Jumat, 18 Oktober 2013

Budaya Mekanisasi

Manusia menjadi makhluk yang memiliki naluri untuk mempertahankan dirinya di dunia. Sebagai makhluk yang memiliki akal, manusia senantiasa terus menggunakan alam pikirannya untuk menjadikan hidupnya lebih baik.  Keinginan manusia untuk hidup lebih baik ini dimanifestasikan dalam bentuk upaya manusia untuk mempermudah segala aktifitasnya.
Upaya manusia untuk mempermudah kehidupannya bisa berupa mekanisasi dalam berbagai hal. Banyak hal yang kita lakukan dengan bantuan peralatan sederhana hingga peralatan canggih dengan segala mekanismenya yang rumit. Tahukah kita bahwa peralatan yang telah dibuat adalah bagian dari budaya suatu masyarakat sejak manusia ada di muka bumi.
Lalu, ada banyak orang _mungkin termasuk kita_ justru tidak memiliki kebiasaan untuk mempermudah aktifitas kita dengan bantuan peralatan. Banyak para petani yang masih menggunakan alat sederhana untuk mengolah lahannya, pedagang yang tidak menggunakan kotak pendingin untuk mengawetkan sayuran atau bahkan pemulung sampah yang mengais-ngais sampah hanya dengan tangan. Jika disebutkan memang masih banyak contoh profesi yang masih bertahan dengan cara-cara lama tanpa ada upaya untuk mempermudah pekerjaannya sehingga mendapatkan hasil yang maksimal.
Budaya mekanisasi sepertinya masih belum mengakar dalam benak masyarakat kita. Berbeda ketika memperhatikan masyarakat Eropa, Amerika atau masyarakat Asia Timur, disana mekanisasi aktifitas sudah menjadi bagian dari budaya mereka. Lalu kenapa masyarakat Indonesia pada umumnya tidak menjadikan mekanisasi aktifitasnya sebagai bagian dari budaya kesehariannya? Justru masyarakat kita cenderung menyempitkan arti budaya hanya pada karya seni semata tanpa memahaminya dalam arti luas.
Ketika Budaya Mekanisasi Menjadi Penting
Budaya merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia. Imajinasi kita tentang masa depan sepertinya berpengaruh pada pola pikir kita. Ketika kita 'malas' berimajinasi untuk menata masa depan yang lebih baik maka tidak aneh jika 'mempermudah aktifitas dengan peralatan' tidak menjadi fokus pikiran kita. Orientasi hidup manusia _dengan aktifitasnya_ yang cenderung hanya untuk jangka pendek dan menengah secara sadar membuat kita tidak mau menjadikan masa depan yang lebih baik. Misalnya, jarang kita menemukan petani di pedesaan yang menemukan alat pertanian yang bisa membantu mempermudah pekerjaannya. Mereka cenderung 'merasa cukup' dengan apa yang ada dan 'enggan' meningkatkan hasil panennya dengan berbagai eksperimen dan inovasi.
Kedua, mungkin saja potensi berpikir masyarakat sudah 'terbunuh'. Padahal sudah menjadi fitrah manusia untuk selalu ingin tahu akan apa yang telah dan akan terjadi dalam kehidupannya. Seorang ilmuwan antropologi dari Amerika, Francais K.L. Hsu pernah menganalisis kenapa budaya Timur dan Barat begitu berbeda dalam hal kemajuan berpikir mereka. Masyarakat Timur cenderung nyaman dengan apa yang ada sedangkan masyarakat Barat senantiasa gigih untuk mencari kemajuan diri karena mereka belum bisa menemukan ketenangan dan ketraman jiwa jika keinginannya belum tercapai. Masyarakat Barat cenderung mengaktualisasikan kegundahannya dengan mencari tahu segala hal di luar dirinya.
Ketiga, semuanya berakar pada sistem pendidikan kita yang tidak mengajarkan peserta didiknya untuk berpikir.
Biasakanlah untuk Berpikir Tentang Masa Depan yang Lebih Baik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar...