|
Sumber ; Google |
Ada fenomena menarik ketika mencermati bentuk
usaha yang dijalankan para pengusaha kecil terutama di pedesaan. Kebanyakan
dari mereka, organisasi usahanya masih informal. Usaha yang dijalankan tidak
terdaftar di Dinas Perdagangan setempat. Usaha seperti ini tidak dipungut pajak
karena memang tidak mengharapkan adanya pemungutan pajak.
Manajemen yang diterapkan pun masih bersifat tradisional
dalam arti tidak diterapkannya teori manajemen organisasi modern. Masih banyak
pengelolaannya didasarkan pada 'otoritas' pemilik usaha yang juga sekaligus
sebagai pemimpin usaha. Usaha yang dikelola bukan berdasarkan rencana yang
sudah disepakati tetapi sepenuhnya adalah keinginan dan hasil pemikiran
pemimpin usaha.
Terkadang, ada situasi dimana manajemen usaha
masih berdasarkan kekeluargaan. Dalam pengertian, perekrutan hingga sistem
kerja berdasarkan kedekatan keluarga bukan berdasarkan keahlian. Ini bukanlah
hal yang dilarang. Hanya saja, apabila usaha sudah berkembang besar, sangat
sulit untuk mengatur kinerja organisasi berdasarkan kedekatan keluarga saja.
Bukan berarti usaha keluarga tidak bisa menjadi formal. Ini sangat bergantung
pada keinginan pemilik usaha, apakah akan menjadikan usahanya berkembang atau
tidak. Kita melihat banyak contoh dimana usaha keluarga yang diformalkan bisa
berkembang karena mengikuti kaidah manajemen modern seperti Bakrie and Brother.
Saya tertarik membahas formalisasi usaha kecil
ini, karena ternyata ada usaha informal ini memegang peranan penting dalam
perekonomian Indonesia. Sudah saatnya kita berpikir bagaimana usaha informal
ini mengubah paradigma usahanya agar ada perkembangan. Saya membayangkan, jika
dimasa depan usaha-usaha informal ini menjadi lokomotif pembangunan. Ditengah
industrialisasi dan globalisasi ekonomi, perlu adanya pengusaha-pengusaha baru
yang akan menggerakan sumberdaya yang ada di negeri ini.
Keengganan
Memformalkan Usaha
Para pengusaha di desa-desa masih memiliki
keengganan untuk memformalkan organisasi usahanya karena berbagai alasan.
Pertama, organisasi formal dirasa sulit karena
ada banyak teori organisasi yang harus dipelajari. Para pengusaha berpikir
bahwa organisasi formal rumit dalam hal pelaksanaan teknis dan administrasi. Misalnya,
pembukuan keuangan harus dilakukan dalam organisasi formal. Padahal, ada banyak
pengusaha yang 'malas' membukukan keuangannya. Mungkin, alasan kerahasiaan
menjadi yang dominan.
Kedua, pengusaha kecil tidak memiliki niat
untuk mengembangkan usahanya lebih lanjut. Suatu hal yang sulit diterima
apabila usaha dengan kapital besar tidak diorganisasikan dengan baik. Perlu
adanya pengelolaan yang profesional dalam menjalankan perusahaan berskala
besar. Mungkin, para pengusaha tidak berpikir bahwa suatu saat usahanya akan
menjadi besar. Alasan yang menyatakan bahwa usahanya hanya cukup untuk memenuhi
kebutuhan keluarga masih ada dalam anggapan mereka. Padahal sebagai pengusaha
kecil, kita harus memiliki keinginan untuk mengembangkan usaha kita lebih besar
supaya bisa memberi manfaat yang lebih besar bagi diri kita dan orang lain.
Ketiga, kesan kaku pada organisasi formal masih
melekat. Kekakuan ini hanyalah kesan yang timbul dari struktur organisasi yang
terbentuk. Tetapi, tidak setiap organisasi formal ini bersifat kaku karena
sangat bergantung pada bagaimana manajemen yang diterapkan. Mungkin, kesan kaku
ini timbul jika melihat organisasi formal di bidang pemerintahan yang terkesan
birokratis. Untuk itu, pengetahuan organisasi dan seni mengelola organisasi
harus terus ditingkatkan agar tidak terjebak pada anggapan seperti ini.
Kenapa
Harus Diformalkan?
Organisasi formal menjadi tuntutan pembangunan
diera modern seperti sekarang ini. Meskipun andil usaha informal sangat besar
dalam menggalakan perekonomian nasional, tetapi ada banyak 'desakan' dari luar
sistem usaha yang sudah terbangun. Desakan yang dimaksud, diantaranya kemajuan
teknologi informasi yang menuntut untuk menggunakan identitas usaha dalam
memasarkan produknya. Ketika kita memasang iklan di media massa sudah selayaknya
mencantumkan nama perusahaaan kita atau setidaknya merek produk yang
dipasarkan. Upaya untuk mamasarkan produk akan terasa sulit jika ketidakjelasan
identitas usaha yang kita sampaikan kepada masyarakat luas.
Selanjutnya, desakan akan arus globalisasi
ekonomi. Ketika kita dihadapkan pada beredarnya produk impor yang mambanjiri
pasar dalam negeri, maka identitas produk lokal perlu ada penegasan. Identitas
produk yang dipasarkan harus bisa dibedakan antara produk impor atau lokal. Meskipun
usaha kita 'hanya' makanan di pinggir jalan, dengan penegasan identitas bisa
saja konsumen tertarik akan 'kelokalan' produk kita. Misalnya, ada banyak
makanan seperti baso dari China, maka bisa saja kita memenangkan persaingan
dengan menampilkan identitas kelokalan produk kita. Mungkin, karena kita bisa
menentukan segmen pasar yang akan dibidik.
Upaya untuk memformalkan usaha kita juga
sebagai pembelajaran bagi generasi muda. Dimana, manajemen yang ktia terapkan
bisa menjadi bahan untuk pengembangan usaha di masa depan. Harus dipahami,
bahwa bentuk usaha informal kurang diminati bagi generasi muda yang terbiasa
belajar formal di sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Ada perbedaan mencolok
diantara keduanya. Anak muda serasa mengalami kesulitan mengaplikasikan ilmunya
karena mereka terbiasa mengenyam teori-teori formal. Formalisasi usaha bukan
berarti meninggalkan filosofi usaha yang sudah ada dimana secara tradisi
terbukti berhasil. Justru, formalisasi usaha memperkuat filososi yang sudah
ada. Manajemen yang sudah dibangun pun
bisa saja diformulasikan dalam teori manajemen perusahaan. Ada banyak
perusahaan keluarga yang awalnya informal masih tetap bisa mempertahankan 'gaya
usahanya' walaupun merubah bentuk organisasi usahanya. Salah satunya,
perusahaan jamu Sido Muncul di Semarang.
Meskipun usaha kita masih kecil, dengan
formalisasi usaha bisa meningkatkan 'gengsi' perusahaan. Ketika itu terangkat, para
calon tenaga kerja terlatih pun tidak enggan untuk bergabung. Apa
kepentingannya? Tenaga kerja terlatih sangat dibutuhkan untuk mengembangkan
usaha. Pemilik usaha akan dimudahkan dengan pengetahuan dan kemampuan yang
mereka miliki. Pengusaha berharap dengan bergabungnya tenaga kerja terlatih
ini, menjadi modal tak ternilai untuk perkembangan usaha di masa depan.
Formalisasi usaha juga bisa menjadi upaya untuk
menjaring tenaga calon kerja di pedesaan agar tidak urbanisasi ke kota. Ada
harapan besar bagi para pencari kerja untuk bisa bekerja di sektor formal.
Kepastian pendapatan bisa menjadi alasan utama kenapa mereka mencari pekerjaan
formal. Bisa jadi, pekerjaan formal menjadi pilihan utama dala menentukan
karier. Hal itu bisa dimengerti, karena organisasi formal memiliki jenjang
karir yang jelas dibanding usaha informal yang sering dijalankan pengusaha
kecil.
Keuntungan
Memformalkan Usaha
Jika para pengusaha kecil berkeinginan untuk
menformalkan usahanya maka kita akan mendapatkan beberapa kuntungan.
Diantaranya, kemudahan birokrasi, kemudahan menentukan besaran pajak,
memudahkan syarat pengajuan kredit ke Bank dan bisa juga mempermudah klaim asuransi.
Saat ini, usaha yang ingin mendapatkan modal
biasanya mengajukan permohonan ke Bank atau lembaga keuangan lainnya. Dalam
mengajukan kredit, para pengusaha kecil kesulitan karena tidak mempunyai
jaminan. Padahal, tidak selalu harus ada jaminan asalkan usaha kita memiliki
catatan administrasi yang baik dan rajin membayar pajak. Tingkat kepercayaan
Bank kepada usaha kecil diharapkan meningkat jika para pengusaha sendiri
menunjukan 'keseriusan' usahanya.
Untuk semua itu, sudah saatnya kita mempunyai
rencana untuk mengembangkan usaha kita dengan memformalkan usaha kita. Saya pikir
tidak ada perusahaan informal dengan aset hingga milyaran rupiah kecuali
gangster!