Katakanlah:
"Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi. tidaklah bermanfaat
tanda kekuasaan Allah dan Rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang
yang tidak beriman". (QS. Yunus (10): 101)
Belajar menjadi salah satu kebutuhan manusia
sebagai perwujudan insting manusia dalam bertahan hidup. Setiap kondisi manusia
yang berbeda, menuntut kita untuk memahami apa yang kita alami ataupun hal yang
tidak kami alami. Proses itu terus berlangsung tanpa henti. Ketika manusia
berhenti untuk belajar maka sepertinya dia akan tersingkir dari kompetisi.
Saya ingin menyampaikan situasi dimana
seseorang dituntut untuk belajar lebih giat dari biasanya. Tidak karena disuruh
atau sekedar memenuhi tugas sekolah-kuliah. Belajar adalah sebagai perwujudan
diri sehingga selalu ada motifasi diri untuk tidak berhenti memperbaiki diri.
Situasi yang saya maksud adalah situasi
perasaan dan pikiran yang terus 'berkecamuk' melihat realita yang ada. Perasaan
yang terus gundah ketika melihat realitas menuntut kita untuk lebih tahu apa
yang sedang terjadi. Begitu juga pikiran yang sulit untuk tenang, menuntut kita
mencari jawaban dari setiap pertanyaan yang timbul.
Setelah saya membaca sebuah buku, saya tahu
bahwa saya termasuk orang suka belajar dengan menggunakan intuisi. Tipe seperti
ini senantiasa bersikap inovatif, tidak puas dengan hasil yang sudah didapat. Motifasi
belajar bagi orang seperti ini justru datang dari dirinya sendiri. Para pengintuisi,
senantiasa mencari alternatif untuk situasi belajar yang tradisional. Mereka adalah
risk-taker (pengambil resiko), tertarik dengan situasi yang bervariasi
dan fleksibel. Mereka belajar paling baik dengan mencoba-coba (trial and
error) dan penemuan sendiri. Intuitors suka membuat kejadian, mereka suka
'mencari masalah'. Mereka membawa konsep kedalam tindakan-tindakan untuk
mencapai sasaran. Pertanyaan favorit mereka adalah "Jika……..?". Mereka
belajar melalui tes-tes sebelum (pre) dan sesudah (post) kegiatan dan tantangan
yang terkendali.[1]
Bergelut dengan Alam
Bagi saya, belajar adalah memahami realita. Tidak
hanya dari literatur, belajar bisa dengan mudah apabila mengamati realita. Banyak
hal yang bisa kita pelajari. Alam memberikan gambaran jelas bagaimana
seharusnya kita mengambil pelajaran dari setiap tindakan.
Sebagai warga desa, ada banyak pelajaran yang
bisa kita peroleh dari realita di sekitar kita. Apabila kita tidak menemukan
sebuah teori dari buku, maka kita bisa menyerap pelajaran dari pola alam. Intreraksi
antara manusia dengan lingkungannya bagi saya adalah pelajaran penting yang
memberikan banyak ilham bagi setiap tulisan saya. Terkadang, pengetahuan itu di
hadapan kita. Meskipun kita sudah sekolah begitu lama, tetapi jarang kita
menemukan makna ilmu pengetahuan apabila belum mencernanya dari realita.
Pola-pola alam itu menjadi inspirasi bagi
lahirnya ilmu khusus yang dinamakan Studi Pembangunan Pedesaan. Jarang orang
yang tertarik untuk memperdalamnya. Komplesitas permasalahannya mungkin menutup
ketertarikan orang untuk fokus mempelajarinya. Tetapi, dengan memahami realita
ada cara belajar dengan biaya rendah. Pola-pola alam seakan mengisyaratkan
bagaimana seharusnya membangun desa. Sebagai contoh, indsutrialisasi di desa
perlu juga memperhatikan pola kelahiran bayi (yang kelak akan menjadi pelaku
industri) dan juga pola tanam sumber pangan (yang kelak akan menjadi sumber
pangan mereka).
Saya berharap ada banyak teori yang lahir
ketika memperhatikan realita di pedesaan. Para pelaku pembangunan desa bisa menentukan
arah pembangunan desanya di masa depan.
[1]
Pat Roessle Materka. Lokakarya
dan Seminar: Perencanan, Pelaksanaan dan Kegunaan. Bumi Aksara. Hal. 41
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar...