Senin, 08 Oktober 2018

Mengubah Budaya Desa: Agrikultur Menjadi Industri

Sumber: okezone.com
Dasar pemikiran dari judul di atas adalah suatu kenyataan dimana di beberapa desa terjadi over populasi. Produksi pertanian sangat rendah apabila dibandingkan dengan jumlah manusia yang dipergunakan dalam produksi tersebut.

Proses urbanisasi bisa terjadi dalam waktu cepat atau lambat, bergantung daripada keadaan masyarakat yang bersangkutan. Sebagaimana yang disampaikan Soerjono Soekanto, proses tersebut terjadi dengan menyangkut dua aspek, yaitu:

(a) berubahnya masyarakat desa menjadi masyarakat kota;
(b) bertambahnya penduduk kota yang disebabkan oleh mengalirnya penduduk yang berasal dari desa-desa (pada umumnya disebabkan karena penduduk desa merasa tertarik oleh keadaan dikota).

Saya melihat bahwa kemungkinan pertama (huruf a) diatas menjadi penyebab akan adanya perubahan budaya di desa. Suatu desa (terutama di Pulau Jawa) -mau tidak mau- akan berubah menjadi "desa industri". Pada awalnya hanya sebuah desa dengan industri sebagai penopang kehidupan, namun lambat laun suasananya pun akan terasa seperti kota.

Contohnya, di Kabupaten Bandung masih banyak wilayah dengan administratif desa. Namun, suasananya sudah seperti kota.

🔩

Perubahan budaya di desa, menurut saya perlu dilakukan. Masyarakat pertanian yang serba menggantungkan hidupnya pada alam, harus dipaksa untuk memaksimalkan potensi dirinya.

Warga desa, tidak bisa melulu berpikir untuk bergantung pada 'perubahan cuaca' saja. Tapi, warga desa harus berpikir bahwa: di lingkungannya terjadi juga 'perubahan tren konsumsi' masyarakat.

Warga desa harus mengubah cara hidup. Perubahan ini bukan sekedar gaya hidup konsumtif yang ditiru dari warga kota, namun perubahan pola produksi dari berdasarkan pola tanam menjadi berdasarkan "kebutuhan pasar".

Cara berpikir dan cara bertindak seorang industrialis memang berbeda dengan seorang petani tradisional. Lahan pertanian, tidak dipandang sebagai areal tanam "kurang berharga" tetapi juga adalah "pabrik produksi" pangan. Perbedaan persepsi ini jelas mempengaruhi bagaimana orang desa memperlakukan setiap jengkal tanah yang diinjaknya.

Tanah akan dianggap sebagai investasi yang sangat berharga. Harga tanah akan sangat mahal. Sehingga, warga desa akan "memanfaatkan" setiap jengkal tanah dengan maksimal.

Warga pedesaan sepertinya masih terkungkung dalam "persepsi profesi" yang keliru. Orang desa masih menganggap profesi hanya ada tiga yakni pegawai pemerintah, petani dan pedagang.

Profesi industrialis pun masih belum populer di pedesaan. Mungkin karena orang desa kebingungan memasarkan hasil produksi dalam industri yang tidak langsung berhadapan dengan konsumen. Tidak aneh, jika orang desa ingin jadi pengusaha maka dia akan pergi ke kota. Pikirnya, betapa sulitnya memasarkan produknya  di desa yang sepi pembeli.

🏢

Masyarakat desa akan berubah seperti "orang kota". Kenapa ini terjadi?

Warga desa akan memiliki ragam pilihan profesi. Di masyarakat industri, kejelasan jabatan dan deskripsi kerja begitu dikedepankan.

Cara berpikir yang mendasari manajemen di pertanian tradisional jauh berbeda dengan industri. Namun, bukankah segala perubahan ini diawali dengan cara manusia berpikir. Orang desa harus belajar untuk mengubah cara berpikirnya.

Perubahan pola pikir ini bisa dijalankan dengan dirangsang atau dipaksa. Dirangsang dengan pendidikan formal ataupun nonformal. Juga, tentu saja dengan cara pemaksaan dimana investasi didatangkan ke pedesaan. Para industrialis-kapitalis dirayu untuk membuka usahanya di desa. Lambat laun, perubahan pola pikir itu akan terjadi.

🏭

Kita sebagai orang desa, harus setuju terlebih dahulu pada perubahan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Jika ada yang tidak setuju, biasanya terjadi pertentangan yang bisa menghambat tujuan pembangunan.

Ketidaksetujuan orang desa pada perubahan budaya, dapat dimengerti. Kenyamanan yang selama ini dirasakan akan 'hilang'. Namun, sadarkah kita bahwa "kenyamanan" juga bisa membuat kita terlena. Ketika dunia berlomba untuk saling mengungguli, orang desa tidak bisa 'santai-santai saja'.

《📚Soerjono Soekanto, Pengantar Sosiologi》

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar...