Kamis, 24 Maret 2016

Menghubungkan Antara Teori dan Kenyataan

Ketika ada keinginan untuk membangun daerah, maka mesti ada suatu teori yang cocok untuk diterapkan di sana. Kita bisa saja membuka banyak buku atau bertanya kepada para ahli mengenai bagaimana cara menata masa depan lingkungan. Namun, apakah teori yang telah kita pelajari bisa diwujudkan? Bagaimanakah cara kita untuk memahami 'pola-pola' penerapan suatu teori hingga bisa menjadi kenyataan?

Perubahan kondisi sosial di suatu daerah, bagaimana pun akan sangat dipengaruhi oleh bagaimana para penduduknya berperilaku. Manusia Indonesia memiliki cara tersendiri untuk membangun desanya. Hanya saja, ada banyak kesulitan yang sering dialami ketika suatu teori yang hanya dalam angan-angan sulit diwujudkan dalam kenyataan. Apakah perilaku yang ada itu memang hasil dari suatu 'setting' dari para pemangku kebijakan ataukah secara alami berjalan begitu saja.
Hal yang sangat disayangkan, kita tidak dibiasakan untuk mewujudkan apa yang ada di pikiran dalam suatu kenyataan. Selama kita belajar di sekolah, selalu saja 'dicekoki' dengan teori-teori tetapi belum diajarkan bagaimana mewujudkan teori-teori itu. Entah filsafat pendidikan yang dianut memang tidak mengarahkan seseorang untuk mewujdkan suatu teori, ataukah suatu teori itu memang harus ditelan 'mentah-mentah'.
Mungkin, budaya kita memang sangat mengagungkan ilmu pengetahuan tetapi tidak mengutamakan kegunaan dari ilmu pengetahuan itu. Budaya kita sangat 'menghormati' orang yang banyak ilmu tetapi kurang memberikan tempat pada orang yang banyak 'praktek'. Sayang sekali, penghormatan itu terlalu berlebihan sehingga tidak terbentuk suatu budaya mewujudkan ilmu pengetahuan ke dalam realita kehidupan. Contohnya, masyarakat sangat menghormati orang berpendidikan tinggi atau kyai tetapi kurang memberi tempat pada para pekerja konstruksi yang sebenarnya mereka memiliki ilmu pengetahuan di atas rata-rata.
Mungkin, karena itulah kita tidak terlalu peduli bagaimana mempraktekan ilmu yang dimiliki tetapi lebih peduli bagaimana mengumpulkan ilmu sebanyak-banyaknya. Kemudian, dengan ilmu itu kita bisa berbicara banyak di depan umum seakan kita adalah 'paling tahu' segalanya.

Otak Kita Mengembangkan Pengetahuan
Kenyataan hidup membawa manusia pada asupan baru bagi pengetahuan dalam pikirannya. Cara belajar kita yang konvensional senantiasa mengarahkan pikiran pada bagaimana mengumpulkan pengetahuan sebanyak mungkin tetapi lupa bagaimana merekontruksi pikiran supaya bisa mengaplikasikan pengetahuan.
Ada suatu konsep yang menyatakan bahwa apa yang dipikirkan manusia bisa menjadi sebuah kenyataan. Maksudnya, pikiran kita membangun suatu pola untuk 'merekayasa' kenyataan yang diinginkan manusia. Hanya saja, tidak banyak orang mempercayai konsep ini karena menganggap apa yang terjadi di dunia semata-semata 'kehendak' Yang Maha Kuasa, dan manusia tidak punya upaya untuk mengubahnya.
Atas dasar pemikiran itu, kebanyakan sistem pembelajaran yang dianut tidak menekankan bahwa suatu teori yang sedang dipelajari bisa menjadi sebuah kenyataan di kemudian hari. Sering kita menganggap bahwa teori itu adalah sesuatu yang telah terjadi dan terbukti. Sayangnya, kita tidak menganggap bahwa suatu teori pun bisa saja adalah sesuatu yang belum terjadi. Ketidakpercayaan manusia pada konsep 'sebab-akibat' membuat semuanya menganggap yang akan terjadi tidak bisa diprediksi. Lalu, apa kabarnya dengan teori 'hari kiamat'?
Suatu teori bukanlah sejarah dari ilmu pengetahuan. Artinya, suatu teori bukan sesuatu yang tidak akan terjadi lagi. Pikiran kita dipenuhi oleh teori-teori yang bersifat 'masa lalu' tetapi jarang diisi dengan teori-teori mengenai 'masa depan'. Padahal, pikiran manusia bisa menghasilkan teori baru disetiap harinya. Untuk itu, tidak alasan lagi ketika seorang anak kecil mengemukakan suatu hal yang belum pernah terjadi sebelumnya. Misalnya, anak indigo dimana mereka bisa 'meraba' masa depan walaupun terkesan seperti ramalan. Saya pribadi percaya bahwa mereka sebenarnya bisa memahami pola-pola alam yang tidak dimengerti orang lain. Maka dari itu, menjadi sesuatu yang lumrah apabila ilmu Alloh bisa dicerna oleh sebagian kecil manusia di bumi.

Budaya Mencari Ilmu Pengetahuan
Otak manusia memiliki 'rekaman' ilmu pengetahuan yang tidak dinyatakan karena banyak faktor. Formalisasi pengetahuan menyebabkan masyarakat kita kurang menghargai pengetahuan yang dimiliki seseorang apabila tidak keluar dari mulut seorang  yang 'berpendidikan'. Sistem pengetahuan seperti itu bisa jadi sangat membantu untuk memastikan ilmu mana yang bisa digunakan dan bermanfaat. Namun, sistem yang serba formal dan kaku justru membuat orang enggan untuk 'menggali' ilmu dan 'menelorkan' ilmu yang dimilikinya.
Ada kepuasan tersendiri ketika kita bisa mempraktekan ilmu pengetahuan yang dimiliki. Kemanfaatan ilmu bisa membawa seseorang pada 'berkah' dari Yang Maha Kuasa dimana ada vitalitas dalam menjalani hidup. Mereka tidak akan merasa puas akan apa yang dimiliki dan terus mencari secara mandiri pengetahuan untuk mencapai 'kesempurnaan'. Visi hidupnya terus membimbing dalam merajut pola pengetahuan yang sebelumnya belum terbangun.
Pencarian pengetahuan  belum menjadi budaya kita. Mungkin, keengganan itu datang karena terlalu adanya dikotomi antara 'si ahli teori' dan 'si ahli praktek'. Si ahli teori datang dari kalangan terpelajar sedangkan si ahli praktek datang dari kalangan berpendidikan rendah. Dikotomi ini jelas merugikan. Sementara waktu, orang akan mendapat prestise ketika disebut si ahli teori. Namun, lama-lama si ahli teori akan tersisih karena dianggap tidak mampu menyelesaikan masalah masyarakat.
Kenyamanan para pemikir untuk tidak mengaplikasikan ilmunya menyebabkan kemandegan. Sulit bagi kita untuk bisa merubah keadaan, apabila suatu teori hanya dalam  kepala. Membiasakan diri untuk mengamalkan ilmu memang memerlukan energi lebih besar tetapi tentu saja akan menghasilkan karya yang lebih besar pula. Sepengetahuan saya, Rosululloh pun bukan sebagai orang yang teoritis tetapi juga mempraktekan ilmu yang dimilikinya. Maka dari itu, Islam mencapai puncak kejayaannya karena ilmu yang dimiliki para ulama dipraktekan dalam kehidupan keseharian.

Membudayakan Mengembangkan Pengetahuan
Indigeneous learninng styles adalah pendekatan dan strategi dalam memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang tumbuh kembang pada setiap entitas, pada umumnya dipergunakan dalam mempelajari perilaku pembelajaran individual dan kelompok yang menyatu dengan akar budaya setiap entitas tersebut yang berlangsung sama tuanya dengan budaya itu sendiri.  Haris (1990) merumuskan bahwa indegeneous learning styles adalah:
1.       Belajar dengan observasi dan imitasi. Pembelajaran tidak menekankan pada pengajaran secara lisan, akan tetapi lebih menekankan pada melihat dan mengajarkan (watch and do).
2.       Belajar melalui pengalaman keseharian (from life experience). Latihan yang dilakukan pada lingkungan buatan tidak lazim dilakukan. Dengan demikian tugas dalam belajar selalu dalam dunia nyata.
3.       Belajar melalui mencoba dan salah secara pribadi (by personal trial and error). Secara bertahap pembelajar diharapkan mencapai ciri-ciri ideal dengan melalui rangkaian penyempurnaan, dengan tidak sepenuhnya tergantung pada petunjuj dari pengajarnya.
4.       Lebih menekankan pada keterampilan untuk tugas tertentu. Pengetahuan bersifat konstektual dan dalam satu ikatan suasana dan tugas. Pengetahuan tidak berada dalam prinsip dan teori yang umum.
5.       Lebih menekankan pada kemanusiaan dan hubungan. Pengetahuan berada dalam satu ikatan dan memiliki otoritas kepada seseorang yang memiliki pengetahuan tersebut, dengan demikian pengetahuan seslalu terikat dengan orangnya. Hubungan yang harmonis dengan guru dan belajar dengan melalui kerjasama lebih penting dan mengabaikan kompetisi.



Sumber:
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Aksara Baru, Jakarta: 1985.
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, Imtima, Bandung: 2007.

http://www.asikbelajar.com/2014/06/ciri-dan-prinsip-konstruktivisme.html

http://riantinas.blogspot.co.id/2012/06/teori-belajar-konstruktivisme.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar...