Kamis, 17 September 2015

Desa Dalam Perdagangan Bebas

HAMBATAN DESA DI ERA PERDAGANGAN BEBAS

Desa sebagai wilayah kesatuan hukum yang berkedudukan di wilayah NKRI tentunya tidak lepas dari obyek persaingan pasar bebas, bukan saja terhadap kualitas produk/barang yang di hasilkan desa, tetapi sumber daya manusia sebagai pengelola sumber daya alam, budaya dan modal sosial lainnya tentunya akan di hadapkan pada persaingan ekonomi.

Pengembangan modal sosial di desa merupakan salah satu alternatif dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari di desa, sehingga secara tidak langsung daya saing pengelolaan modal sosial dan potensi sumber daya sangat menentukan kesejahteraan mayarakat desa

Desa yang memiliki sumber daya yang luar biasa tidak akan menciptakan kesjahteraan di era persaingan bebas jika tidak mampu bersaing jika tidak di bangun upaya kreatif dalam mengembangkan modal sosial yang ada. Terbentuknya “socio-economic creative rural society or rural community” bila dikembangkan dengan meningkatkan daya saing akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan perkembangan wilayah pedesaan lebih berkembang dan tetap bertahan eksis dalam persaingan pasar bebas.

Manajemen sumberdaya desa menjadi diskursus menarik untuk di kaji lebih lanjut, terlebih Desa dengan semangat UU No 6 tahun 2014 tentang desa dengan azaz revolusioner desa yaitu azaz Subsidiaritas dan Rekognisi . Azaz Rekognisi sebagai bentuk pengakuan negara terhadap hak asal usul desa, sedang azaz subsidiaritas, memberikan kewenangan penetapan berskala lokal dan pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat Desa, sehingga Desa memiliki hak untuk mengelola dan mengatur atas sumber daya untuk kepentingan ksejahteraan masyarakat desa, sehingga kedua azaz tersebut seyogyanya mendorong desa bisa meningkatkan tata kelola sumber daya untuk memiliki daya saing.

Desa ke depan di hadapkan pada tantangan bukan saja memasuki persaingan pasar bebas dan terbentuknya Masyarakat ekonomi Asean (MEA) Tahun 2015, tetapi untuk menciptakan daya saing desa masih di hadapkan pada resistensi pemahaman terhadap UU Desa yang belum sepenuhnya di pahami desa dan supra desa yang di akibatkan proses pembelajaran desa yang keliru selama ini dalam proses pelaksanaan program-program yang cenderung mengimposisi peran desa ( pemerintah desa dan masyarakat desa ).

Menurut Sutoro Eko, Otonomi daerah cenderung jamak menyediakan karpet merah bagi kelompok usaha untuk mengelola sumber daya alam daerah. Tidaklah mengherankan bahwa di era otonomi daerah lengket dengan paradigma market driven development dan desa masih terpinggirkan

Selanjutnya Sutoro eko sebutkan Performa pelaksanaan proyek proyek tersebut justru mengimposisi peran pemegang otoritas desa dan partisipasi masyarakat. Di luar dugaan program program tersebut menyebabkan modal sosial masyarakat tidak terbangun baik. Uang berubah menjadi motivator utama bergairahnya partisipasi (money driven development). Partisipasi yang tinggi dalam penyelenggaraan program program tersebut bukan berarti mampu melahirkan program/kegiatan yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat,melainkan karena dimobolisasi oleh petunjuk teknis proyek.

Pengalaman desa-desa dalam tata kelola program-program sebelumya yang bersumber dari berbagai program-program leading sektor pemerintah dengan berbagai ragam kebijakan program, ragam muatan pesan donor, serta bias implementasi program, semakin menyudutkan desa pada ketidak berdayaan, karena desa tidak di posisikan dalam pengelolaan dan pengaturan, sebagai wujud entitas desa, hal tersebut di perparah dengan prilaku supra desa senantiasa mendudukan desa sebagai sumber perasan data, ekploitasi sumber daya, dll.

Pengalaman buruk sebagai bentuk resistensi yang menghambat pengembangan modal sosial desa serta sistem regulasi diotonomi daerah yang tidak pro-desa dan pemberdayaan masyarakat desa, sehingga bentuk keberdayaan desa bukan sekedar mobilisasi yang gairah partisipasi yang di dorong dengan ketergantungan bantuan keuangan, Dana Desa harus menjadi bagian modal sosial yang di kembangkan dengan kewenangan mengatur dan mengelola, sehingga pengakuan pemerintah desa dan kelembagaan desa bisa berfungsi dan memiliki kewibawaan di hadapan masyarakat desa

SERTIFIKASI POTENSI SUMBER DAYA DESA

Salah satu bentuk manajemen sumber daya yang perlu di kembangankan adalah dilakukannya inventarisasi sumber daya melalui sertifikasi sumber daya desa. Sertifikasi sumber daya adalah upaya pengakuan terhadap sumber daya yang ada di desa untuk di pertahankan sebagai bentuk kearifan lokal yang siap berdaya saing dengan pasar bebas, sebagai contoh:
  1. Bagaimana pendataan terhadap buah-buahan lokal produk pertanian, perkebunan, hasil hutan, dll sebagai produk unggulan yang kompetitif yang mampu bersaing di pasaran bebas,
  2. Bagaimana melakukan inventarisasi keahlian tenaga sumber daya manusia berketerampilan lokal ( tukang pacul/gali, tukang ani-ani, pemetik kelapa, penyadap nira,dll)
  3. Bagaimana melakukan pendataan terhadap sumber daya alam untuk melindungi dan mempertahankan kesimbangan sistem sosial masyarakat desa dan antar desa
  4. Bagamana melakukan pendataan potensi sosial, seni, budaya, dll sebagai bagian membangun rekayasa sosial untuk kepentingan kesejahteraan desa dan antar desa maupun kawasan

Di era persaingan global dan diperluasnya otonomi desa dan  dengan kewenangan skala lokal desa berkonsekwensi arus perdaganan bebas masuk ke tingkat desa dengan masuknya iklim investasi yang mengakibatkan munculnya industrialisasi perdesaan sebagai bentuk optimalisasi pengelolaan sumber daya desa. Industri dimaksud adalah munculnya usaha-usaha pertanian, perikanan, perkebunan, perikanan, pariwisata,dll yang berbais potensi sumber daya desa dengan skala industri, yang akan berdampak pada serapan tenaga kerja terampil lokal yang harus bersaing, sehingga kasus imigran gelap pekerja kasar seperti kasus proyek PLTU di kabupaten Sukabumi tidak terulang.

Pembangunan investasi usaha dan ekonomi akan berdampak pada tumbuhnya proyek-proyek pembangunan infrastruktur sarana/prasarana pendukung invenstasi dengan skala proyek dan masive, yang harus menempatkan masyarakat desa sebagai pelaku proyek. Tidak terjadi kembali penguasaan dan pengalihan atas ekploitasi sumber daya desa yang tidak memberikan daya ungkit kesejahteraan desa.

Sertifikasi sumber daya tentunya menjadi bagian strategis bagi desa untuk bersiap dalam era persaingan bebas ini agar desa tidak terlindas dalm pergulatan pasar. Sertifikasi merupakan langkah pemetaan pasukan sebelum mendapatkan agresi pasar yang tidak bisa kita bendung.

DESA HUA XI CONTOH KEBERHASILAN

Sebuah gambaran bagaimana Desa mampu membangun kesejahteraan rakyat, dapat kita pelajari dari best practice tata kelola desa Hua xi yang terletak di propinsi Jiang Shu China, melalui kepemimpinan kepala desa Wu Renbao akhirnya sekarang menjadi satu desa termaju di dunia, Desa berinisiatif melancarkan usaha sendiri sesuai dengan kondisi masing-masing dan kebutuhan pasar. Jadi, setelah didesa-desa diperkenankan menggunakan tanahnya untuk berproduksi yang dikehendaki sesusai kebutuhan pasar.

Desa Hua Xi setelah berhasil meningkatkan produksi pertanian dengan mekanisasi, mereka benar-benar mengembangkan usaha industry di-desanya, membangun pabrik baja dan pipa-baja. Usaha menjadi lebih besar setelah Wu Renbao menggabungkan beberapa desa disekitarnya, menambah jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk industry. Sehingga hasil produksi baja setahunnya mencapai 2,2 juta ton, sedang pipa-pipa berbagai jenis untuk sepeda, sepeda-motor dan perabot rumah-tangga, hampir 300 ribu ton/tahun. Dari hasil produksi desa Hua Xi sudah ada yang eksport ke AS, Canada, Eropah, Australia dan bebrapa Negara Asia-tenggara.

Untuk pengembangan Usaha dan mensejahterakan kawasan antar desa, maka Desa Hua Xi memperluas wilayah dengan menggabungkan 16 desa disekitar menjadi satu pengurusan Desa Hua Xi untuk maju bersama. Dermikianlah sekarang ini desa Hua Xi menjadi besar dan lebih makmur lagi dengan bertambahnya tenaga kerja. Lengkap dengan produksi bahan pangan, buah-buahan, pohon, peternakan dan perikanan, dll.

Inilah bentuk contoh nyata bahwa desa mampu berdaya saingan denga mengembangkan kekuatan potensi desa dan antar desa, dengan kekuatan visi seorang pemimpin dari sebuah wilayah yang berdaulat serta didukung komitmen masyarakat desa untuk maju bersama.

Undang-undang No. 6 Tahun 2014 menegaskan kembali bahwa Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa. BUMDes adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa. Dengan demikian BUMDes adalah Lembaga Usaha Desa yang dikelolah oleh Masyarakat dan Pemerintah Desa dalam upaya memperkuat perekonomi desa dan di bentuk berdasarkan kebutuhan dan potensi desa. BUMDes juga adalah pilar kegiatan ekonomi di desa yang berfungsi sebagai lembaga sosial (social institution) dan komersial (commercial institution)

Secara khusus Ketentuan tentang Badan Usaha Milik Desa dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 diatur dalam Bab X, dengan 4 buah pasal, yaitu Pasal 87 sampai dengan Pasal 90. Dalam Bab X UU Desa ini disebutkan bahwa Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut BUMDes yang dikelola dengan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. Usaha yang dapat dijalankan BUMDes yaitu usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pendirian BUM Desa disepakati melalui Musyawarah Desa dan ditetapkan dengan Peraturan Desa.

Apa yang di lakukan Wu Renbao yang membawa pesatnya kemaksuran ekonomi desa Hua Xi adalah dengan mengmbangkan BUMdes dengan produksi yang sesuai dengan kebutuhan pasar, sehingga pengelolaan sumber daya betul-betul di kelola agar juga memiliki daya saing pasar.

Akankah Desa-Desa di Indonesia melahirkan desa-desa seperti Hua xi bahkan mengungguli Hua Xi, Bagaimana Desa mampu mengelola Dana Desa dengan rerata 1.4 Milyar di jadikan sebagai Modal membangun kesejahteraan, mampukah desa memproduksi produk-produk berdaya saing atau menjadi pengguna produk luar, akan kah sumber daya manusia di desa kita menjadi pelaku utama pembangunan di desa atau kah teralihkan oleh tenaga kerja asing, akan kah sumber daya potensi alam dan budaya kita di kelola olah orang desa ataukah di intervensi oleh kekuatan modal asing. Tentu ini menjadi Pekerjaan Rumah yang panjang bagi para penggiat desa di Indonesia.

Setifikasi Sumber daya Lokal dan bernilai Ke-arifan Lokal seharusnya menjadi kan entitas daya saing menghadapi persaingan pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun 2015, sebelum memasuki persaingan global dunia AFTA dan NAFTA, sebagai konsekswensi ratiifikasi WTO yang sudah di tanda-tangani pemerintah Indonesia.

Go..Sertifikasi dan peningkatan daya saing...

Sumber :
Sutoro Eko, Februari 2014 Desa membangun Indonesia Cetakan pertama Forum Pengembangan Pembaharuan Desa (FPPD)
Laman setkab.go.id, Minggu (14/9) Presiden Bentuk Komite Persiapan Pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN
Laman Media Indonesia April 24 2012 Desa Hua Xi , Desa Terkaya Didunia
Inilah.Com tanggal 6 oktober 2011, 60 Pekerja Ilegal Asal China Dideportasi
Merdeka.com Rabu, 18 Juli 2012 Produk impor ilegal kuasai pasar

 disadur dari:
http://www.kompasiana.com/sutardjo/tantangan-desa-menuju-masyarakat-ekonomi-asean-mea-2015_54f42ff77455139e2b6c87fc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar...