meningkatkan 'gengsi' perusahaan. Ketika itu terangkat, para calon tenaga kerja terlatih pun tidak enggan untuk bergabung. Apa kepentingannya? Tenaga kerja terlatih sangat dibutuhkan untuk mengembangkan usaha. Pemilik usaha akan dimudahkan dengan pengetahuan dan kemampuan yang mereka miliki. Pengusaha berharap dengan bergabungnya tenaga kerja terlatih ini, menjadi modal tak ternilai untuk perkembangan usaha di masa depan.
Formalisasi usaha juga bisa menjadi upaya untuk menjaring tenaga calon kerja di pedesaan agar tidak urbanisasi ke kota. Ada harapan besar bagi para pencari kerja untuk bisa bekerja di sektor formal. Kepastian pendapatan bisa menjadi alasan utama kenapa mereka mencari pekerjaan formal. Bisa jadi, pekerjaan formal menjadi pilihan utama dala menentukan karier. Hal itu bisa dimengerti, karena organisasi formal memiliki jenjang karir yang jelas dibanding usaha informal yang sering dijalankan pengusaha kecil.
Keuntungan Memformalkan Usaha
Jika para pengusaha kecil berkeinginan untuk menformalkan usahanya maka kita akan mendapatkan beberapa kuntungan. Diantaranya, kemudahan birokrasi, kemudahan menentukan besaran pajak, memudahkan syarat pengajuan kredit ke Bank dan bisa juga mempermudah klaim asuransi.
Saat ini, usaha yang ingin mendapatkan modal biasanya mengajukan permohonan ke Bank atau lembaga keuangan lainnya. Dalam mengajukan kredit, para pengusaha kecil kesulitan karena tidak mempunyai jaminan. Padahal, tidak selalu harus ada jaminan asalkan usaha kita memiliki catatan administrasi yang baik dan rajin membayar pajak. Tingkat kepercayaan Bank kepada usaha kecil diharapkan meningkat jika para pengusaha sendiri menunjukan 'keseriusan' usahanya.
Untuk semua itu, sudah saatnya kita mempunyai rencana untuk mengembangkan usaha kita dengan memformalkan usaha kita. Saya pikir tidak ada perusahaan informal dengan aset hingga milyaran rupiah kecuali gangster!

Rencana Pola Belajar

Sumber : Google
Setiap orang mempunyai cara untuk belajar dalam memenuhi kebutuhannya akan ilmu pengetahuan. Saya sendiri mempunyai cara yang sudah dianggap nyaman untuk dilakukan. Untuk saat ini, saya mempunyai rencana belajar dengan tujuan untuk mendalami pengetahuan di bidang pembangunan pedesaan. Tujuan pembelajaran ini ditetapkan sesuai dengan kebutuhan saya sebagai orang desa yang berkeinginan untuk membangun desanya. Perlu ada bayangan tentang bagaimana membangun masa depan pedesaan sehingga tambahan ilmu pengetahuan menjadi suatu keharusan.
Cakupan bidang studi yang harus dimiliki adalah arstitektur, perencanaan wilayah, ekonomi perencanaan, sejarah pembangunan, manajemen sumberdaya manusia dan ilmu lingkungan.
Ilmu arsitektur untuk memahami bagaimana bentuk bangunan yang sesuai dengan topografi dan kultur pedesaan. Secara sosiologis dan antropologis, pedesaan dengan perkotaan memiliki perbedaan sehingga perlu ada penyesuaian dalam merancang bangunan. Kesesuaian ini dimaksudkan agar tidak mengganggu tatatanan kehidupan yang sudah ada.
Ilmu perencanaan wilayah berguna untuk memahami bagaimana merencanakan kondisi pedesaan di masa depan. Wilayah pedesaan yang belum memiliki rencana pembangunan jangka panjang maka sudah selayaknya orang desa bisa memetakan potensi wilayahnya sendiri.
Ekonomi perencanaan dipelajari untuk memahami situasi ekonomi masa depan. Dalam menyongsong kemajuan, perlu adanya perencanaan yang baik. Pembangunan perlu adanya perencanaan yang baik. Tidak serampangan. Dengan perencanaan, diharapkan pedesaan lebih siap menghadapi persaingan global. Jika selama ini pedesaan terisisihkan dari pembangunan, maka sudah saatnya orang desa memiliki perencanaan yang jelas untuk menggerakan roda perekonomiannya.
Dalam membangun suatu wilayah, kiranya kita perlu belajar dari tempat lain. Untuk itu, mempelajari sejarah pembangunan daerah atau bangsa  lain perlu dilakukan. Ada banyak pelajaran yang bisa dipetik dari pola pembangunan orang lain seperti bagaimana mereka menata industri, pemukiman, transportasi dll.. Sejarah pembangunan jarang dipelajari karena dianggap hanya sebagai pelajaran mengingat masa lalu. Padahal, ketika ada pelajaran yang bisa dipetik dari sana maka tidak salah apabila orang desa pun meniru pola pembangunan yang sudah dianggap sukses.
Pembangunan pun perlu adanya pelestarian lingkungan. Jangan sampai lingkungan menjadi rusak karena adanya pembangunan. Untuk itu, perlu ilmu lingkungan yang cukup bagi para agen pembangunan. Mereka jangan hanya mengejar keuntungan materi sesaat. Pembangunan yang berkelanjutan sudah menjadi tren di dunia untuk kehidupan generasi selanjutnya.
Dari segala teori pembangunan, kiranya manajemen sumber daya manusia dianggap yang terpenting. Bagaimanapun, membangun manusia harus didahulukan sebelum adanya pembangunan aspek fisik. Pembangunan karakter manusia menjadi prioritas untuk melanjutkan pembangunan yang berkejaran dengan waktu dan bangsa lain. Persaingan dengan bangsa lain dari belahan dunia lain adalah suatu keniscayaan sehingga jangan sampai orang desa hanya bisa menjadi penonton dari segala kemajuan zaman. Orang desa suatu saat harus menjadi pemain dan memberikan pengaruh besar bagi perkembangan dunia.
Ilmu tersebut sangat berguna untuk bisa membuat rencana jangka panjang. Rencana-rencana yang hendak disusun didasarkan pada  berbagai pertimbangan. Dengan banyak asupan pengetahuan, berbagai pertimbangan itu menjadi lebih matang. Kecakapan seseorang merencanakan memang sangat bergantung pada seberapa banyak  pengalamannya dan seberapa besar pengetahuan yang dimiliki.
Mencari Solusi
Fokus perhatian belajar saya adalah  bagaimana mencari solusi atas masalah yang sedang dihadapi. Permasalahan bisa saja datang dan dirasakan saat ini atau nanti di masa depan. Ketika kita mencermati sekeliling kita maka ada rangsangan untuk berpikir bagaimana permasalahan yang dihadapi bisa diselesaikan. Permasalahan selalu ada dan tidak perlu diundang. Secara alamiah permasalahan akan terus timbul karena dinamisnya kehidupan manusia. Naluri manusia terangsang untuk menghadapi permasalahan demi kehidupan yang lebih baik dimasa depan.
Dalam belajar, ada kriteria keberhasilan atas proses belajar yang telah dijalani. Kriteria keberhasilan itu adalah dengan bertambahnya ilmu dan kekayaan materil. Juga, sejauhmana manusia bisa menyelesaikan permasalahan kehidupan karena manusia solutif sajalah yang bisa bertahan bahkan menjadi pemimpin peradaban. Memimpin peradaban bukan berarti menjadi pemimpin formil sebagai pejabat daerah/negara tetapi orang yang bisa mempengaruhi laju perkembangan zaman ke arah yang lebih baik.

Manusia Pengolah

Sumber : Google
Saya mencoba untuk menyermati bagaimana karakter manusia _atau masyarakat secara luas_ berpengaruh pada perkembangan ekonomi di sekitarnya. Memang perlu banyak literatur berdasarkan penelitian untuk menjawab pertanyaan itu. Untuk sementara, saya mendapatkan kesimpulan bahwa ada banyak penelitian yang menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi di suatu negara tidak semata-mata ditopang oleh banyaknya sumberdaya alam atau modal yang tersedia tetapi bagaimana kualitas sumberdaya manusia yang mengelolanya.
Berdasarkan pemikiran itu, saya mencoba untuk menganalisis bagaimana karakter warga desa dapat menggerakan roda perekonomian desanya sendiri. Ada banyak kriteria yang harus dimiliki, hanya satu hal yang akan saya soroti yakni adanya keinginan warga desa untuk mengolah sumberdaya alamnya sendiri.
Adanya keinginan warga untuk mengolah alamnya sendiri tentu saja sangat berpengaruh pada pola pemanfaatan sumberdaya yang tersedia. Sudah menjadi kebanggaan umum bahwa bangsa Indonesia ini dianugerahi alam yang indah. Anugerah yang diberikan Alloh kepada negeri ini bisa menjadi bekal tak terkirakan untuk menjadi bangsa yang besar dalam arti geografis dan pengaruhnya. Namun, ketika warganya tidak memiliki keinginan untuk mengolah anugerah itu maka apakah mungkin semua harapan itu akan tercapai?
Ketika tidak ada keinginan untuk mengolah,  maka tidak ada barang yang akan bisa dijual. Pernahkan kita berpikir bahwa apa yang kita konsumsi adalah hasil dari olahan bukan terbentuk begitu saja. Perhiasan yang dipakai adalah hasil olahan emas dari dalam bumi. Makanan yang dimakan adalah hasil olahan dari tanah pertanian dan peternakan. Begitu pun hasil lautnya. Komoditas hasil olahan warga bisa menjadi sarana untuk menyejahterakan diri dan keluarganya. Dengan banyak barang yang dihasilkan, akan terjadi transaksi jual beli dalam jumlah besar sehingga akan sangat berpengaruh pada harga. Dengan begitu, kita tidak tergantung pada barang impor yang jelas kurang menguntungkan bagi pengusaha lokal.
Saya sendiri masih kurang paham kenapa budaya mengolah itu masih sedikit dijumpai pada warga desa. Padahal banyak sumbedaya yang tersedia untuk dijadikan produk siap jual. Seperti kita tahu, orang Amerika pun tidak serta merta menjelma menjadi bangsa besar tanpa ada upaya untuk memanfaatkan setiap jengkal tanahnya. Mungkin, masyarakat kita masih lekat dengan budaya mengonsumsi dibandingkan budaya memproduksi. Apa-apa sudah tersedia jadi tidak perlu memproduksinya dulu.
Begitu juga dengan sikap kita yang serba tergantung pada produk impor. Sikap ini sepenuhnya masalah psikologis terutama psikologi sosial. Entah apa yang ada dalam hati dan pikiran warga sehingga 'sulit sekali untuk diajak mengolah' sumberdaya yang tersedia. Mungkin, gairah hidup warga perlu diubah dari mengejar kesempatan untuk mengonsumsi tetapi mengejar kesempatan untuk mengekspresikan diri. Kreatifitas bisa saja muncul ketika orang ingin mewujudkan apa yang terpikir olehnya. Seperti para seniman pahat, mereka mengeluarkan tenaga untuk mewujudkan apa yang ada dalam pikirannya meskipun perlu waktu yang tidak sebentar. Ketika gairah untuk mengolah ini ada, maka akan ada rasa untuk menikmati prosesnya. Dan, kita pun akan puas melihat hasilnya.
Mungkin, gairah untuk mengolah ini jarang muncul karena adanya pengaruh dari pola pendidikan formal yang tidak menekankan aplikasi ilmu pengetahuan. Ilmu hanya hapalan yang lewat begitu saja. Perasaan untuk mengaplikasikan pengetahuan bisa muncul karena adanya harapan untuk perbaikan hidup di masa depan.
Untuk itu, saya selalu menekankan bahwa warga desa sebaiknya memiliki bayangan masa depan tentang desanya. Keindahan hidup masa depan bisa merangsang manusia untuk terus dan terus memperbaiki diri. Dengan adanya niat untuk memperbaiki kehidupan, maka selalu muncul ide tentang bagaimana cara untuk mengubah kondisi dari yang sudah ada sebelumnya.
Saya mencoba untuk menekankan bahwa mengolah adalah kegiatan yang menyenangkan. Layaknya seni, maka mengolah pun adalah seni untuk mengekspresikan diri. Mengolah apa saja. Ada beras maka bisa kita olah menjadi kue. Ada kayu maka kita olah menjadi mebel. Ada tanah kita olah menjadi batu bata. Coba kita bayangkan, jika kita adalah anak-anak yang sedang bermain tanah. Mereka terlihat senang dengan kreasinya masing-masing. Ada yang membuat patung, boneka atau rumah-rumahan. Terkadang jiwa anak-anak kita perlu dibangkitkan lagi untuk melahirkan kreatifitas.
Menurut saya, jiwa mengolah ini harus ditanamkan sejak dini supaya manusia Indonesia menjadi manusia pengolah. Ada banyak kesempatan tercipta karena adanya keinginan untuk mengolah apa yang ada. Banyak ilmuwan yang mengatakan bahwa sudah selayaknya rakyat Indonesia berdikari  dalam ekonomi karena sumberdaya yang dibutuhkan sudah tersedia. Jika dulu anak-anak kita ditekankan untuk mencari kerja ketika sudah dewasa, maka sekarang mereka arahkan untuk mengolah alam ketika besar nanti. Akan ada banyak industri yang terbangun dan ada banyak lapangan kerja yang bisa dibuka. Kemudian, kemandirian ekonomi yang dicita-citakan bisa terwujud. Insya Alloh.