Salah satu perilaku sosial yang
melembaga tersebut adalah bagaimana manusia berkelompok dan bermasyarakat,
dengan melakukan perubahan-perubahan yang direncanakan, yang kemudian dikenal
sebagai aktifitas pembangunan.[1]
Mengelola lingkungan juga merupakan bagian dari
pembangunan. Apabila kita senantiasa menganggap bahwa pembangunan adalah
mendirikan berbagai sarana dan prasarana maka itu tidak tepat. Warga desa jelas
memerlukan sarana dan prasarana yang sebelumnya tidak ada. Tetapi, warga desa
juga perlu menjaga apa yang telah disediakan oleh Alloh SWT yakni lingkungan
tempat kita tinggal.
Dalam pengelolaan lingkungan itu, perlu adanya
rencana yang jelas atas target apa yang akan dicapai. Permasalahan lingkungan
yang muncul, seharusnya harus bisa 'diprediksi' sejak awal. Maka dari itu,
sejak awal perlu adanya pengelolaan isu yang baik supaya tidak terjadi simpang
siur atas apa yang harus dilakukan.
Harus diakui, akan ada hal 'yang dikorbankan'
dalam proses pembangunan itu. Maksudnya, ketika jumlah manusia bertambah maka
akan ada lahan yang terpakai, pohon yang ditebang atau tanah yang diurug.
Tetapi, demi kebaikan dari pembangunan itu sendiri maka kita harus bisa
berkompromi kepada alam agar tetap memberikan kemurahannya untuk ummat manusia.
Saya ingin menegaskan, bahwa kemajuan teknologi
yang diterapkan pada pembangunan itu mutlak dilakukan. Kita tidak perlu 'bangga' dengan kondisi alam
yang masih asri tetapi sepi pembangunan. Hal itu hanya berlaku bagi orang-orang
yang sudah 'muak' dengan pembangunan yang tidak beraturan. Tetapi, bagi warga
desa harus ada sikap terbuka untuk menerima bahkan melahirkan teknologi yang
ramah lingkungan. Jangan sampai, kita terbuai dengan keasrian lingkungan kita
sehingga tertinggal dalam teknologi dan pembangunan.
Sungguh, suatu masyarakat yang mandiri dalam
bidang materi dan teknologi lebih mampu menunaikan tanggungjawabnya sebagai kholifah
Alloh, sebab masyarakat tersebut memiliki kendali lebih banyak atas
sumberdaya dan lingkungannya. Lagi pula, suatu masyarakat yang berupaya
menciptakan keadilan sosial dan pembangunan masyarakat sebenarnya bertindak
sesuai dengan ajaran Islam seperti 'adl dan istishlah. Sungguh, gagasan
tentang mandiri di bidang materi dan teknologi, keadilan sosial dan pembangunan
masyarakat, serta keotentikan kultur, menjadikan pembangunan sebagai suatu
aktifitas yang berorientasi sasaran dan nilai yang dicurahkan untuk
meningkatkan kesejahteraan material, sosial, moral dan spiritual seluruh warga.[2]
Permasalahan
lingkungan tidak timbul dari ketegangan antara satu pihak dengan pihak lain.
Permasalahan lingkungan juga bukan sumber konflik apabila setiap pihak sudah
memahami akan konsekuensi pembangunan yang dilakukan. Permasalahan lingkungan
adalah bagian dari upaya untuk menyejahterakan warga desa sendiri tetapi ada resiko
yang harus diambil karenanya. Maka dari itu, isu lingkungan bukan sebagai
wahana untuk menimbulkan ketegangan, mencari sensasi atau malahan mencari
popularitas.
Orang-orang yang
bisa mengelola isu lingkungan dengan baik adalah pribadi yang berniat baik pula
untuk membangun bangsanya. Justru, sebaliknya apabila ada pihak yang membuat
'kegaduhan' dengan isu lingkungan ini perlu dipertanyakan kepada siapakah
sebenarnya dia berpihak? Kita sering melihat dan mendengar banyak orang yang
mengatasnamakan 'aktifis lingkungan' tetapi belum bisa bersikap realistis dan
memberikan solusi atas kebutuhan ummat manusia.
Saya selalu
optimis bahwa setiap permasalahan akan ada solusinya. Hanya saja, kita harus
melihat permasalahan lebih komprehensif. Terkadang, kita harus menggunakan
'mata elang' atau 'helicopter view' dalam melihat permasalahan
lingkungan. Sehingga, dalam mengangkat isu yang akan disampaikan pun akan
menuju pada suatu solusi yang konstruktif bukan malah sebaliknya, destruktif.
Isu lingkungan menjadi isu yang sangat sensitif
bagi warga desa. Sebagai wilayah yang masih memiliki alam yang asri, perdesaan
merasa 'dirugikan' apabila ketenangan kehidupannya diganggu. Untuk itu, isu
yang diangkat harus bisa meyakinkan akan arti penting pembangunan bagi seluruh
warga. Warga desa pun memiliki kepentingan akan kehidupannya, tetapi juga
mereka juga punya kepentingan akan kehidupan anak-cucunya. Isu
lingkungan juga harus bisa menerawang ke depan dalam arti positif. Warga desa tidak
perlu ditakut-takuti akan bahaya pembangunan dimana akan terjadi marjinalisasi
alias 'pengusiran orang desa'. Justru, pembangunan merupakan bentuk kepedulian
kita akan masa depan generasi penerus warganya. Kita harus menyadari bahwa zaman akan banyak berubah dan kita pun harus
memiliki persiapan untuk menyambutnya.
Fokus Pengelolaan Isu
Negeri
ini masih terus membangun, mulai dari desa hingga kota juga mulai dari daerah
berpenduduk banyak hingga daerah terpencil yang berpenduduk jarang. Dalam essay
ini saya ingin menegaskan bahwa fokus perhatian kita akan lingkungan adalah
manusia itu sendiri sebagai pengelola lingkungan.
Suatu
keniscayaan yang sulit untuk dipungkiri jika manusia Indonesia akan terus
bertambah. Populasi penduduk menjadi acuan bagi pengelolaan isu lingkungan yang
sering didengungkan. Artinya, secara sengaja kita harus membuat sistem yang
akan mempengaruhi pola pikir dan pola sikap manusia dalam mengelola
lingkungannya.
Dalam
keseharian, kita sering melihat sampah yang berserakan dimana-mana karena ulah
manusia. Juga, kerusakan hutan karena ulah tangan manusia, sungai yang tercemar
juga karena sikap manusia yang tidak peduli akan lingkungannya. Dan, masih
banyak lagi contoh yang menunjukan bahwa masalah lingkungan lebih banyak
diakibatkan oleh manusia.[3]
Fokus
pertama, pertumbuhan populasi menjadi isu dunia dimana pertambahan penduduk dunia yang mengikuti
pertumbuhan secara ekponensial merupakan permasalahan lingkungan. Dampaknya, terjadinya pertumbuhan
penduduk akan menyebabkan meningkatnya kebutuhan sumber daya alam dan ruang.[4]
Untuk itu, isu lingkungan lebih ditekankan pada bagaimana kita
menyediakan ruang yang cukup bagi warga untuk tempat tinggal dan beraktifitas.
Saya
yakin jika tata ruang yang baik akan berpengaruh pada perilaku warga
dalam mengelola lingkungannya. Kenyamanan menjadi poin penting dalam mengelola
ruang beraktifitas. Warga akan paham dengan sendirinya betapa pentingnya
menjaga lingkungan agar tetap tertata dengan baik.
Fokus
kedua, solusi bagi pengelolaan limbah industri dan limbah
rumah tangga. Dengan bertambahnya penduduk, maka lapangan pekerjaan pun
dituntut untuk bertambah. Aktifitas manusia yang jelas menghasilkan 'limbah'
harus dikelola dengan baik.
Perusahaan sebagai
penyedia lapangan pekerjaan sekaligus berfungsi sebagai penyelesai masalah
sosial dan lingkungan. Masalah
sosial dan lingkungan yang tidak diatur dengan baik oleh perusahaan ternyata
memberikan dampak yang sangat besar, bahkan tujuan meraih keuntungan dalam
aspek bisnis malah berbalik menjadi kerugian yang berlipat.[5]
Fokus
ketiga, pencemaran paling utama di Indonesia ialah
pencemaran oleh limbah domestik, oleh karena luasnya daerah pencemaran dan
besarnya jumlah korban. Karena itu penanggulannya harus diberi prioritas utama.
Akan tetapi umumnya masyarakat, pers dan pemerintah lebih memberi perhatian
pada limbah indsutri. Mungkin orang sudah terbiasa dengan limbah
domestik. Juga, karena penanggulangan limbah industri memberi citra modern.[6]
Isu
pengelolalaan limbah tidak boleh provokatif tetapi perlu merangsang warga untuk
mencari solusinya sendiri. Saya berharap ada suatu rencana sistematis untuk
mengelola limbah secara bersama. Jika perlu, ada bentuk investasi bersama dalam
pengelolaan limbah industri dan limbah rumah tangga. Pengelolaan limbah tidak bisa
sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah karena keterbatasan gerak dan anggaran.
Warga harus berinisiatif untuk mengelola limbahnya sendiri karena warga sendiri
yang akan merasakan hasil nyatanya.
Ada
banyak kekhawatiran jika limbah industri akan merugikan warga. Padahal, kita
perlu khawatir jika warga tidak memiliki sumber pendapatan sehingga masalah
sosial akan sulit untuk diselesaikan. Prinsipnya, ketika warga sudah terpenuhi
kebutuhan dasarnya maka bisa diajak atau dipaksa untuk menjalankan kewajibannya
yakni menjaga lingkungannya sendiri.
Fokus keempat,
menyediakan tempat tinggal yang tidak 'menghamburkan' lahan. Hal ini
penting untuk mempersiapkan kemungkinan
terjadinya alih fungsi lahan yang berlebihan. Sebagaimana yang pernah terjadi
di kota besar, lahan untuk resapan air menjadi sangat terbatas karena
penggunaan yang masif. Kita tidak ingin terjadi bencana ekologi yang
dikarenakan penggunaan lahan untuk pemukiman yang jelas menjadi kebutuhan dasar
manusia.
Fokus kelima,
menyediakan kawasan industri yang ramah lingkungan. Ini dimaksudkan,
agar aktifitas manusia lebih terkonsentrasi pada satu titik. Manusia yang berpencar justru akan merusak lahan yang
masih asri.
Fokus keenam,
menyediakan lapangan pekerjaan pengganti bagi eks-petani. Hal ini
penting, supaya petani tidak beralih menjadi perambah hutan atau penambang liar
yang jelas merusak linkungan. Hal yang lumrah, lahan pertanian berganti menjadi
pemukiman dan kawasan industri. Artinya, warga desa pun tidak bisa
terus-menerus menjadi petani karena keterbatasan lahan garapan. Anak-cucu para
petani perlu sumber penghidupan. Daripada mereka urbanisasi ke kota _yang
menimbulkan masalah baru_ lebih baik mereka tinggal di desa dengan lahan
pekerjaan yang sudah tersedia.
Pendekatan
penciptaan lapangan pekerjaan untuk menanggulangi masalah urbanisasi dan lahan
kritis, secara langsung merupakan usaha pembangunan pedesaan. Pendekatan itu
juga membantu tercapainya tujuan pemerataan pembangunan.[7]
Misalnya, dalam hal pembangunan Pembangkit
Listrik Tenaga Uap. Listrik disalurkan untuk pengembangan industri yang
menciptakan lapangan kerja baru untuk penduduk. Tingkat kehidupan penduduk
meningkat. Tekanan penduduk terhadap lahan turun, erosi berkurang, keselamatan
lahan lebih terjamin.[8]
Fokus ketujuh, perusahaan, masyarakat dan lingkungan sekitar adalah kesatuan. Jangan
sampai ada upaya untuk memprovokasi diantara keduanya.
Keberhasilan Pengelolaan Isu
Keberhasilan pengelolaan isu dapat dinilai dari
seberapa besar tanggung jawab masing-masing pihak memikul tanggung jawab yang telah diberikan. Sebagai warga
negara yang baik, kesadaran untuk senantiasa menjaga lingkungan menjadi modal
bagi pembangunan itu sendiri.
Pembangunan merupakan hal penting bagi kemajuan
masyarakat. Kegiatan ini terus digalakan dengan penuh perencanaan dimana begitu
banyak hal yang harus dipertimbangkan. Termasuk, bagaimana isu lingkungan juga
harus direncanakan agar kita bisa mencapai target pembangunan yang diinginkan.
Perlu adanya lembaga yang secara khusus menilai
keberhasilan pengelolaan isu lingkungan di pedesaan. Lembaga itu dibentuk oleh pemerintah
dan masyarakat dengan menetapkan berbagai kriteria penilaian. Penilaian
keberhasilan perusahaan mengelola isu adalah:
Pertama, adanya kegiatan yang menjembatani
pihak-pihak yang merasa dirugikan.
Kedua, ada kesepakatan yang diimplementasikan
dalam keseharian.
Ketiga, tercapainya target-target kerja yang ditawarkan
berbagai pihak.
[1]
Leli Yulifar,
Hand Book Sosiologi Dan Antropologi Pembangunan, hal. 41.
[2] Ziauddin Sardar, Tantangan
Dunia Islam Abad 21: Menjangkau Infromasi, Mizan, Bandung: 1988,
hal. 89.
[5] rahmatullah.com
[6] Otto Soemarwoto, Ekologi
Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1983, hal.
241.
[7] Otto Soemarwoto, Ekologi
Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1983, hal.
230.
[8] Otto Soemarwoto, Ekologi
Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1983, hal.
176.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar...