Membangun desa memerlukan suatu 'daya khayal'
yag tinggi mengenai kondisinya di masa depan. Sebagai warga desa, sangat tidak
dianjurkan untuk sekedar duduk termangu dan diam saja menanti sebuah perubahan
datang dari luar. Saat ini, model pembangunan pedesaan sangat bergantung pada
inisiatif warga desa sendiri. Peran Pemerintah pusat hanyalah sebagai penyedia
dana dan mengurus masalah administratif saja. Eksekusinya, warga desa sendiri
yang berperan aktif.
Peran aktif itu tidaklah datang begitu saja,
tetapi diawali dengan 'gambaran' masa depan yang
tertanam dalam pikiran. Permasalahan timbul ketika 'gambaran' itu tidak
mempunyai dasar ilmu pengetahuan yang cukup dari warga desa sendiri. Misalnya,
seorang Kepala Desa menginginkan membangun pasar tetapi dia tidak mempunyai
pengetahuan yang cukup untuk membaca potensi konsumen yang ada di sana.
Dilematis, ketika begitu banyak keinginan namun
tidak dibarengi dengan dasar pengetahuan yang cukup untuk itu. Lalu, disinilah
peran imajinasi lebih ditekankan dibandingkan ilmu pengetahuan. Mengapa
begitu? Ya, karena tidak ada suatu jaminan yang pasti bahwa ilmu pembangunan
yang telah ada bisa menjadi solusi bagi pembangunan desa itu sendiri.
Ada begitu banyak teori yang diadopsi oleh
Perguruan Tinggi sebagai sandaran ditetapkannya suatu pola pembangunan. Tetapi,
apakah ada yang 'sesuai' dengan situasi dari desa yang akan dibangun? Ketika
teori-teori itu dikumpulkan dan dipertimbangkan manakah yang akan dipakai maka
akan terjadi 'kebingungan' untuk menentukan mana yang akan dipakai dan mana
yang akan disisihkan. Ditengah kebingungan inilah, imajinasi menjadi sangat
berperan.
Imajinasi bukanlah sekedar khayalan tanpa arti.
Buat saya, imajinasi adalah anugerah Illahi yang bisa menjadi jalan bagi
bertumbuhnya peradaban yang tinggi. Ketika ilmu pasti belum bisa memecahkan
masalah kehidupan maka imajinasi adalah 'penuntun menuju kehidupan yang lebih
baik'. Ketika ilmu pengetahuan hanya bisa diperdebatkan maka imajinasi sudah
jauh melampaui ilmu pengetahuan itu sendiri. Maka dari itu, ada yang menganggap
imajinasi ini sebagai ranah 'filsafat' karena sulitnya ilmu pengetahuan
menggapainya.
Imajinasi bukanlah pemikiran yang tidak
bersandar tetapi merupakan 'perbaikan' bagi kehidupan selanjutnya. Dalam Islam,
imajinasi sangat berguna bagi sesuatu yang sudah bersandar pada prinsip-prinsip
pembangunan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Untuk itu, dalam usaha kita
membangun desa kiranya mengalami banyak kesulitan ketika harus menerapkan teori
yang sudah ada. Apalagi, teori itu tidak berpijak pada 'fitrah kita sebagai manusia'.
…
Menjadi tantangan tersendiri ketika kita
memilah-milah begitu banyak teori yang disajikan dalam berbagai buku dan jurnal
ilmiah. Ketika tangan menekan tombol komputer maka terbukalah informasi di
internet mengenai model-model pembangunan pedesaan. Ketika dikumpulkan,
informasi itu bisa jadi hanyalah sebuah masukan ilmu pengetahuan bagi kita.
Informasi yang diakses belum bisa menjadi sarana untuk memecahkan masalah di
lingkungan kita.
Kesimpangsiuran informasi inilah yang harus
dipilah. Otak kita memiliki keterampilan untuk itu. Arus informasi yang begitu
deras bukan saja memudahkan kita, tetapi bisa membuat kita kesulitan
memilahnya. Atau, bisa jadi informasi itu hanyalah 'sampah' yang numpang lewat
begitu saja. Disinilah proses 'berpikir' dimulai.
