"Setiap
permasalahan tidak akan persis sama, begitupun cara penyelesaiannya. Maka
biarkan setiap generasi belajar untuk menyelesaikan permasalahnya sendiri."
Mengolah Informasi
Kegiatan mengolah informasi merupakan suatu
tugas yang 'tidak mudah', apalagi di tengah kekalutan global seperti sekarang
ini. Begitu banyak informasi berseliweran di jagat dunia maya dimana kita tidak
tahu mana yang relevan dengan situasi yang sedang kita hadapi. Mengolah
informasi menjadi pekerjaan 'maha penting' apabila banyak informasi sampah yang
dianggap 'penting' bagi sebagian orang tetapi dianggap tidak penting bagi yang
lainnya.
Mengolah informasi juga begitu krusial ketika
ada banyak pihak yang mencoba untuk menguasai informasi. Celakanya, tidak hanya
informasi yang sifatnya 'kabar berita' semata tetapi informasi penting mengenai
sains dan teknologi yang secara jelas bisa mengubah tatanan kehidupan ummat
manusia. Informasi yang dikuasai oleh segelintir orang itu akan 'mengubah' arah
hidup banyak orang. Maka dari itu, perlu orang yang punya keluasan pengetahuan
untuk bertindak memilah-milah informasi yang relevan dan tidak.
Saya pribadi mengalami sendiri bagaimana
kesalahan besar bisa diperbuat apabila tidak ada pengolahan informasi. Ketika sekolah
dulu, saya menganggap bahwa apa yang tertulis di buku pelajaran adalah benar
adanya. Bahkan saya percaya begitu saja. Bahkan, apa yang disampaikan oleh guru
di ruang kelas seakan adalah suatu kebenaran yang mutlak. Saya membabi buta
dalam menerima pengetahuan, walaupun tidak tahu entah darimana sumbernya. Pada
akhirnya, sekarang saya mulai menemukan bahwa apa yang dibaca dan didengar
tidaklah seluruhnya benar. Banyak diantaranya adalah kebohongan yang terstruktur
untuk mengelabui anak muda. Entah apa tujuan dari semua itu.
Contohnya, teori kontroversial dari Charles
Darwin yang mengatakan bahwa makhluk hidup mengalami evolusi hingga mengalami
perubahan bentuk. Di kemudian hari, saya menemukan bahwa makhluk hidup
diciptakan apa adanya seperti yang kita temui sekarang. Mereka tidak mengalami
perubahan morfologi. Yang ada, makhluk hidup mengalami kepunahan dan pada
akhirnya yang berhasil bertahan hiduplah yang kita temui sekarang.
Kegiatan mengolah informasi harus dilakukan
oleh orang yang benar-benar paham akan arti penting sebuah informasi. Apabila
informasi itu dianggap tidak relevan bahkan merusak maka sudah sepantasnya
dimusnahkan. Informasi itu dikumpulkan dan direka ulang. Selayaknya ini menjadi
tugas para ilmuwan dan kaum cendekiawan. Hanya saja, kesibukan kaum cendekia
hanya tertuju pada kegiatan administratif dan rutin yang menjemukan.
Kreatifitas mereka untuk memilah informasi dan merekontruksinya menjadi sangat
tumpul.
Sangat disayangkan, kaum cendikia di lingkungan
kita menjadi semacam 'pembawa kabar berita' semata bukan menjadi 'mesin pemilah
informasi' yang handal. Tugas mereka, hanya menyampaikan kembali apa yang sudah
diterimanya di perguruan tinggi atau media yang dibacanya. Mereka belum menjadi
seorang editor yang bisa 'menentukan' mana informasi yang harus disampaikan
kembali dan mana yang tidak boleh.
Kesadaran akan 'pemilahan informasi' ini perlu
terus digaungkan. Jangan sampai para ilmuwan, guru, dosen, ulama dan staf humas
di berbagai instansi fungsinya tidak jauh berbeda dengan pengeras suara yang
menyampaikan informasi secara 'terlalu apa adanya'. Secara mental, para
informan ini mesti memiliki common sense yang bisa memilah dengan
bantuan Alloh SWT. Ya, apabila kita hanya mengandalkan logika dalam setiap
usaha pemilahan ini maka akan terjadi begitu banyak perdebatan. Setiap individu
akan memiliki cara pandang yang berbeda terhadap suatu problematika.
Pemahaman seseorang terhadap suatu informasi
berbeda-beda, untuk itu harus ada suatu lembaga yang terdiri dari orang-orang
yang memiliki pengetahuan luas. Di dalamnya, didiskusikan mana yang bisa akan
menjadi suatu pengetahuan dan disebarkan ke khalayak. Orang-orang ini datang
dari berbagai kalangan dan latar belakang profesi. Mereka tidak dibatasi oleh
usia dan strata pendidikan formalnya. Mereka tidak boleh bekerja di bawah
tekanan. Sekumpulan orang ini bisa saja ada sekolah, lembaga pemerintahan atau
perusahaan. Mereka bisa saja ditempatkan di perpustakaan atau Pusati Informasi
Terpadu dengan situasi kerja terpisah dengan bagian lain. Mereka bukan tipe
orang yang mudah terpengaruh oleh lingkungan, mereka independen. Justru, mereka
adalah orang –orang yang punya visi untuk mengendalikan situasi.
Hasil dari proses pemilahan itu, dijadikan
rujukan bagi pembangunan peradaban dimana pun. Para 'pengolah informasi' ini
menjadi orang-orang di belakang layar dengan kedudukan sangat prestisius. Mereka
orang-orang pilihan yang dekat dengan pemerintah, pengusaha, investor bahkan
rakyat kebanyakan. Mereka bukanlah orang-orang yang menjauh dari kehidupan
nyata masyarakat tetapi justru menyelaminya seakan menyatu dengan masayarakat.
Baik dan buruknya kehidupan masyarakat berada di pundak mereka.
….
Memilah Informasi
Informasi datang begitu saja entah darimana
sumbernya. Di era digital seperti saat ini sangat diperlukan upaya pemilahan
informasi dengan seksama. Jika tidak ada proses pemilahan itu, maka
dikhawatirkan akan terjadi kebingungan di tengah masyarakat. Lebih parah lagi,
jika setiap orang merasa 'paling benar' karena menerima informasi dari sumber
'yang dapat dipercaya'.
Setiap informasi yang kita terima dapat
dipastikan memiliki maksud tertentu
untuk apa disampaikan ke khlayak. Maka dari itu, hal yang bijaksana jika tetap
berhati-hati untuk tidak menerima begitu saja setiap informasi yang diterima.
Darimana saja. Jangankan dari internet dengan banyaknya informasi yang tidak
'tersensor', dari buku yang ditulis oleh 'pakar' sekalipun kita mesti mempertanyakan
kebenaran informasi itu.
Dalam hal upaya kita membangun masyarakat, ada
nilai-nilai yang terkandung dalam informasi. Berkenaan dengan ilmu pembangunan,
sudah menjadi kewajaran apabila didasari oleh ideologi-ideologi tertentu.
Apabila informasi itu datang dari negara dengan ideologi sosialisme sudah dapat
diterka itu menjadi suatu upaya
propaganda. Begitu pun dengan ideologi Kapitalisme, maksud informasi itu
disampaikan dan disebarkan tidak akan lepas
dari kepentingan penganutnya.
Sebagai warga desa, terkadang kita tidak paham
mana yang menjadi corak suatu ideologi. Apa yang kita anggap ilmu pengetahuan
maka itulah yang diterima. Sebaiknya tidaklah begitu. Perlu ada proses
'penyesuaian' dengan nilai-nilai yang telah dianut oleh masyarakat perdesaan
sejak lama. Mungkin banyak orang tua kita yang 'menyuruh' menimba ilmu ke
berbagai pusat perdaban tetapi tidak memperhatikan latar belakang dari lahirnya
ilmu itu. Tidaklah mengherankan apabila generasi penerusnya sok tahu mengenai
bagaimana 'mengurus masyarakat'. Namun, mereka mengalami banyak kegagalan.
Kebanggaan orang tua kita akan ilmu dari kota
justru bisa menjadi boomerang bagi kehidupan desa itu sendiri. Hal yang tidak mengherankan apabila banyak
desa yang tergerus oleh derap langkah pembangunan orang kota. Kepercayaan
berlebihan pada orang kota membuat orang desa seakan tertipu. Padahal, itu
hanyalah sifat kurang hati-hati. Karena, realitanya kita tidak bisa menutup
diri akan perubahan yang terjadi. Hanya saja, kita perlu filter untuk
mempertegas dan memperjelas _mana yang boleh dan mana yang tidak boleh.
…
Informasi yang dipilah dan disajikan tidak
hanya ditujukan untuk menunjukan mana kebenaran tetapi juga sebagai cara kita
untuk memberikan motifasi. Pembangunan di suatu daerah, bagaimanapun perlu
pribadi-pribadi yang termotifasi untuk membangun. Informasi bisa ditujukan
sebagai usaha untuk mendidik masyarakat. Agen-agen pembangunan tidaklah lahir
begitu saja tetapi perlu adanya upaya penyadaran untuk itu.
Memilah informasi yang memotifasi memang
tidaklah mudah. Mesti ada suatu pola tertentu yang bisa menerka mana yang bisa
menjadi motifasi dan mana yang justru menciutkan nyali. Apalagi di pedesaan,
informasi yang disampaikan tidaklah bisa serampangan. Dimana, karakter warga
desa yang bisa mudah mengacuhkan informasi. Berbeda dengan warga kota, dimana
masih banyak informasi dianggap angin lalu saja. Dalam usaha kita membangun desa, informasi
ditujukan untuk memperjelas arah pembangunan itu sendiri. Ketika informasi itu
menciutkan nyali, jangan terlalu berharap arah pembangunan akan sesuai dengan
rencana yang telah disusun.
…
Pola informasi yang bisa memotifasi adalah
informasi yang 'mengubah budaya'. Apabila di suatu daerah memiliki budaya yang
tidak mendukung usaha pembangunan maka informasi yang dapat mengubahnya layak
untuk dipilah dan disebarkan. Hal yang sudah lumrah, apabila pola komunikasi
yang dirancang memang ditujukan untuk mengubah budaya suatu masyarakat. Hanya
saja, dalam rangka membangun masyarakat maka informasi yang dianggap bisa
membawa pada kemajuan itulah yang layak untuk disampaikan.
Di atas telah disampaikan bahwa menjadi peran
ilmuwan, para pendidik dan pustakawan untuk bisa menentukan arah perubahan
budaya yang dimaksud. Misalnya, dalam budaya Timur masih ada anggapan bahwa
bekerja ada suatu 'keterpaksaan'. Untuk itu, perlu adanya pengumpulan informasi
yang bisa menentang pemikiran demikian. Coba kita kumpulkan bagaimana suatu
budaya yang menganggap bekerja adalah bagian dari gaya hidup maka merekalah
yang bisa membangun bangsanya.
Ketika pemilahan itu masih berjalan, maka masyarakat terus mengalami perubahan. Perubahan-perubahan
dalam masyarakat harus 'dikawal' oleh para pengolah informasi. Mereka bertugas
untuk menentukan mana perubahan yang semestinya terjadi dan mana yang tidak
semestinya terjadi. Mereka laksana pengingat bagi agen pembangunan yang lain
bahwa perubahan yang baik adalah perubahan yang membawa pada kemajuan, bukan
sebaliknya.
…
Perlu ada
pencirian dan penilaian kembali kebutuhan-kebutuhan informasi di dalam strategi
pembangunan menyeluruh. ….
Menyebarkan Informasi
…
Ketika informasi disebarkan ke khalayak, ada
kemungkinan akan diterima atau mungkin ditolak. Kemungkinan untuk ditolak
karena tidak sesuai dengan etika dan nilai yang dianut masyarakat. Agar
informasi dapat diterima, maka harus ada maksud dan tujuan yang selaras dengan
audien. Informasi yang disampaikan dengan serampangan hanya akan menghasilkan
rasa frustasi. Harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan membuat masyarakat
bisa tidak percaya pada informasi, meskipun itu merupakan informasi penting.
Sebagai contoh, pada ulama begitu sering
menyampaikan informasi keagamaan. Namun, begitu sering juga ummat menolaknya
begitu saja. Kenapa? Mungkin cara ulama tersebut menyampaikan informasi tidak
sesuai dengan 'kebutuhan' masyarakat. Di abad 21 ini, ummat tidak hanya
membutuhkan pengetahuan mengenai kehidupan di akhirat kelak tetapi sangat
membutuhkan bagaimana seharusnya membangun kehidupan di dunia. Ketidakpercayaan
sebagian masyarakat pada agama bukan karena mereka tidak percaya akan adanya
Sang Maha Pencipta. Tetapi, ummat masih mempertanyakan _apakah agama bisa
menjadi solusi atas permasalahan hidup yang sedang dihadapinya?
Jika
komunikasi sesuai dengan harapan dan aspirasi, etika dan nilai, serta maksud
dan tujuan penerimanya, maka ia berpengaruh. Informasi yang disesuaikan dengan
'kebutuhan' masyarakat justru menjadi pendorong kemajuan. Saya selalu mencari
cara bagaimana mendorong kemajuan masyarakat pedesaan, dan ternyata salah
satunya dengan memberikan informasi yang tepat. Mempengaruhi masyarakat dengan
informasi harus berdiri di atas prinsip bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk mencari sendiri
informasi yang sesuai dengan kebutuhannya. Bagi pribadi yang 'haus
informasi', tidaklah perlu mereka disuapi justru mereka akan mencari sendiri.
Ada satu sisi yang menari dari pola penyebaran
informasi di tengah-tengah masyarakat. Informasi yang disampaikan akan sangat
bermakna apabila adanya keterlibatan dalam proses alih informasi. Suatu
informasi yang berguna bahkan akan disebarkan lagi ke orang lain. Menyebar
secara spontan. Masyarakat merasa bahwa informasi yang diterima begitu penting
dan harus disebarkan kembali. Informasi-informasi ini menjadi 'bekal' bagi
usaha kita membangun kehidupan warga.
Masyarakat bisa menatap masa depan dengan
diterimanya informasi dari para informan. Gambaran masa depan yang utuh ini
bisa terbentuk apabila disertai bagaimana cara untuk mencapainya. Gambaran masa
depan tidak hanya sekedar khayalan tetapi sebagai visi menatap masa depan. Tidaklah
heran apabila informasi dianggap tidak penting apabila belum bisa memberikan
gambaran masa depan seseorang. Walaupun informasi tidak melulu mengenai sesuatu
yang belum terjadi, tetapi warga di pedesaan memiliki harapan yang sulit
tercapai. Nah, harapan-harapan itulah yang mesti dipelihara.
…
Komunikasi
menuntut penerimanya untuk terlibat,
untuk melakukan sesuatu, untuk menjadi sesuatu, dan untuk mempercayai sesuatu.
Suatu ilmu pengetahuan akan 'nyantol' di otak dan hati apabila kita sudah
percaya pada ilmu itu. Informasi yang disampaikan bukanlah bualan belaka. Dengan
informasi, akan ada keterpaduan pola pikir masyarakat sehingga tercipta rasa
kebersamaan untuk mengubah keadaan.
…
Sumber:
Ziaduddin
Sardar, Tantang Dunia Islam Abad 21 : Menjangkau Informasi, Mizan,
Bandung: 1988.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar...