Sabtu, 30 November 2024

Kesulitan Mengkomunikasikan Isi Pikiran kepada Warga Desa

Saya ini tipe orang yang langka bicara. Ada alasannya, obrolan warga begitu sering mengangkat topik yang tidak menarik. Tentu saja saya pun tidak tertarik untuk mendengarkan apalagi ikut nimbrung dalam kerumunan.

Hal yang bisa dilakukan hanyalah menulis di blog, media sosial, dan buku. Andaikan suatu saat dibutuhkan, maka mereka yang tertarik dengan isi pikiran saya maka cukup membuka di sana. Tidak usah banyak bertanya dan berharap akan memaparkan lebih lanjut, saya tidak akan melakukannya.


Misalnya, ketika saya memiliki ide tentang kandang kelinci yang bagus. Orang yang pertama kali menolak ide tentu saja bapa saya sendiri. Beliau tipe orang yang harus diyakinkan dengan banyak bicara atau "diceramahi" terlebih dahulu. Masalahnya, saya gampang bosan untuk banyak bicara. Mendengar ceramah pun mudah ngantuk. 

Kandang kelinci dibuat alakadarnya, tanpa estetika yang memuaskan hasrat visual. Saya pun mengalah, ya namanya juga orang tua mana sanggup saya mendebat. Apalagi, Bapa tipe orang yang antikritik. Pendapat orang lain akan didengar jika orang tersebut mampu membuktikan apa yang disampaikan. Sedangkan, saya hidup dengan imajinasi. 

Konsep imajiner justru menuntun saya untuk selalu optimis dan bersemangat menghadapi masa depan yang penuh dengan ketidakpastian. Berbanding terbalik dengan lingkungan sekitar, dimana konsep imajiner hanya akan dianggap angin lalu. Bagi mereka, pengalaman merupakan konsep yang terpenting.

Walaupun, sering kali pengalaman tersebut tidaklah relevan.