Keterampilan kita untuk mengolah informasi
memang memerlukan latihan yang panjang. Hanya mereka yang terbiasa mengolah
informasi sajalah yang bisa 'menentukan' mana informasi berguna dan mana
informasi 'yang kurang berguna'. Kenapa begitu? Karena sering kita
mempersepsikan informasi terbaik dan dapat dipercaya berasal dari 'Barat' atau
berasal dari para sarjana yang pernah 'belajar di Barat'. Sering juga, kita
'tertipu' oleh informasi yang datang dari 'orang pintar' padahal mereka pun
sebenarnya tidak 'benar-benar memahami' realita di sekitar mereka.
…
Ada kala suatu teori tidak sesuai dengan
kebutuhan kita sebagai masyarakat desa. Sebagaimana kita ketahui, teori
pembangunan lebih banyak berasal dari Eropa dan Amerika dengan kultur yang jauh
berbeda dengan negara kita. Mungkin, itulah sebabnya mengapa suatu teori yang
dipelajari di Perguruan Tinggi sulit sekali untuk diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Disadari atau tidak, suatu teori 'import' diterima begitu saja
tanpa mengalami banyak penyaringan.
Ketika teori itu begitu sulit diterapkan maka
disitulah imajinasi berguna. Teori-teori itu tentu saja dibangun atas dasar
penelitian yang tidak sebentar tetapi tentu saja bukan di tempat kita. Jika
sebuah teori dilahirkan dari masyarakat kita, boleh saja menjadi suatu
referensi utama. Namun, ini ilmu sosial yang mesti mengalami banyak
'penyesuaian'.
Kita mesti ingat bahwa tidak suatu teori
pembangunan yang bebas nilai. Ada saja ideologi yang menjadi dasar
pemikirannya. Tentu saja, akan berbeda teori pembangunan desa di negara
kapitalis dengan negara sosialis. Maka dari itu, saya sangat menganjurkan untuk
menjadikan Islam sebagai dasar pemikiran dalam upaya kita membangun pedesaan.
Mengapa? Karena teori pembangunan Islam sangat memperhatikan aspek materil dan
aspek spiritual sehingga tidak terjadi ketimpangan diantara keduanya. Teori
Islam juga bukan lahir dari suatu filsafat yang bisa saja berubah-ubah dari
waktu ke waktu. Islam sangat relevan untuk setiap zaman.
Saya memahami, bahwa Islam mengajak ummatnya
untuk 'berpikir' dalam banyak hal. Artinya, suatu imajinasi sangat dihargai
oleh Islam. Islam hanya memberikan prinsip-prinsipnya saja, selebihnya manusia
bisa menentukan apa yang akan dia tentukan.
…
Imajinasi bagi Sartre berarti mengingkari suatu
kenyataan, dan sekaligus mengkonstruksi suatu obyek baru yang bersandar pada
kenyataan. Dunia kenyataan tetap menjadi latar belakang persepsi, tetapi malahan
menciptakan makna pada dunia nyata tersebut, dan saling mempengaruhi.
…
Imagi adalah suatu atribut kognitif. Ia bisa
berupa ingatan tentang kejadian masa lalu, fakta atau pendapat. Namun imagi
didasarkan hanya pada kepercayaan, tradisi, sistem nilai dan kultur. Ia
merupakan produk konstruksi-sosial pengetahuan yang dibentuk oleh
pandangan-dunia. Karakter nasional, pola kelembagaan dan filsafat pribadi kita.
Inilah sebabnya kita memberikan jalan bagi imagi-imagi untuk membentuk
kehidupan dan gaya hidup kita dan membentuk pula banyak dari lingkungan kita.
Sumber:
Amien
Rais dkk., Krisis Ilmu-ilmu Sosial dalam Pembangunan Di Dunia Ketiga,
PLP2M, Yogyakarta: 1984.
Napoleon
Hill dan Harold Keown, Hidup Sukses dan Berhasil Melalui Keyakinan,
Cahaya Abadi: 1978.
Sidi
Gazalba, Sistematika Filsafat (Buku I), Cetakan 3, Bulan Bintang,
Jakarta: 1981
Ziaduddin
Sardar, Tantang Dunia Islam Abad 21 : Menjangkau Informasi, Mizan,
Bandung: 1988.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar...