Pendekatan sistem sosial
Pendekatan ini berkembang
mengikuti perkembangan aliran pemikiran yang semakin menghendaki perlakuan yang
kebih manusiawi bagi para karyawan dalam suatu organisasi, seperti aliran Behavior
Revisionist (1955-1970) dan Era Kesejahteraan (1930-sekarang).
Dalam masa perkembangan ini,
makin disadari bahwa pengelolaan SDM dalam organisasi bukanlah suatu proses
yang sederhana. Banyak faktor yang mempengaruhi baik yang bersifat internal
maupun yang bersifat eksternal. Oleh karena itu manajemen SDM harus ditempatkan
sebagai suatu sistem sosial yang berada di dalam dan menjadi
sub-sistem dari pendekatan sistem manajemen. Dalam pendekatan ini, maka
falsafah manajemen yang digunakan adalah contingency management.[1]
Kebutuhan manusia sebagai
makhluk sosial
Setiap manusia mempunyai
kebutuhan yang harus dipenuhinya, yang antara lan adalah kebutuhan yang
berkaitan dengan kedudukannya sebagai makhluk sosial , seperti kebutuhan
akan penghargaan, kebutuhan akan rasa diterima kehadirannya oleh masyarakat
lingkungannya, kebutuhan untuk mengaktualisasikan dirinya.[2]
Jangkauan luas MSDM
Dengan pendekatan sistem sosial ini, maka manajemen SDM menjadi luas
jangkauannya, karena tidak saja masalah yang terjadi dalam organisasi
sebagai “inner central” dari sistem itu, tetapi juga menyangkut
lingkungan organisasi sebagai “outer extended system”, seperti serikat
buruh, masyarakat sekitar, pelanggan, pesaing, pemasok, pemegang saham, lembaga
keuangan dan Pemerintah.[3]
Manusia tidak hanya alat produksi
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa manajemen sumber daya manusia
menempatkan tenaga kerja dalam organisasi tidak hanya sebagai alat produksi. Lebih
dari itu, tenaga kerja merupakan kekayaan/aset organisasi, yang berbentuk – sumberdaya
manusia yang mempunyai cita, rasa dan karsa yang berbeda-beda, sehingga harus
dikelola dengan pendekatan yang lebih manusiawi. Pendekatan sistem sosial yang
menempatkan manusia sesuai dengan harkatnya sebagai makhluk sosial.[4]
Tujuan pokok MSDM
Seluruh kegiatan melalui
fungsi-fungsi manajemen sumberdaya manusia tersebut diarahkan untuk mewujudkan
sasaran pokok MSDM, yaitu mendayagunakan secara optimal sumberdaya manusia dalam
suatu organisasi melalui terciptanya suatu kondisi ketenagakerjaan yang
memenuhi semboyan 3 TEPAT, yaitu tepat orang, tepat jabatan dan tepat waktu
(the right man on the raight job at the right time). Kondisis semacam ini
hanya mungkin terjadi bila setiap
manusia di dalam organisasi itu mencapai tingkat prestasi kerja yang tinggi.
Dengan perkataan lain, sumberdaya manusia yang dimiliki tersebut mampu
mengembangkan produktifitas kerjanya sampai tingkat yang maksimal.
Sasaran pokok ini dicapai
melalui sasaran antara berbentuk
terciptanya kemampuan kerja (ability to work) dan kemaun kerja (willingness to work) dari tenaga
kerja yang dimiliki organisasi tersebut.
Kemauan dan kemampuan kerja
merupakan dua syarat dasar yang harus dimiliki seseorang untuk berprestasi di
dalam pekerjaan yang dilakukannya.
Kemampuan kerja berhubungan
dengan pengetahuan, keterampilan, bakat, minat dan pengalaman yang
dibutuhkan seseorang agar dapat menyelesaikan tugas-tugas yang harus
dilaksanakan sesuai dengan pekerjaan/jabatan yang didudukinya. Sedangka kemauan
kerja merupakan perwujudan dari tinggi rendahnya motifasi yang bersumber
dari dorongan berbentuk kebutuhan dan keingintahuan tertentu yang
menyebabkan seseorang melakukan tingkah laku tertentu pula. Tingkah laku yang dimaksud
adalah kehendak untuk melaksanakan tugas-tugas yang harus dilakukan sesuai
dengan pekerjaan/jabatan yang didudukinya itu.
Seorang tenaga kerja tanpa
kemampuan kerja, tidak akan dapat mencapai prestasi kerja pada tingkat yang
optimal, walaupun kemauan kerjanya tinggi. Sebaliknya, seorang tenaga kerja
dengan kemampuan kerja yang tinggi tetapi tidak memiliki kemauan kerja, akan
menunjukan prestasi kerja yang rendah pula.[5]
[1] Bambang Wahyudi, Manajemen
Sumberdaya Manusia, Sulita. Bandung: 1991. Hal. 6.
[2] Bambang Wahyudi, Manajemen
Sumberdaya Manusia, Sulita. Bandung: 1991. Hal. 7.
[3] Bambang Wahyudi, Manajemen
Sumberdaya Manusia, Sulita. Bandung: 1991. Hal. 7.
[4] Bambang Wahyudi, Manajemen
Sumberdaya Manusia, Sulita. Bandung: 1991. Hal. 11.
[5] Bambang Wahyudi, Manajemen
Sumberdaya Manusia, Sulita. Bandung: 1991. Hal. 18.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar...