Kepemimpinan menjadi hal penting dalam pembangunan pedesaan. Ini beberapa teori tentang kepemimpinan.
Salah satu prestasi yang cukup menonjol dari sosiologi kepemimpinan modern
adalah perkembangan dari teori peran (role theory). Dikemukakan, setiap
anggota suatu masyarakat menempati status posisi tertentu, demikian juga halnya
dengan individu diharapkan memainkan peran tertentu. Dengan demikian
kepemimpinan dapat dipandang sebagai suatu aspek dalam diferensiasi peran. Ini
berarti bahwa kepemimpinan dapat dikonsepsikan sebagai suatu interaksi antara
individu dengan anggota kelompoknya.
Menurut kaidah, para pemimpin atau manajer adalah manusia-manusia super
lebih daripada yang lain, kuat, gigih, dan tahu segala sesuatu (White, Hudgson
& Crainer, 1997). Para pemimpin juga merupakan manusia-manusia yang
jumlahnya sedikit, namun perannya dalam organisasi merupakan penentu
keberhasilan dan suksesnya tujuan yang hendak dicapai. Berangkat dari ide-ide
pemikiran, visi para pemimpin ditentukan arah perjalanan suatu organisasi.
Walaupun bukan satu-satunya ukuran keberhasilan dari tingkat kinerja
organisasi, akan tetapi kenyataan membuktikan tanpa kehadiran pemimpin, suatu
organisasi akan bersifat statis dan cenderung berjalan tanpa arah.
Dalam sejarah peradaban manusia, dikonstatir gerak hidup dan dinamika
organisasi sedikit banyak tergantung pada sekelompok kecil manusia
penyelenggara organisasi. Bahkan dapat dikatakan kemajuan umat manusia
datangnya dari sejumlah kecil orang-orang istimewa yang tampil kedepan.
Orang-orang ini adalah perintis, pelopor, ahli-ahli pikir, pencipta dan ahli
organisasi. Sekelompok orang-orang istimewa inilah yang disebut pemimpin. Oleh
karenanya kepemimpinan seorang merupakan kunci dari manajemen. Para pemimpin
dalam menjalankan tugasnya tidak hanya bertanggungjawab kepada atasannya,
pemilik, dan tercapainya tujuan organisasi, mereka juga bertanggungjawab
terhadap masalah-masalah internal organisasi termasuk didalamnya tanggungjawab
terhadap pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia. Secara eksternal, para
pemimpin memiliki tanggungjawab sosial kemasyarakatan atau akuntabilitas
publik.
Dari sisi teori kepemimpinan, pada dasarnya teori-teori kepemimpinan
mencoba menerangkan dua hal yaitu, faktor-faktor yang terlibat dalam pemunculan
kepemimpinan dan sifat dasar dari kepemimpinan. Penelitian tentang dua masalah
ini lebih memuaskan daripada teorinya itu sendiri. Namun bagaimanapun
teori-teori kepemimpinan cukup menarik, karena teori banyak membantu dalam
mendefinisikan dan menentukan masalah-masalah penelitian. Dari penelusuran
literatur tentang kepemimpinan, teori kepemimpinan banyak dipengaruhi oleh
penelitian Galton (1879) tentang latar belakang dari orang-orang
terkemuka yang mencoba menerangkan kepemimpinan berdasarkan warisan. Beberapa
penelitian lanjutan, mengemukakan individu-individu dalam setiap masyarakat memiliki
tingkatan yang berbeda dalam inteligensi, energi, dan kekuatan moral serta
mereka selalu dipimpin oleh individu yang benar-benar superior.
Perkembangan selanjutnya, beberapa ahli teori mengembangkan pandangan
kemunculan pemimpin besar adalah hasil dari waktu, tempat dan situasi sesaat.
Dua hipotesis yang dikembangkan tentang kepemimpinan, yaitu ; (1) kualitas
pemimpin dan kepemimpinan yang tergantung kepada situasi kelompok, dan (2),
kualitas individu dalam mengatasi situasi sesaat merupakan hasil kepemimpinan
terdahulu yang berhasil dalam mengatasi situasi yang sama (Hocking &
Boggardus, 1994).
Dua teori yaitu Teori Orang-Orang Terkemuka dan Teori Situasional,
berusaha menerangkan kepemimpinan sebagai efek dari kekuatan tunggal. Efek interaktif antara faktor individu dengan faktor situasi tampaknya
kurang mendapat perhatian. Untuk itu, penelitian tentang kepemimpinan harus
juga termasuk ; (1) sifat-sifat efektif, intelektual dan tindakan individu, dan
(2) kondisi khusus individu didalam pelaksanaannya. Pendapat lain mengemukakan,
untuk mengerti kepemimpinan perhatian harus diarahkan kepada (1) sifat dan
motif pemimpin sebagai manusia biasa, (2) membayangkan bahwa terdapat
sekelompok orang yang dia pimpin dan motifnya mengikuti dia, (3) penampilan
peran harus dimainkan sebagai pemimpin, dan (4) kaitan kelembagaan melibatkan
dia dan pengikutnya (Hocking & Boggardus, 1994).
Beberapa
pendapat tersebut, apabila diperhatikan dapat dikategorikan sebagai teori
kepemimpinan dengan sudut pandang “Personal-Situasional”. Hal ini
disebabkan, pandangannya tidak hanya pada masalah situasi yang ada, tetapi juga
dilihat interaksi antar individu maupun antar pimpinan dengan kelompoknya. Teori kepemimpinan yang
dikembangkan mengikuti tiga teori diatas, adalah Teori Interaksi Harapan.
Teori ini mengembangkan tentang peran kepemimpinan dengan menggunakan tiga
variabel dasar yaitu; tindakan, interaksi, dan sentimen. Asumsinya, bahwa
peningkatan frekuensi interaksi dan partisipasi sangat berkaitan dengan peningkatan
sentimen atau perasaan senang dan kejelasan dari norma kelompok. Semakin tinggi
kedudukan individu dalam kelompok, maka aktivitasnya semakin sesuai dengan
norma kelompok, interaksinya semakin meluas, dan banyak anggota kelompok yang
berhasil diajak berinteraksi.
Pada tahun 1957 Stogdill
mengembangkan Teori Harapan-Reinforcement untuk mencapai peran.
Dikemukakan, interaksi antar anggota dalam pelaksanaan tugas akan lebih
menguatkan harapan untuk tetap berinteraksi. Jadi, peran individu ditentukan oleh
harapan bersama yang dikaitkan dengan penampilan dan interaksi yang dilakukan.
Kemudian dikemukakan, inti kepemimpinan dapat dilihat dari usaha anggota untuk
merubah motivasi anggota lain agar perilakunya ikut berubah. Motivasi dirubah
dengan melalui perubahan harapan tentang hadiah dan hukuman. Perubahan
tingkahlaku anggota kelompok yang terjadi, dimaksudkan untuk mendapatkan hadiah
atas kinerjanya. Dengan demikian, nilai seorang pemimpin atau manajer
tergantung dari kemampuannya menciptakan harapan akan pujian atau hadiah.
Atas dasar teori diatas, House pada tahun 1970 mengembangkan Teori
Kepemimpinan yang Motivasional. Fungsi motivasi menurut teori ini untuk
meningkatkan asosiasi antara cara-cara tertentu yang bernilai positif dalam
mencapai tujuan dengan tingkahlaku yang diharapkan dan meningkatkan penghargaan
bawahan akan pekerjaan yang mengarah pada tujuan. Pada tahun yang sama Fiedler
mengembangkan Teori Kepemimpinan yang Efektif. Dikemukakan, efektivitas
pola tingkahlaku pemimpin tergantung dari hasil yang ditentukan oleh situasi
tertentu. Pemimpin yang memiliki orientasi kerja cenderung lebih efektif dalam
berbagai situasi. Semakin sosiabel interaksi kesesuaian pemimpin,
tingkat efektivitas kepemim-pinan makin tinggi.
Teori
kepemimpinan berikutnya adalah Teori Humanistik dengan para pelopor
Argryris, Blake dan Mouton, Rensis Likert, dan Douglas McGregor. Teori ini secara umum
berpendapat, secara alamiah manusia merupakan “motivated organism”.
Organisasi memiliki struktur dan sistem kontrol tertentu. Fungsi dari
kepemimpinan adalah memodifikasi organisasi agar individu bebas untuk
merealisasikan potensi motivasinya didalam memenuhi kebutuhannya dan pada waktu
yang sama sejalan dengan arah tujuan kelompok. Apabila dicermati, didalam Teori
Humanistik, terdapat tiga variabel pokok, yaitu; (1), kepemimpinan yang
sesuai dan memperhatikan hati nurani anggota dengan segenap harapan, kebutuhan,
dan kemampuan-nya, (2), organisasi yang disusun dengan baik agar tetap relevan
dengan kepentingan anggota disamping kepentingan organisasi secara keseluruhan,
dan (3), interaksi yang akrab dan harmonis antara pimpinan dengan anggota untuk
menggalang persatuan dan kesatuan serta hidup damai bersama-sama. Blanchard,
Zigarmi, dan Drea bahkan menyatakan, kepemimpinan bukanlah sesuatu
yang Anda lakukan terhadap orang lain, melainkan sesuatu yang Anda lakukan
bersama dengan orang lain (Blanchard & Zigarmi, 2001).
Teori kepemimpinan lain, yang perlu dikemukakan adalah Teori Perilaku
Kepemimpinan. Teori ini menekankan pada apa yang dilakukan oleh seorang
pemimpin. Dikemukakan, terdapat perilaku yang membedakan pemimpin dari yang
bukan pemimpin. Jika suatu penelitian berhasil menemukan perilaku khas yang
menunjukkan keberhasilan seorang pemimpin, maka implikasinya ialah seseorang
pada dasarnya dapat dididik dan dilatih untuk menjadi seorang pemimpin yang
efektif. Teori ini sekaligus menjawab pendapat, pemimpin itu ada bukan hanya
dilahirkan untuk menjadi pemimpin tetapi juga dapat muncul sebagai hasil dari
suatu proses belajar.
Selain teori-teori kepemimpinan yang telah dikemukakan, dalam perkembangan
yang akhir-akhir ini mendapat perhatian para pakar maupun praktisi adalah dua
pola dasar interaksi antara pemimpin dan pengikut yaitu pola kepemimpinan
transformasional dan kepemimpinan transaksional. Kedua pola kepemimpinan
tersebut, adalah berdasarkan pendapat seorang ilmuwan di bidang politik yang
bernama James McGregor Burns (1978) dalam bukunya yang berjudul “Leadership”.
Selanjutnya Bass (1985) meneliti dan mengkaji lebih dalam mengenai kedua
pola kepemimpinan dan kemudian mengumumkan secara resmi sebagai teori, lengkap
dengan model dan pengukurannya.
Sumber : dwiehariyadi.blogspot.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar...