Pada tulisan ini, saya ingin mencoba untuk mengira-ngira seperti apa
semangat belajar para remaja siswa SMP dan SMA di pedesaan. Apakah semangat
belajar mereka ada hubungannya dengan cita-cita yang tertanam dalam dirinya.
Lalu, bagaimana lingkungan pedesaan turut mempengaruhi semangat belajar mereka.
Sesuai judul di atas, agaknya sulit untuk menakar semangat belajar
remaja di pedesaan. Perlu ada penelitian lebih lanjut untuk mengetahui seberapa
besar semangat mereka untuk belajar. Hanya saja, secara kasat mata kita bisa tahu
bahwa remaja mengalami penurunan semangat belajar mereka. Sepertinya, orientasi
sekolah sudah bukan lagi tempat untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya tetapi
sebagai tempat untuk 'mengisi waktu' semata.
Secara kasat mata, remaja kita menganggap belajar adalah aktifitas yang
melelahkan dan tidak menarik. Meskipun tidak semuanya begitu, masih banyak
remaja kita yang tidak suka sekolah. Pertanyaannya, apakah mereka
benar-benar tidak ingin belajar atau mereka tidak ingin belajar di sekolah?
Menyemangati Belajar
Sebagaimana kita tahu, semangat belajar setiap siswa berbeda-beda. Untuk
itu, sebaiknya kita tahu kenapa hal itu terjadi. Dalam hal ini, motifasi
belajar para siswa perlu ditingkatkan dengan cara memberikan gambaran masa
depan kepada mereka. Bagi remaja, masa depan masih menjadi teka-teki dimana
belum bisa menentukan keputusan secara mantap jalan hidup mana yang akan
ditempuh.
Sebagai orang dewasa, sebaiknya kita memberikan gambaran mengenai masa
depan sejak dini. Jangan sampai para remaja kehilangan pegangan. Dalam proses
belajar, remaja-remaja di pedesaan harus mempunyai gambaran jelas mengenai
situasi desanya di kemudian hari.
Filosofi hidup orang desa yang beranggapan bahwa masa depan itu terjadi
begitu saja _tanpa sebuah perencanaan_ sepertinya sudah tidak relevan lagi
dengan kehidupan modern saat ini. Kita tahu, apa yang terjadi di negeri ini
_baik dan buruknya_ itu semua atas perencanaan sejak jauh-jauh hari. Hanya
saja, kita tahu kapan dan dimana rencana itu dibuat. Yang kita tahu, akibat
dari dilaksanakannya rencana itu sudah menghampiri kehidupan pribadi kita.
Remaja kita harus sudah bisa membuat rencana-rencana masa depan,
terlepas apakah itu akan berhasil atau tidak. Pada waktu belajar, mereka sudah
dihadapkan pada realita kehidupan yang dinamis dan penuh resiko. Bagi
manusia, belajar adalah bentuk usaha untuk beradaptasi atas lingkungan di
sekitarnya. Belajar, juga sebagai usaha untuk membawa lingkungan supaya lebih
baik lagi.
Apabila remaja kita menganggap sekolah sebagai batu loncatan untuk
mendapatkan pekerjaan yang mapan, itu sah saja. Lalu, bagaimana orang dewasa di
sekitarnya bisa menawarkan pilihan pekerjaan lain selain yang mereka idamkan.
Misalnya, seseorang berkeinginan menjadi dokter tetapi ternyata dia mengalami
kekurangan secara akademis maka orang di sekitarnya bisa menawarkan pekerjaan
yang cocok dengannya. Ini semua kembali kepada salah satu esensi pembangunan
nasional yakni membuka lapangan pekerjaan sebesar-besarnya.
Bagi remaja di desa _berdasarkan pengalaman dan pengamatan pribadi_ ,
pilihan-pilihan itu begitu sedikit. Wajar, jika mereka belum bisa menentukan
profesi apa yang akan dijalani nanti. Juga, orang dewasa belum bisa menjelaskan
dengan gamblang pilihan-pilihan bagi mereka. Seakan, orang tua di pedesaan
'membiarkan' si anak menentukan keinginannya sendiri tanpa bimbingan. Terlebih,
para orang tua belum bisa membaca minat dan bakat yang ada pada diri anaknya. Masih
jauh, apabila sampai membimbingnya supaya minat dan bakatnya itu tersalurkan.
Semangat dan
Cita-cita
Permasalahan timbul, ketika pelajaran di sekolah tidak bisa menunjang
cita-cita mereka. Pelajar tidak termotifasi untuk belajar ketika
tidak bisa menemukan hubungan belajar
dengan tercapainya cita-cita mereka. Pelajar harus diyakinkan bahwa
pelajaran yang mereka terima bisa diterapkan di kemudian hari dan bisa
menunjang cita-cita mereka.
Hamzah
B. Uno (2013: 4) menyebutkan bahwa motivasi intrinsik adalah motivasi yang
telah ada dalam diri individu misalnya keinginan berhasil, dorongan dan
kebutuhan belajar, serta harapan akan cita-cita.[1] Motifasi ini tidak timbul begitu saja karena perlu adanya proses
pencarian jati diri dari setiap individu siswa. Sebagai anggota masyarakat,
kita hanya bisa mengarahkan mereka pada cita-cita yang mereka idamkan.
Pada setiap siswa, cita-cita itu memang berbeda. Bagi warga desa, memang
tidak bisa mengakomodir semua keinginan dari setiap anak. Hanya saja, _seperti
yang digambarkan di atas_ kita bisa memberikan mereka berbagai pengetahuan
aplikatif mengenai begitu banyak profesi di dunia ini. Bagi remaja, mereka akan
menemukan cita-cita mereka sendiri baik itu cepat atau lambat.
Semangat dan Persepsi
Belajar merupakan cara untuk mengubah pola pikir kita. Persepsi manusia
tentang dunia akan terus berubah seiring dengan bertambahnya pengetahuan
mereka. Begitu pun remaja, persepsinya tentang dunia masih begitu sempit. Untuk
itu, perlu upaya membawa mereka pada realita dunia yang sebenarnya.
Remaja sebaiknya belajar bagaimana suatu peradaban dibangun di masa
lalu, juga bagaimana peradaban dibangun di masa depan. Sejak remaja, generasi
saat ini harus sudah diajarkan pola-pola
pembangunan suatu masyarakat di dunia. Mereka harus menyadari bahwa semua ini
tidak terjadi begitu saja tetapi ada suatu proses panjang sehingga ketika
mereka lahir sudah ada banyak kemajuan. Masa kini, remaja sudah menikmati hasil
dari pembangunan sehingga tidak merasakan 'pahir-ketir'-nya kehidupan di masa
lampau. Bukan harus mengajak mareka untuk merasakan kepahitan itu, tetapi
ajaklah pada situasi masa depan yang akan mereka isi di kemudian hari. [2]
Persepsi remaja tentang desanya sangat penting untuk ditekankan. Saya
berharap, formalitas belajar tidak menumpulkan kepedulian mereka terhadap
realita lingkungan hidup yang sebenarnya. Apa yang sedang terjadi harus mereka
pahami bukan dilihat sebagai kejadian yang berlalu begitu saja. Pendekatan kontekstual
seperti ini diharapkan akan merangsang para remaja untuk mempelajari
kehidupannya sendiri.
Pola belajar yang sudah dibangun tidak cukup dengan memberikan mereka
fakta-fakta tertulis tetapi juga menghadapkannya pada fakta tidak tertulis.
Pikiran manusia bisa memahami apa yang sedang dan akan terjadi pada dirinya.
Dalam pada itu, pembelajaran akan dirasa manfaatnya segera karena ilmu
pengetahuan bisa menjadi solusi atas permasalahan yang kerap terjadi. [3]
Motifasi dari Dalam Diri
Motivasi ekstrinsik adalah keinginan belajar yang
dipengaruhi oleh rangsangan dari luar individu. Tujuan siswa melakukan kegiatan
belajar adalah untuk mencapai tujuan yang terletak di luar aktivitas belajar.
Dimyati dan Mudjiono (2009: 90-91) juga menjelaskan bahwa motivasi ekstrinsik
adalah dorongan terhadap perilaku seseorang yang bersumber dari luar diri
individu. Contohnya siswa belajar karena ikut-ikutan temannya. Hamzah B. Uno
(2013: 4) menyebutkan motivasi ekstrinsik sebagai motivasi yang timbul karena
rangsangan dari luar individu seperti adanya penghargaan, lingkungan belajar
yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik.[4]
Memotifasi remaja bisa dilakukan dengan
menyediakan lingkungan belajar yang aman, nyaman dan menarik perhatian mereka. Warga
dan pemerintah desa tidak hanya berkewajiban menyediakan ruang kelas bagi
belajar siswa tetapi sudah saatnya untuk membuat 'laboratorium hidup' bagi siswa.
Desa menjadi tempat belajar paling efektif bagi siswa dimana mendorong mereka
untuk menemukan formulasi belajar menurut cara mereka sendiri.
Para guru sepertinya belum percaya bahwa para siswa yang 'malas'
sebenarnya membutuhkan situasi yang dianggap 'kongkrit'. Mereka kesulitan untuk
menemukan hubungan antara belajar teori di kelas dengan aplikasi dalam
kehidupan keseharian mereka. Secara teori, pikiran secara alami akan mencari
makna dari hubungan individu dengan lingkungan sekitarnya. [5]
Untuk itu, perlu adanya konsep belajar yang menginternalisasikan teori-teori
yang sudah ada. Konsep-konsep ditemukan oleh siswa melalui observasi mereka di
lapangan.
Saya pribadi mendorong diberlakukannya Kurikulum 2013 yang mendekatkan
siswa pada lingkungannya. 'Laboratorium hidup' ini bisa menjadi inpirasi siswa
untuk menentukan cita-cita mereka di kemudian hari. Lingkungan sekitar
merupakan kondisi riil bagi siswa untuk menemukan konsep-konsep kehidupan yang
akan menjadi pegangannya di kemudian hari.
[1] Gordella
Nugraheni , Penerapan Metode Discovery Untuk Meningkatkan Motivasi
Dan Prestasi Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial Siswa Kelas IV SD Negeri Krebet
Kecamatan Panjatan Kabupaten Kulon Progo,
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, 2014, hal. 33.
[3] Gordella Nugraheni, hal.
35.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar...