Minggu, 10 Agustus 2014

Industri Sebagai Lembaga Dakwah

Sumber : beritanunasa.wordpress.com
"Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air, supaya mereka dapat Makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka Mengapakah mereka tidak bersyukur?" (QS. Yasin (36) : 34-35)
Apa yang terpikir oleh kita ketika mendengar 'lembaga dakwah'? Mungkin, kita berpikir bahwa lembaga dakwah adalah Dewan Keluarga Masjid (DKM), Organisasi Massa (Ormas), partai politik atau Yayasan yang bergerak di bidang sosial. Memang seperti itulah kebanyakan dari ummat Islam menjadikan organisasi sebagai sarana dakwahnya. Semua itu berawal dari visi organisasi itu sendiri untuk menyebarkan kalimah Alloh di tengah-tengah ummat. Adanya variasi itu sudah lumrah adanya di era modern seperti sekarang ini karena tidak adanya lembaga dakwah Islam yang utama yakni Daulah Khilafah Islamiyah.
So, penyebaran 'niat' untuk mendirikan organisasi dakwah sepertinya disesuaikan dengan kebutuhan. Begitu pun di era globalisasi ini. Dakwah Islam tidak hanya terbatas pada tabligh atau pengajaran di ruang-ruang majlis ta'lim. Saya melihat bahwa dakwah juga harus berhadapan langsung dengan kepentingan ekonomi. Kepentingan ekonomi yang saya maksud bukan sebagai penyalur zakat, infak dan shodaqoh yang selama ini ada, tetapi lebih dari itu. Lembaga dakwah yang dimaksud harus bisa menyelesaikan permasalahan pengangguran, kemiskinan, penguasaan pasar komoditas atau bahkan bergerak di pasar modal.
Karena dakwah adalah usaha untuk menyampaikan Islam, maka industri yang dibangun pun dirancang sebagai sarana untuk mempraktekan konsep-konsep ekonomi Islam. Solusi-solusi Islami menjadi visi besar didirikannya kegiatan produksi hingga distribusi. Tidak banyak memang, industri yang bertujuan untuk menerapkan Islam dalam kesehariaannya. Untuk itu, perlu adanya gerakan massif dari ummat Islam untuk menjadikan industri sebagai denyut nadi dakwah Islam saat ini. Konsep dakwah Islam tidak lagi mengandalkan konsep-konsep teoritis tetapi harus bisa menerapkannya dalam tataran praktis.
Pada awalnya, kita harus bisa mengubah paradigma kita tentang industri yang identik dengan kapitalisme. Entah kenapa, kegiatan industri menjadi diidentikan dengan ekonomi kapitalisme. Mungkin, eksploitasi para pekerja membuat para penganut paham sosialis-komunis begitu 'memojokan' para industrialis. Mereka dianggap sebagai para 'penghisap darah buruh'. Industri diidentikan dengan kegiatan eksploitasi para pekerja. Pekerja sendiri, menempatkan diri mereka para posisi 'terjajah', terlalu banyak tuntutan yang dikemukakan dengan kekerasan. Unjuk rasa semata-semata untuk menuntut hak para proletariat kepada borjuis-feodal.
Industri harus dianggap sebagai sarana untuk memanfaatkan anugerah Alloh SWT kepada hambanya. Industri harus dianggap sebagai sarana untuk menjalankan perintah Alloh kepada manusia untuk mengurus dunia ini. Anggapan negatif tentang industrialisasi hanya memalingkan kita agar tidak mengutamakan industri dalam kegiatan ekonomi. Saya pikir, sulit menemukan cara lain untuk memanfaatkan sumberdaya alam anugerah Alloh ini tanpa industrialisasi. Maka dari itu, industrialisasi adalah bentuk ibadah non-ritual yang akan sangat berpahala dan besar manfaatnya bagi kehidupan masyarakat.
Industri bisa meyakinkan ummat agar tidak memisahkan kehidupan duniawi dan kehidupan akhirat atau yang biasa disebut sekuler. Dengan industri, saya berharap bahwa ummat bisa teryakinkan bahwa cara pikir sekuler harus dihilangkan karena keduanya bisa dijalankan secara beriringan. Pada kesehariannya, ibadah ritual bisa dilakukan disela-sela kegiatan produksi hingga distribusi. Tidak hanya karyawan dan jajaran manajemen saja yang bisa terpahamkan, tetapi masyarakat luas bisa melihat efek dari bentuk komunikasi massa yang dilakukan oleh perusahaan. Bentuk promosi tidak hanya membagi-bagikan sumbangan atas nama perusahaan, tetapi juga turut serta membangun masyarakat itu sendiri. Persentase keuntungan yang diinfakkan, jauh lebih besar dari kewajiban undang-undang yakni hanya 2,5 % per tahun.
Industri bisa menjadi sarana pendidikan praktis dan gratis sebagai persiapan anak muda memasuki dunia kerja. Staf manajemen bisa masuk langsung mempengaruhi anak muda sebagai objek dakwah. Membina dan melatih generasi muda untuk siap terjun bermasyarakat harus ada andil dunia industri. Anak muda pada umumnya masih kebingungan dengan realita kehidupan nyata. Untuk itu, pihak industri memberikan gambaran utuh tentang kondisi persaingan, tantangan dan hambatan-hambatan dunia kerja dan masyarakat pada umumnya. Industri seharusnya menjadi sarana utama untuk menyiapkan SDM berkualitas yang kreatif, inovatif dan mampu bersaing di era globalisasi.
Sebagaimana kita ketahui, era pasar bebas mengajak orang di dunia ini untuk berhubungan dengan siapa pun di dunia ini. Perdagangan internasional tidak bisa dipungkiri  yang artinya harus ada sarana untuk mengimbanginya. Apabila selama ini produk impor begitu membanjiri pasar domestik, maka sudah selayaknya diimbangi dengan ekspor ke pasar internasional. Kita tidak bisa lagi menahan produk dalam negeri dengan memboikotnya saja. Tetapi harus ada produk tandingan yang perlu diperhitungkan di pasar internasional baik dalam segi kualitas maupun kuantitas.
 Perlu diketahui, bahwa Rosululloh dan para Sahabat pun menjadikan industri sebagai sarana dakwah. Mereka menguasai perekonomian Madinah dengan berdagang langsung bukan hanya mengurusi masalah ibadah ritual. Bagi mereka, dan kita semua, Islam adalah bentuk sistem kehidupan yang bisa diaplikasikan dalam setiap segi kehidupan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar...