Sumber : beritanunasa.wordpress.com |
"Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan
padanya beberapa mata air, supaya mereka dapat Makan dari buahnya, dan dari apa
yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka Mengapakah mereka tidak
bersyukur?" (QS. Yasin (36) : 34-35)
Apa yang terpikir oleh kita ketika mendengar
'lembaga dakwah'? Mungkin, kita berpikir bahwa lembaga dakwah adalah Dewan
Keluarga Masjid (DKM), Organisasi Massa (Ormas), partai politik atau Yayasan
yang bergerak di bidang sosial. Memang seperti itulah kebanyakan dari ummat
Islam menjadikan organisasi sebagai sarana dakwahnya. Semua itu berawal dari
visi organisasi itu sendiri untuk menyebarkan kalimah Alloh di tengah-tengah
ummat. Adanya variasi itu sudah lumrah adanya di era modern seperti sekarang
ini karena tidak adanya lembaga dakwah Islam yang utama yakni Daulah Khilafah Islamiyah.
So, penyebaran 'niat' untuk mendirikan
organisasi dakwah sepertinya disesuaikan dengan kebutuhan. Begitu pun di era
globalisasi ini. Dakwah Islam tidak hanya terbatas pada tabligh atau pengajaran
di ruang-ruang majlis ta'lim. Saya melihat bahwa dakwah juga harus berhadapan
langsung dengan kepentingan ekonomi. Kepentingan ekonomi yang saya maksud bukan
sebagai penyalur zakat, infak dan shodaqoh yang selama ini ada, tetapi lebih dari
itu. Lembaga dakwah yang dimaksud harus bisa menyelesaikan permasalahan
pengangguran, kemiskinan, penguasaan pasar komoditas atau bahkan bergerak di
pasar modal.
Karena dakwah adalah usaha untuk menyampaikan
Islam, maka industri yang dibangun pun dirancang sebagai sarana untuk mempraktekan
konsep-konsep ekonomi Islam. Solusi-solusi Islami menjadi visi besar didirikannya
kegiatan produksi hingga distribusi. Tidak banyak memang, industri yang
bertujuan untuk menerapkan Islam dalam kesehariaannya. Untuk itu, perlu adanya
gerakan massif dari ummat Islam untuk menjadikan industri sebagai denyut nadi
dakwah Islam saat ini. Konsep dakwah Islam tidak lagi mengandalkan konsep-konsep
teoritis tetapi harus bisa menerapkannya dalam tataran praktis.
Pada awalnya, kita harus bisa mengubah
paradigma kita tentang industri yang identik dengan kapitalisme. Entah kenapa, kegiatan industri menjadi
diidentikan dengan ekonomi kapitalisme. Mungkin, eksploitasi para pekerja
membuat para penganut paham sosialis-komunis begitu 'memojokan' para
industrialis. Mereka dianggap sebagai para 'penghisap darah buruh'. Industri
diidentikan dengan kegiatan eksploitasi para pekerja. Pekerja sendiri,
menempatkan diri mereka para posisi 'terjajah', terlalu banyak tuntutan yang
dikemukakan dengan kekerasan. Unjuk rasa semata-semata untuk menuntut hak para
proletariat kepada borjuis-feodal.
Industri harus dianggap sebagai sarana untuk
memanfaatkan anugerah Alloh SWT kepada hambanya. Industri harus dianggap sebagai sarana untuk
menjalankan perintah Alloh kepada manusia untuk mengurus dunia ini. Anggapan
negatif tentang industrialisasi hanya memalingkan kita agar tidak mengutamakan
industri dalam kegiatan ekonomi. Saya pikir, sulit menemukan cara lain untuk memanfaatkan
sumberdaya alam anugerah Alloh ini tanpa industrialisasi. Maka dari itu,
industrialisasi adalah bentuk ibadah non-ritual yang akan sangat berpahala dan
besar manfaatnya bagi kehidupan masyarakat.
Industri bisa meyakinkan ummat agar tidak
memisahkan kehidupan duniawi dan kehidupan akhirat atau yang biasa disebut
sekuler. Dengan industri,
saya berharap bahwa ummat bisa teryakinkan bahwa cara pikir sekuler harus
dihilangkan karena keduanya bisa dijalankan secara beriringan. Pada
kesehariannya, ibadah ritual bisa dilakukan disela-sela kegiatan produksi
hingga distribusi. Tidak hanya karyawan dan jajaran manajemen saja yang bisa
terpahamkan, tetapi masyarakat luas bisa melihat efek dari bentuk komunikasi massa
yang dilakukan oleh perusahaan. Bentuk promosi tidak hanya membagi-bagikan
sumbangan atas nama perusahaan, tetapi juga turut serta membangun masyarakat
itu sendiri. Persentase keuntungan yang diinfakkan, jauh lebih besar dari
kewajiban undang-undang yakni hanya 2,5 % per tahun.
Industri bisa menjadi sarana pendidikan praktis
dan gratis sebagai persiapan anak muda memasuki dunia kerja. Staf manajemen bisa masuk langsung
mempengaruhi anak muda sebagai objek dakwah. Membina dan melatih generasi muda
untuk siap terjun bermasyarakat harus ada andil dunia industri. Anak muda pada
umumnya masih kebingungan dengan realita kehidupan nyata. Untuk itu, pihak
industri memberikan gambaran utuh tentang kondisi persaingan, tantangan dan hambatan-hambatan
dunia kerja dan masyarakat pada umumnya. Industri seharusnya menjadi sarana
utama untuk menyiapkan SDM berkualitas yang kreatif, inovatif dan mampu
bersaing di era globalisasi.
Sebagaimana kita ketahui, era pasar bebas
mengajak orang di dunia ini untuk berhubungan dengan siapa pun di dunia ini.
Perdagangan internasional tidak bisa dipungkiri
yang artinya harus ada sarana untuk mengimbanginya. Apabila selama ini
produk impor begitu membanjiri pasar domestik, maka sudah selayaknya diimbangi
dengan ekspor ke pasar internasional. Kita tidak bisa lagi menahan produk dalam
negeri dengan memboikotnya saja. Tetapi harus ada produk tandingan yang perlu
diperhitungkan di pasar internasional baik dalam segi kualitas maupun
kuantitas.
Perlu
diketahui, bahwa Rosululloh dan para Sahabat pun menjadikan industri sebagai
sarana dakwah. Mereka menguasai perekonomian Madinah dengan berdagang langsung
bukan hanya mengurusi masalah ibadah ritual. Bagi mereka, dan kita semua, Islam
adalah bentuk sistem kehidupan yang bisa diaplikasikan dalam setiap segi
kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar...