Pelatihan
sumber daya manusia di pedesaan mutlak harus dilakukan. Ini berkaitan dengan
kebutuhan masyarakat desa untuk menyesuaikan dengan laju perubahan zaman. Untuk
itu, harus ada prinsip-prinsip yang bisa menjadi pegangan dalam melaksanakan
pelatihan.
Pelatihan untuk
Perubahan Masyarakat
Terdapat
beberapa pandangan yang berbeda terhadap perubahan yang menjadi fenomena
alamiah dalam kehidupan masyarakat (perorangan, kelompok, lembaga dan
komunitas). Pandangan pertama menyatakan bahwa perubahan merupakan
hakekat kehidupan sehingga realitas atau kenyataan yang tetap berlangsung
secara terus-menerus dalam kehidupan masyarakat adalah perubahan itu sendiri. Pandangan
kedua menyatakan bahwa pada umumnya tidak ada seseorang yang menginginkan
perubahan dalam menjalankan tugas atau pekerjaannya pada suatu lembaga dimana ia bertugas atau bekerja.
Pandangan
Pertama
Menurut
Rogers (1985) masyarakat pada umumnya berubah dari kategori masyarakat ekonomi
agraris ke masyarakat ekonomi industri dan kemudian ke masyarakat ekonomi
informasi.
Pada
masyarakat ekonomi agraris, yang diduga mulai sekitar sepuluh ribu tahun yang
lalu, fokus kegiatan masyarakat adalah (1) untuk memenuhi kebutuhan dasar,
terutama pangan, (2) pekerjaan lebih mengandalkan kemampuan fisik dengan
menggunakan alat-alat sederhana, bukan alat berwujud mesin, (3) kegiatan
penduduk di bidang pertanian sehingga sebagian besar penduduk adalah petani, (4)
komunikasi dilakukan melalui media satu arah, dan (5) sumber daya utama
masyarakat adalah lahan pertanian.
Pada
masyarakat ekonomi industri, yang dimulai di Inggris tahun 1750 sejak penemuan
mesin uap, ditandai oleh (1) zone-zone perkembangan industri yang makin meluas,
(2) sumber daya utama adalah energi dan modal utamanya adalah uang dan
alat-alat canggih, (3) konsentrasi pekerjaan adalah di pabrik-pabrik dan
sebagian terbesar tenaga kerja ialah buruh di pabrik, (4) teknologi dasar
adalah mesin, dan pabrik baja sebagai institusi pemicu kemajuan, serta (5)
komunikasi menggunakan media elektronika satu arah seperti radio, televisi dan
film.
Pada
masyarakat ekonomi informasi, yang dimulai di Amerika Serikat sekitar tahun
limapuluhan, ditandai oleh : (1) kebutuhan yang makin besar terhadap sumber
daya manusia yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta informasi,
(2) lapangan pekerjaan yang dominan adalah di bidang informasi, (3) teknologi
dasar yaitu elektronik dan komputer, (4) lembaga pemicu kemajuan adalah
univeristas riset, dan (5) komunikasi antar manusia menggunakan teknologi
komunikasi informasi yang interaktif.
Ketiga
tingkatan perubahan masyarakat di atas mempunyai implikasi terhadap kegiatan
pelatihan. Pada masyarakat ekonomi agraris, pelatihan berpusat pada pelatih
sebagai sumber utama dalam proses pembelajaran. Sumber-sumber lain kurang memadai
sehingga interaksi pembelajaran sangat tergantung pada keterampilan pelatih
secara perorangan. Bahan belajar dalam pelatihan dianggap sebagai alat bantu
bagi pelatih. Interaksi pembelajaran dalam pelatihan mirip dengan
“banking system”, yaitu kegiatan pelatih mendepositokan
pengetahuannya ke dalam otak peserta pelatihan yang dianggap sebagai penerima
deposito (deposan). Pembelajaran dalam pelatihan dipandang sebagai upaya
mentransfer pengetahuan kepada peserta pelatihan yang memenuhi syarat dan telah
diseleksi berdasarkan persyaratan tertentu. Pembelajaran dilakukan oleh pelatih
untuk peserta pelatihan.
Pada
masyarakat ekonomi industri, pelatihan berpusat pada kurikulum atau program
pelatihan. Bahan belajar dalam pelatihan bervariasi dan dapat diperoleh dari berbagai
sumber seperti pelatih, perpustakaan, media massa khususnya internet dan lingkungan
sekitar. Proses pembelajaran lebih banyak menggunakan media dan teknologi
pembelajaran. Peranan pelatih sama pentingnya dengan peranan pembimbing, nara
sumber teknis dan tenaga kependidikan lainnya. Kurikulum disusun berdasarkan
kebutuhan lembaga penyelenggara pelatihan dan lingkungannya. Pembelajaran merupakan proses penyebaran
keterampilan, pengetahuan, nilai-nilai dan teknologi tertentu kepada peserta
pelatihan sebanyak mungkin. Proses pembelajaran dalam pelatihan dilaksanakan
oleh pelatih bersama peserta pelatihan.
Pada
masyarakat ekonomi informasi, kurikulum pelatihan berpusat pada kebutuhan
peserta pelatihan. Bahan pembelajaran yang berbentuk informasi melimpah, mudah
diperoleh dan terdapat di mana-mana. Pembelajaran dalam pelatihan dilakukan
melalui komunikasi interaktif. Peserta pelatihan diberi kebebasan untuk
menggunakan berbagai sumber belajar sesuai dengan kebutuhan belajarnya. Informasi
adalah mendunia dan bahan pembelajaran dikaitkan dengan kepentingan kehidupan
peserta didik pada era global. Peserta pelatihan dapat memaksimalkan penggunaan
sumber informasi internasional melalui jaringan informasi seperti internet
melalui e-learning (electronic learning) dan/atau u-learning (ubiqouitus
learning). Pembelajaran menekankan pada aktifitas peserta pelatihan,
sedangkan pelatih berperan sebagai fasilitator. Pelatihan menggunakan
pendekatan individual dalam pembelajaran untuk peserta pelatihan yang bersifat
masal.
Pandangan Kedua
Pandangan
kedua menyatakan bahwa pada umumnya tidak ada seseorang yang menginginkan
perubahan dalam menjalankan tugas atau pekerjaannya pada suatu lembaga di mana ia
bertugas atau bekerja. Seseorang cenderung menyenangi perubahan pada pihak lain
yang dapat membantu atau mempengaruhi pemenuhan kebutuhan dan kepusan dirinya. Pada
kondisi ini cenderung tidak ada karyawan bahkan seseorang staf manajer dalam
suatu lembaga, mengharapkan suatu perubahan atau menginginkan supaya tugas dan
pekerjaannya berbeda dengan yang biasa ia lakukan. Perubahan pun hanya menjadi
buah bibir (lip-service) dalam kehidupan di lingkungan kerja dan
masyarakat.
Menurut
McGregor, yang memperkenalkan Teori X dan Teori Y, menyatakan bahwa
terdapat dua pandangan terhadap orang-orang yang terlibat dalam suatu lembaga.
Teori
X berasumsi bahwa karakteristik umum orang yang terlibat dalam lembaga adalah: (1)
keinginan untuk bekerja seringan mungkin dan bertahan untuk tidak berubah, (2)
supaya pekerjaan dapat sesuai dengan
keinginan lembaga maka mereka harus dimotifasi, diberi ganjaran dan hukuman,
dan selalu diawasi, (3) orang-orang lebih mementingkan dirinya sendiri dan
cenderung untuk mengabaikan tugas
pekerjaannya.
Sedangkan
Teori Y berasumsi bahwa orang yang terlibat dalam lembaga memiliki ciri umum
yaitu : (1) tidak dengan sendirinya kurang menyenangi kerja, (2) mereka
mempunyai potensi untuk bertanggung jawab yang perlu didorong dalam kegiatan
bersama, dan (3) pemenuhan kebutuhan sosial, pengakuan dan pengembangan diri
dapat dicapai melalui kerja kelompok.
Pelatihan
dapat digunakan untuk mengubah perilaku orang-orang yang memiliki kedua
karakteristik tersebut dalam lembaga,
walaupun upaya merubah perilaku manusia yang memiliki ciri-ciri yang
digambarkan Teori X dianggap lebih sulit dibandingkan dengan mengubah mereka
yang memiliki ciri-ciri sebagaimana digambarkan dalam Teori Y.
(Sumber : Djudju
Sudjana, Pendidikan dan Pelatihan dalam Ilmu dan Aplikasi Pendidikan,
Imtima: Bandung: 2009. )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar...