Permasalahan sosial akan selalu saja ada
dimanapun kita berada. Entah itu masalah kemiskinan, kebodohan dan sebagainya,
maka permasalahan sosial menjadi keseharian yang menarik untuk dibicarakan
kemudian dicari penyelesaiannya. Ketika negeri ini menerapkan berbagai cara
untuk mengawasi kehidupan warganya, maka ada sisi kelemahan dari peran
Pemerintah. Dalam situasi ekonomi tidak menentu seperti sekarang, warga lebih
'mendengarkan' pihak-pihak yang bisa memenuhi kebutuhan mereka. Sebagai warga
negara, kita tidak bisa terus 'menyalahkan' pemerintah ketika permasalahan
sosial terus muncul ke permukaan. Justru, kita bisa membantu Pemerintah mengisi
kekosongan peran pemerintah itu.
Peran warga masyarakat dalam pengendalian
sosial bisa diwujudkan dengan membentuk suatu lembaga yang bisa menyelesaikan
permasalahan sosial tersebut. Saya menyarankan untuk menjadikan lembaga
usaha/bisnis sebagai institusi yang bisa memimpin masyarakat dalam upaya
pengendalian sosial. Saya tidak menyarankan lembaga pendidikan, lembaga agama
atau lembaga sejenisnya sebagai sarana pengendalian sosial karena alasan-alasan
yang akan dikemukakan kemudian.
Fungsi Lembaga Kemasyarakatan
Lembaga kemasyarakatan, pada dasarnya mempunyai
beberapa fungsi, yaitu:
a. Memberikan pedoman kepada anggota-anggota masyarakat, bagaimana mereka
harus bertingkah laku atau bersikap didalam menghadapi masalah-masalah dalam
masyarakat, yang terutama menyangkut kebutuhan pokoknya.
b. Menjaga keutuhan dari masyarakat yang bersangkutan.
c. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem
pengendalian sosial (social control), yaitu artinya, sistem pengawasan
daripada masyarakat terhadap tingkah laku anggota-anggotanya.[1]
Dari fungsi di atas, dapat digarisbawahi bahwa
lembaga kemasyarakatan akan bisa menjadi pengendali sosial apabila bisa
memenuhi kebutuhan masyarakat. Dengan kata lain, keutuhan masyarakat bisa
tercapai bila kebutuhan mereka bisa terpenuhi.
Dari sudut fungsinya, terdapat pembedaan operative
institutions dan regulative institutions. Operative institutions yang
berfungsi sebagai lembaga yang menghimpun pola-pola atau tata cara yang
diperlukan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan , misalnya lembaga
industrialisasi. Regulative institutions bertujuan untuk mengawasi
adat-istiadat atau tata kelakuan yang tidak menjadi bagian yang mutlak daripada
lembaga itu sendiri, seperti lembaga hukum.[2]
Strategi Pengendalian Sosial dengan Lembaga Usaha
Pengendalian sosial merupakan segenap proses
yang ditempuh sekelompok masyarakat agar sesuai dengan harapan.[3] Pengendalian sosial ada yang bersifat
prefentif yakni berupa pencegahan supaya permasalahan sosial tidak terjadi.
Dalam essay ini, saya memfokuskan pada upaya pengendalian sosial yang
menggunakan lembaga masyarakat dimana disebut pengendalian institusional.
Pengendalian sosial dengan lembaga usaha ini
bisa juga bersifat tidak resmi karena tidak menggunakan institusi yang secara
resmi bertugas untuk mengendalikan kondisi sosial seperti Kepolisian. Lembaga
usaha tidak memiliki wewenang resmi untuk itu, tetapi menjadi lembaga yang
dirasa paling berpengaruh untuk mengendalikan kondisi sosial di pedesaan. Seperti
yang sering disebut, lembaga usaha langsung 'menguasai' sumberdaya manusia dan
sumberdaya modal sebagai 'sumber' permasalahan sosial.
Permasalahan sosial bisa diatasi dengan kerjasama
antar para pemangku kepentingan. Tidak hanya Pemerintah, lembaga usaha yang ada
bisa mengumpulkan dana untuk operasional setiap kegiatan penyelesaian
masalah sosial.[4]
Pola kerjasama ini bisa diterapkan secara
formal dengan membentuk Yayasan atau Lembaga Pelatihan dsb.. Sebagai warga
desa, kita bisa saja mencoba menyelesaikan permasalahan dengan mandiri. Hanya
saja, peran perusahaan tidak hanya bisa mengurus urusan internal organisasinya.
Permasalahan di luar perusahaan juga perlu andil para pengusaha dan/atau
karyawan yang ada di dalamnya. Lembaga usaha bisa memberikan solusi dengan
kemampuan manajemen yang dimiliki personil perusahaan.
Dalam tulisan ini, saya tidak akan memaparkan
hal yang bersifat teknis. Setiap individu memiliki cara tersendiri untuk
menyelesaikan masalahnya. Secara strategis, setiap kegiatan yang dikelola oleh
perusahaan akan memberikan kesan positif atas kehadiran perusahaan di tengah
masyarakat. Secara singkat, perusahaan harus dianggap sebagai penyelesai
masalah bukan malah pembawa masalah.[5]
Saya tidak sependapat pada pihak yang
senantiasa memisahkan antara perusahaan dengan masyarakat di sekitarnya.
Seakan, diantara keduanya ada tembok tebal yang menghalanginya untuk saling berkomunikasi.
Malahan, perusahaan dianggap sebagai 'pengganggu' ketentraman kehidupan
pedesaan. Justru, kita bisa membuka komunikasi diantara keduanya sehingga
terjalin hubungan yang harmonis.
Sebagai warga desa, kita harus menyadari bahwa
sekarang bukan lagi jaman penjajahan dimana perusahaan yang didirikan di desa
bukan lagi dianggap sebagai 'raksasa' yang menguras kekayaan pribumi. Di era
globalisasi, menjadi suatu keniscayaan dimana peran perusahaan tidak sebatas
pada institusi yang memproduksi barang dan jasa tetapi sudah berubah menjadi
kekuatan untuk menggerakan masyarakat.[6]
Menciptakan Kedisiplinan Individu[7]
Secara garis besar, strategi pengendalian
sosial melalui lembaga usaha dapat dilakukan dengan membuat kesepakatan bersama
antara berbagai pihak. Lembaga usaha mempunyai kemampuan untuk melakukan
lobi-lobi kepada Pemerintah, tokoh masyarakat bahkan pada masyarakat sekitar
lokasi usaha dalam menentukan skema situasi yang diinginkan. Apabila ada
kesepakatan yang jelas, maka tidak akan ada pabrik yang membuang limbah
sembarangan, pemukiman yang terlihat kumuh atau jalan raya yang rusak karena
setiap pihak sudah memiliki kesepakatan untuk bersama-sama menjaga keutuhan
masyarakat.
Lembaga usaha yang memiliki sumberdaya manusia
terlatih, bisa turut serta memberi contoh akan kualitas manusia yang ideal di
mata masyarakat. Bahkan, lembaga usaha juga turut mempengaruhi pola kehidupan
bermasyarakat karena di sana ada sistem kerja terjadwal. Pola kerja terjadwal
ini secara langsung berpengaruh pada karakter manusia di dalamnya.
Sebagaimana dalam sistem ekonomi Islam, salah
satu tujuan dari kegiatan ekonomi itu adalah membentuk masyarakat bahagia.
Dengan memperhatikan prinsip moral, kegiatan ekonomi jelas akan berpengaruh pada
karakter manusia. 'Manusia ekonomi' yang dibentuk oleh prinsip Islami bukanlah
pribadi yang mengeluarkan suatu kegiatan ekonomi hanya untuk mencari kepuasan materi. Materi
yang akan diperoleh tidaklah didapat dengan motif egois dan mementingkan diri
sendiri sehingga akan ada sikap saling membantu dan kerjasama antara sesama
anggota masyarakat.[8]
***
Manusia yang disiplin adalah salah satu ciri
masyarakat industri yang ada pada lembaga usaha. Lambat laun, lembaga usaha
menjadi sentra dari perubahan di masyarakat. Saya berpikir, bahwa setiap
kebijakan yang ditelorkan oleh Pemerintah akan bermuara pada kepentingan
bisnis. Hal itu menjadi konsekuensi logis bagi kehidupan bermasyarakat, karena
darisanalah sumber penghidupan warga berasal. Juga, menjadi sifat dasar manusia
yang lebih mementingkan kebutuhan dasarnya.
[1] Soerjono Soekanto,
Sosiologi Suatu Pengantar, Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, 1970,
hal. 74.
[2] Soekanto, op.cit, hal. 83.
[3] http://igozigozza.blogspot.in/2012/07/pengendalian-sosial-social-control.html?m=1
[4] Thahir Abdul
Muhsin Sulaiman, Menanggulangi Krisis Ekonomi Secara Islam, hal. 350.
[5] Muhammad Yunus, Bank
Kaum Miskin, Marjin Kiri, Depok: 2007, hal. 274.
[6] David Bornstein, Mengubah
Dunia, Kewirausahaan Sosial dan Kekuatan Gagasan Baru, Insist Press,
Yogyakarta: 2006, hal. 278.
[7] http://igozigozza.blogspot.in/2012/07/pengendalian-sosial-social-control.html?m=1
[8] Thahir Abdul
Muhsin Sulaiman, Menanggulangi Krisis Ekonomi Secara Islam, hal. 26.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar...