Penduduk desa akan
terus bertambah, seiring dengan itu mesti ada sebuah program yang menjadikan
fenomena tersebut menjadi 'berkah' bukan sebaliknya. Sebelum program yang
dimaksud dicanangkan, harus ada prinsip yang menjadi landasan berpikir atas apa
yang akan dilakukan di kemudian hari.
Bertambahnya penduduk dari hari ke hari sebagai
imbas dari perubahan zaman. Saya mencoba melihat fenomena ini sebagai berkah
dari Yang Maha Kuasa. Berpikir positif saja, bahwa ledakan demografi yang
terjadi bukanlah sebagai 'biang masalah' sebagaimana yang ditakutkan banyak
orang. Saya selalu melihat individu di muka bumi ini sebenarnya memiliki peran
krusial bagi terbentuknya sebuah peradaban yang lebih baik.
Abad 21 yang sedang kita jalani ini adalah abad
ilmu pengetahuan. Maka dari itu, manusia yang lahir ke dunia sebenarnya
'menyimpan' pengetahuan tersembunyi yang dititipkan oleh Sang Illahi.
Individu-individu inilah yang akan membangun desa, nantinya. Potensi
tersembunyi dari setiap manusia sebenarnya adalah 'sesuatu' yang harus digali
dan dimanfaatkan dengan maksimal. Untuk itu, apabila melihat pertambahan
penduduk ini sebagai biang masalah itu artinya penguasa tidak sanggup
menggali potensi tersembunyi yang ada pada setiap orang.
Proses penggalian potensi ini memang menjadi
tugas 'berat' dunia pendidikan. Namun, apabila kita membebankan semuanya pada pendidikan
formal dirasa kurang bijaksana. Saya tetap melihat industri harus menjadi
pemimpin bagi program penggalian potensi individu ini. Mengapa? Hanya industri
saja yang sekiranya bisa mewadahi setiap minat dan bakat manusia. Sektor lain,
bisakah?
Apa yang saya kemukakan memang terdengar
optimistis. Itu dikarenakan saya percaya bahwa di masa depan kehidupan akan
jauh lebih baik dibanding hari ini. Kreatifitas manusia bisa menangani
permasalah hidup yang menghadangnya. Otak manusia bisa menciptakan berbagai
'keajaiban' yang sebelumnya tidak ada. Manusia masa lalu mungkin tidak menyangka
bahwa teknologi akan berkembang begitu pesat. Begitu pun manusia masa kini, tidak
bisa memprediksi teknologi apalagi yang bisa diciptakan manusia masa depan.
Kita tidak perlu khawatir dengan berkurangnya lahan, berkurangnya pasokan
pangan, transportasi dan masih banyak lagi kekhawatiran apabila terjadi ledakan
penduduk di bumi. Manusia pasti punya cara mengatasi semuanya, karena itulah
tugas manusia menjadi 'pemelihara' bumi ini.
Ketakutan yang Berlebihan
Ketakutan 'ledakan penduduk' hanyalah cara
untuk mengubah budaya guyub yang ada di pedesaan. Masyarakat tidak dihadapkan
pada realita bahwa manusia akan bertambah, sehingga diajak berpikir untuk
menyelesaikan masalah, bukan justru menghindar dari masalah.
Ketakutan-ketakutan itu datang karena berkaca pada potret buram masa lalu dan
tidak memandang cerah masa depan.
Persepsi warga negara berkembang yang 'bodoh'
dan tidak peduli memang masih menghantui para ekonom dan pemangku kebijakan.
Mereka khawatir bila nantinya warga menjadi susah diatur dan terjadi begitu
banyak penyimpangan sosial. Padahal, itu
hanya sebagian kecil saja. Di negara maju pun itu terjadi. Nantinya, manusia
memiliki perubahan cara berpikir dan tidak akan terpaku pada situasi yang
merugikan mereka. Proses berpikir dan belajar itulah yang menjadi alasan kita
untuk tetap optimis.
Kota
Baru Seperti Di Eropa
Coba kita membayangkan, apabila suatu hari
nanti desa-desa yang ada menjadi sebuah kota baru dengan penduduk yang banyak.
Jumlah demografi itu bisa menjadi potensi pasar bagi produk-produk pengusaha
setempat. Juga, sebuah kemudahan merekrut tenaga kerja bagi perusahaan yang
baru berkembang. Kita jangan membayangkan sebuah kota yang macet, sumpek dan
semrawut tetapi bayangkanlah sebuah kota layaknya kota-kota di Eropa.
Untuk menjadi kota yang tertata rapi, mesti ada
sebuah rencana besar untuk pembangunan kota yang ideal sejak sekarang. Apalagi dana
desa dari pemerintah pusat cukup besar untuk membangun infrastruktur demi
persiapan mengubah sebuah desa menjadi kota yang berkembang. Perilaku penduduk
yang tertib itu memang tidak bisa direkayasa dalam waktu singkat. Untuk itu,
mesti ada 'pionir' bagi pembangunan wilayah pedesaan dengan tanggung jawab
besar. Mereka adalah para industrialis dengan segala kapasitas yang mereka
miliki.
Kaum industrialis ini yang diharapkan menjadi
pemimpin di suatu daerah dan mengatur segala tata kelola kewilayahan. Merekalah
yang akan berperan penting untuk memanfaatkan setiap potensi lahan yang ada
apakah akan menjadi lahan pertanian, areal industri atau permukiman. Para
indsutrialis bisa membangun sebuah ikatan 'kepemilikan' yang bisa menggantikan
ikatan 'kedaerahan' yang selama ini terjalin.
Manusia sebagai Modal
Para industrialis sudah menyadari bahwa
kekayaan mereka tidak terletak pada besar-kecilnya uang yang dimiliki tetapi
pada seberapa besar kreatifitas dari para karyawannya. Menolak pertambahan
penduduk secara sporadis sama dengan menolak benih-benih kreatif manusia.
Penciptaan
kekayaan telah beralih dari uang ke orang—dari modal keuangan ke modal manusia
(baik intelektual maupun sosial), yang meliputi semua dimensi. Lebih dari dua
per tiga dari nilai tambah yang diberikan oleh produk-produk dewasa ini datang
dari "kerja pengetahuan" (knowledge work, suatu kerja yang
amat mengandalkan muatan pengetahuan); dua puluh tahun yang lalu hal itu kurang
dari sepertiga.
Manusia Pemakmur Bumi
Saya meyakini bahwa di masa depan akan terlahir
para agen pembangunan dari bertambahnya penduduk di pedesaan. Hal ini bukanlah
pendapat saya belaka, tetapi sudah digariskan oleh Alloh SWT dalam Al-Qur'an
Surat Hud (11) ayat 61:
"Dan kepada
Tsamud (Kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku,
sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah
menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu
mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku
Amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)."
Maksudnya, manusia dijadikan penghuni dunia
untuk menguasai dan memakmurkan dunia. Untuk itu, ketika terlahir begitu banyak
manusia di dunia maka akan banyak pula yang akan memakmurkan dunia ini bukan
justru malah merusaknya. Kekhawatiran akan adanya kerusakan di dunia ini
bukanlah terletak pada besar-kecilnya jumlah penduduk tetapi bagaimana suatu
sistem kehidupan yang mengatur mereka.
Sumber:
Harun
Hadijuwono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Cetakan Ke-21, Kanisius,
Jakarta: 2005.
Koetjaraningrat,
Pengantar Ilmu Antropologi, Aksara Baru, Jakarta: 1985.
ML
Jhingan, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Cetakan Ke-4, Rajawali
Press, Jakarta: 1993.
Stephen
Covey, The 8th Habit Melampaui Efektifitas Menggapai Keagungan,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar...