HAMBATAN DESA DI ERA
PERDAGANGAN BEBAS
Desa sebagai wilayah
kesatuan hukum yang berkedudukan di wilayah NKRI tentunya tidak lepas dari
obyek persaingan pasar bebas, bukan saja terhadap kualitas produk/barang yang
di hasilkan desa, tetapi sumber daya manusia sebagai pengelola sumber daya
alam, budaya dan modal sosial lainnya tentunya akan di hadapkan pada persaingan
ekonomi.
Pengembangan modal
sosial di desa merupakan salah satu alternatif dalam pemenuhan kebutuhan
sehari-hari di desa, sehingga secara tidak langsung daya saing pengelolaan
modal sosial dan potensi sumber daya sangat menentukan kesejahteraan mayarakat
desa
Desa yang memiliki
sumber daya yang luar biasa tidak akan menciptakan kesjahteraan di era
persaingan bebas jika tidak mampu bersaing jika tidak di bangun upaya kreatif
dalam mengembangkan modal sosial yang ada. Terbentuknya “socio-economic
creative rural society or rural community” bila dikembangkan dengan
meningkatkan daya saing akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan perkembangan
wilayah pedesaan lebih berkembang dan tetap bertahan eksis dalam persaingan
pasar bebas.
Manajemen sumberdaya
desa menjadi diskursus menarik untuk di kaji lebih lanjut, terlebih Desa dengan
semangat UU No 6 tahun 2014 tentang desa dengan azaz revolusioner desa yaitu
azaz Subsidiaritas dan Rekognisi . Azaz Rekognisi sebagai bentuk pengakuan
negara terhadap hak asal usul desa, sedang azaz subsidiaritas, memberikan
kewenangan penetapan berskala lokal dan pengambilan keputusan secara lokal
untuk kepentingan masyarakat Desa, sehingga Desa memiliki hak untuk mengelola
dan mengatur atas sumber daya untuk kepentingan ksejahteraan masyarakat desa,
sehingga kedua azaz tersebut seyogyanya mendorong desa bisa meningkatkan tata
kelola sumber daya untuk memiliki daya saing.
Desa ke depan di
hadapkan pada tantangan bukan saja memasuki persaingan pasar bebas dan
terbentuknya Masyarakat ekonomi Asean (MEA) Tahun 2015, tetapi untuk menciptakan
daya saing desa masih di hadapkan pada resistensi pemahaman terhadap UU Desa
yang belum sepenuhnya di pahami desa dan supra desa yang di akibatkan proses
pembelajaran desa yang keliru selama ini dalam proses pelaksanaan
program-program yang cenderung mengimposisi peran desa ( pemerintah desa dan
masyarakat desa ).
Menurut Sutoro Eko,
Otonomi daerah cenderung jamak menyediakan karpet merah bagi kelompok usaha
untuk mengelola sumber daya alam daerah. Tidaklah mengherankan bahwa di era
otonomi daerah lengket dengan paradigma market driven development dan desa
masih terpinggirkan
Selanjutnya Sutoro eko
sebutkan Performa pelaksanaan proyek proyek tersebut justru mengimposisi peran
pemegang otoritas desa dan partisipasi masyarakat. Di luar dugaan program
program tersebut menyebabkan modal sosial masyarakat tidak terbangun baik. Uang
berubah menjadi motivator utama bergairahnya partisipasi (money driven
development). Partisipasi yang tinggi dalam penyelenggaraan program program
tersebut bukan berarti mampu melahirkan program/kegiatan yang responsif
terhadap kebutuhan masyarakat,melainkan karena dimobolisasi oleh petunjuk
teknis proyek.
Pengalaman desa-desa
dalam tata kelola program-program sebelumya yang bersumber dari berbagai
program-program leading sektor pemerintah dengan berbagai ragam kebijakan
program, ragam muatan pesan donor, serta bias implementasi program, semakin
menyudutkan desa pada ketidak berdayaan, karena desa tidak di posisikan dalam
pengelolaan dan pengaturan, sebagai wujud entitas desa, hal tersebut di
perparah dengan prilaku supra desa senantiasa mendudukan desa sebagai sumber
perasan data, ekploitasi sumber daya, dll.
Pengalaman buruk
sebagai bentuk resistensi yang menghambat pengembangan modal sosial desa serta
sistem regulasi diotonomi daerah yang tidak pro-desa dan pemberdayaan
masyarakat desa, sehingga bentuk keberdayaan desa bukan sekedar mobilisasi yang
gairah partisipasi yang di dorong dengan ketergantungan bantuan keuangan, Dana
Desa harus menjadi bagian modal sosial yang di kembangkan dengan kewenangan
mengatur dan mengelola, sehingga pengakuan pemerintah desa dan kelembagaan desa
bisa berfungsi dan memiliki kewibawaan di hadapan masyarakat desa
SERTIFIKASI POTENSI
SUMBER DAYA DESA
Salah satu bentuk
manajemen sumber daya yang perlu di kembangankan adalah dilakukannya
inventarisasi sumber daya melalui sertifikasi sumber daya desa. Sertifikasi
sumber daya adalah upaya pengakuan terhadap sumber daya yang ada di desa untuk
di pertahankan sebagai bentuk kearifan lokal yang siap berdaya saing dengan
pasar bebas, sebagai contoh:
- Bagaimana pendataan terhadap buah-buahan lokal produk
pertanian, perkebunan, hasil hutan, dll sebagai produk unggulan yang
kompetitif yang mampu bersaing di pasaran bebas,
- Bagaimana melakukan inventarisasi keahlian tenaga sumber
daya manusia berketerampilan lokal ( tukang pacul/gali, tukang ani-ani,
pemetik kelapa, penyadap nira,dll)
- Bagaimana melakukan pendataan terhadap sumber daya alam
untuk melindungi dan mempertahankan kesimbangan sistem sosial masyarakat
desa dan antar desa
- Bagamana melakukan pendataan potensi sosial, seni,
budaya, dll sebagai bagian membangun rekayasa sosial untuk kepentingan
kesejahteraan desa dan antar desa maupun kawasan
Di era persaingan
global dan diperluasnya otonomi desa dan dengan kewenangan skala lokal
desa berkonsekwensi arus perdaganan bebas masuk ke tingkat desa dengan masuknya
iklim investasi yang mengakibatkan munculnya industrialisasi perdesaan sebagai
bentuk optimalisasi pengelolaan sumber daya desa. Industri dimaksud adalah
munculnya usaha-usaha pertanian, perikanan, perkebunan, perikanan,
pariwisata,dll yang berbais potensi sumber daya desa dengan skala industri,
yang akan berdampak pada serapan tenaga kerja terampil lokal yang harus
bersaing, sehingga kasus imigran gelap pekerja kasar seperti kasus proyek PLTU
di kabupaten Sukabumi tidak terulang.
Pembangunan investasi
usaha dan ekonomi akan berdampak pada tumbuhnya proyek-proyek pembangunan
infrastruktur sarana/prasarana pendukung invenstasi dengan skala proyek dan
masive, yang harus menempatkan masyarakat desa sebagai pelaku proyek. Tidak
terjadi kembali penguasaan dan pengalihan atas ekploitasi sumber daya desa yang
tidak memberikan daya ungkit kesejahteraan desa.
Sertifikasi sumber
daya tentunya menjadi bagian strategis bagi desa untuk bersiap dalam era
persaingan bebas ini agar desa tidak terlindas dalm pergulatan pasar.
Sertifikasi merupakan langkah pemetaan pasukan sebelum mendapatkan agresi pasar
yang tidak bisa kita bendung.
DESA HUA XI CONTOH
KEBERHASILAN
Sebuah gambaran
bagaimana Desa mampu membangun kesejahteraan rakyat, dapat kita pelajari dari
best practice tata kelola desa Hua xi yang terletak di propinsi Jiang Shu
China, melalui kepemimpinan kepala desa Wu Renbao akhirnya sekarang menjadi
satu desa termaju di dunia, Desa berinisiatif melancarkan usaha sendiri sesuai
dengan kondisi masing-masing dan kebutuhan pasar. Jadi, setelah didesa-desa
diperkenankan menggunakan tanahnya untuk berproduksi yang dikehendaki sesusai
kebutuhan pasar.
Desa Hua Xi setelah
berhasil meningkatkan produksi pertanian dengan mekanisasi, mereka benar-benar
mengembangkan usaha industry di-desanya, membangun pabrik baja dan pipa-baja.
Usaha menjadi lebih besar setelah Wu Renbao menggabungkan beberapa desa
disekitarnya, menambah jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk industry.
Sehingga hasil produksi baja setahunnya mencapai 2,2 juta ton, sedang pipa-pipa
berbagai jenis untuk sepeda, sepeda-motor dan perabot rumah-tangga, hampir 300
ribu ton/tahun. Dari hasil produksi desa Hua Xi sudah ada yang eksport ke AS,
Canada, Eropah, Australia dan bebrapa Negara Asia-tenggara.
Untuk pengembangan
Usaha dan mensejahterakan kawasan antar desa, maka Desa Hua Xi memperluas
wilayah dengan menggabungkan 16 desa disekitar menjadi satu pengurusan Desa Hua
Xi untuk maju bersama. Dermikianlah sekarang ini desa Hua Xi menjadi besar dan
lebih makmur lagi dengan bertambahnya tenaga kerja. Lengkap dengan produksi
bahan pangan, buah-buahan, pohon, peternakan dan perikanan, dll.
Inilah bentuk contoh
nyata bahwa desa mampu berdaya saingan denga mengembangkan kekuatan potensi
desa dan antar desa, dengan kekuatan visi seorang pemimpin dari sebuah wilayah
yang berdaulat serta didukung komitmen masyarakat desa untuk maju bersama.
Undang-undang No. 6
Tahun 2014 menegaskan kembali bahwa Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik
Desa. BUMDes adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya
dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari
kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha
lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa. Dengan demikian
BUMDes adalah Lembaga Usaha Desa yang dikelolah oleh Masyarakat dan Pemerintah
Desa dalam upaya memperkuat perekonomi desa dan di bentuk berdasarkan kebutuhan
dan potensi desa. BUMDes juga adalah pilar kegiatan ekonomi di desa yang
berfungsi sebagai lembaga sosial (social institution) dan komersial (commercial
institution)
Secara khusus
Ketentuan tentang Badan Usaha Milik Desa dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014
diatur dalam Bab X, dengan 4 buah pasal, yaitu Pasal 87 sampai dengan Pasal 90.
Dalam Bab X UU Desa ini disebutkan bahwa Desa dapat mendirikan Badan Usaha
Milik Desa yang disebut BUMDes yang dikelola dengan semangat kekeluargaan dan
kegotongroyongan. Usaha yang dapat dijalankan BUMDes yaitu usaha di bidang
ekonomi dan/atau pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pendirian BUM Desa disepakati melalui Musyawarah Desa dan
ditetapkan dengan Peraturan Desa.
Apa yang di lakukan Wu
Renbao yang membawa pesatnya kemaksuran ekonomi desa Hua Xi adalah dengan
mengmbangkan BUMdes dengan produksi yang sesuai dengan kebutuhan pasar,
sehingga pengelolaan sumber daya betul-betul di kelola agar juga memiliki daya
saing pasar.
Akankah Desa-Desa di
Indonesia melahirkan desa-desa seperti Hua xi bahkan mengungguli Hua Xi,
Bagaimana Desa mampu mengelola Dana Desa dengan rerata 1.4 Milyar di jadikan
sebagai Modal membangun kesejahteraan, mampukah desa memproduksi produk-produk
berdaya saing atau menjadi pengguna produk luar, akan kah sumber daya manusia
di desa kita menjadi pelaku utama pembangunan di desa atau kah teralihkan oleh
tenaga kerja asing, akan kah sumber daya potensi alam dan budaya kita di kelola
olah orang desa ataukah di intervensi oleh kekuatan modal asing. Tentu ini
menjadi Pekerjaan Rumah yang panjang bagi para penggiat desa di Indonesia.
Setifikasi Sumber daya
Lokal dan bernilai Ke-arifan Lokal seharusnya menjadi kan entitas daya saing
menghadapi persaingan pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun 2015, sebelum
memasuki persaingan global dunia AFTA dan NAFTA, sebagai konsekswensi
ratiifikasi WTO yang sudah di tanda-tangani pemerintah Indonesia.
Go..Sertifikasi dan
peningkatan daya saing...
Sumber :
Sutoro Eko, Februari
2014 Desa membangun Indonesia Cetakan pertama Forum Pengembangan Pembaharuan
Desa (FPPD)
Laman setkab.go.id,
Minggu (14/9) Presiden Bentuk Komite Persiapan Pelaksanaan Masyarakat Ekonomi
ASEAN
Laman Media Indonesia
April 24 2012 Desa Hua Xi , Desa Terkaya Didunia
Inilah.Com tanggal 6
oktober 2011, 60 Pekerja Ilegal Asal China Dideportasi
Merdeka.com Rabu, 18
Juli 2012 Produk impor ilegal kuasai pasardisadur dari:
http://www.kompasiana.com/sutardjo/tantangan-desa-menuju-masyarakat-ekonomi-asean-mea-2015_54f42ff77455139e2b6c87fc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar...