Sumber : Google |
Saya mencoba untuk menyermati bagaimana
karakter manusia _atau masyarakat secara luas_ berpengaruh pada perkembangan
ekonomi di sekitarnya. Memang perlu banyak literatur berdasarkan penelitian
untuk menjawab pertanyaan itu. Untuk sementara, saya mendapatkan kesimpulan
bahwa ada banyak penelitian yang menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi di suatu
negara tidak semata-mata ditopang oleh banyaknya sumberdaya alam atau modal
yang tersedia tetapi bagaimana kualitas sumberdaya manusia yang mengelolanya.
Berdasarkan pemikiran itu, saya mencoba untuk
menganalisis bagaimana karakter warga desa dapat menggerakan roda perekonomian
desanya sendiri. Ada banyak kriteria yang harus dimiliki, hanya satu hal yang
akan saya soroti yakni adanya keinginan warga desa untuk mengolah
sumberdaya alamnya sendiri.
Adanya keinginan warga untuk mengolah alamnya
sendiri tentu saja sangat berpengaruh pada pola pemanfaatan sumberdaya yang
tersedia. Sudah menjadi kebanggaan umum bahwa bangsa Indonesia ini dianugerahi
alam yang indah. Anugerah yang diberikan Alloh kepada negeri ini bisa menjadi
bekal tak terkirakan untuk menjadi bangsa yang besar dalam arti geografis dan
pengaruhnya. Namun, ketika warganya tidak memiliki keinginan untuk mengolah
anugerah itu maka apakah mungkin semua harapan itu akan tercapai?
Ketika tidak ada keinginan untuk mengolah, maka tidak ada barang yang akan bisa dijual. Pernahkan kita berpikir bahwa apa yang kita
konsumsi adalah hasil dari olahan bukan terbentuk begitu saja. Perhiasan yang
dipakai adalah hasil olahan emas dari dalam bumi. Makanan yang dimakan adalah
hasil olahan dari tanah pertanian dan peternakan. Begitu pun hasil lautnya.
Komoditas hasil olahan warga bisa menjadi sarana untuk menyejahterakan diri dan
keluarganya. Dengan banyak barang yang dihasilkan, akan terjadi transaksi jual
beli dalam jumlah besar sehingga akan sangat berpengaruh pada harga. Dengan
begitu, kita tidak tergantung pada barang impor yang jelas kurang menguntungkan
bagi pengusaha lokal.
Saya sendiri masih kurang paham kenapa budaya
mengolah itu masih sedikit dijumpai pada warga desa. Padahal banyak sumbedaya
yang tersedia untuk dijadikan produk siap jual. Seperti kita tahu, orang
Amerika pun tidak serta merta menjelma menjadi bangsa besar tanpa ada upaya
untuk memanfaatkan setiap jengkal tanahnya. Mungkin, masyarakat kita masih
lekat dengan budaya mengonsumsi dibandingkan budaya memproduksi. Apa-apa sudah
tersedia jadi tidak perlu memproduksinya dulu.
Begitu juga dengan sikap kita yang serba
tergantung pada produk impor. Sikap ini sepenuhnya masalah psikologis terutama
psikologi sosial. Entah apa yang ada dalam hati dan pikiran warga sehingga
'sulit sekali untuk diajak mengolah' sumberdaya yang tersedia. Mungkin, gairah
hidup warga perlu diubah dari mengejar kesempatan untuk mengonsumsi tetapi
mengejar kesempatan untuk mengekspresikan diri. Kreatifitas bisa saja
muncul ketika orang ingin mewujudkan apa yang terpikir olehnya. Seperti para
seniman pahat, mereka mengeluarkan tenaga untuk mewujudkan apa yang ada dalam
pikirannya meskipun perlu waktu yang tidak sebentar. Ketika gairah untuk
mengolah ini ada, maka akan ada rasa untuk menikmati prosesnya. Dan, kita pun
akan puas melihat hasilnya.
Mungkin, gairah untuk mengolah ini jarang
muncul karena adanya pengaruh dari pola pendidikan formal yang tidak menekankan
aplikasi ilmu pengetahuan. Ilmu hanya hapalan yang lewat begitu saja.
Perasaan untuk mengaplikasikan pengetahuan bisa muncul karena adanya harapan
untuk perbaikan hidup di masa depan.
Untuk itu, saya selalu menekankan bahwa warga
desa sebaiknya memiliki bayangan masa depan tentang desanya. Keindahan hidup
masa depan bisa merangsang manusia untuk terus dan terus memperbaiki diri.
Dengan adanya niat untuk memperbaiki kehidupan, maka selalu muncul ide tentang
bagaimana cara untuk mengubah kondisi dari yang sudah ada sebelumnya.
Saya mencoba untuk menekankan bahwa mengolah
adalah kegiatan yang menyenangkan. Layaknya seni, maka mengolah pun
adalah seni untuk mengekspresikan diri. Mengolah apa saja. Ada beras maka bisa
kita olah menjadi kue. Ada kayu maka kita olah menjadi mebel. Ada tanah kita
olah menjadi batu bata. Coba kita bayangkan, jika kita adalah anak-anak yang
sedang bermain tanah. Mereka terlihat senang dengan kreasinya masing-masing.
Ada yang membuat patung, boneka atau rumah-rumahan. Terkadang jiwa anak-anak
kita perlu dibangkitkan lagi untuk melahirkan kreatifitas.
Menurut saya, jiwa mengolah ini harus
ditanamkan sejak dini supaya manusia Indonesia menjadi manusia pengolah.
Ada banyak kesempatan tercipta karena adanya keinginan untuk mengolah apa yang
ada. Banyak ilmuwan yang mengatakan bahwa sudah selayaknya rakyat Indonesia
berdikari dalam ekonomi karena
sumberdaya yang dibutuhkan sudah tersedia. Jika dulu anak-anak kita ditekankan
untuk mencari kerja ketika sudah dewasa, maka sekarang mereka arahkan untuk
mengolah alam ketika besar nanti. Akan ada banyak industri yang terbangun dan
ada banyak lapangan kerja yang bisa dibuka. Kemudian, kemandirian ekonomi yang
dicita-citakan bisa terwujud. Insya Alloh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar...