Senin, 21 Oktober 2013

Stop Urbanisasi



Urbanisasi yang begitu masif memang tidak bisa distop begitu saja. Setidaknya, urbanisasi bisa dikurangi sampai angka sekecil mungkin. Tentu saja, harus ada upaya maksimal dari berbagai pihak untuk mengurangi urbanisasi agar tidak terjadi kepadatan penduduk di perkotaan. Upaya-upaya tersebut bisa dibagi kedalam tiga kategori. Pertama, upaya personal _dari diri sendiri; kedua, upaya sosial _dari lingkungan terdekat dan ketiga, upaya nasional.
Upaya Personal
Upaya personal yang dimaksud adalah bagaimana meyakinkan diri kita sendiri untuk tidak melakukan urbanisasi. Perlu ada perubahan pola pikir bahwa kesuksesan hidup tidak hanya diperoleh dari 'nyaba' ke kota tetapi tentu bisa saja diperoleh di desa. Urbanisasi menjadi semacam budaya dimana seakan sudah menjadi suatu keharusan bagi orang dewasa terutama lelaki untuk mencari pengalaman hidup di kota. Padahal, di era informasi seperti sekarang ini kemajuan daerah atau negara lain bisa dengan mudah diketahui. Jadi, tidak harus selalu merasakan kemajuan negeri orang terlebih dahulu maka kita bisa memajukan negeri sendiri.
Selanjutnya, ada niat yang kuat dan ikhlas untuk membangun desanya sehingga memiliki rencana masa depan untuk membawa kehidupan desa ke arah yang lebih baik. Meskipun memiliki resiko ketidakpastian usaha, jika ada niat yang kuat dan ikhlas maka Insya Alloh orang desa tidak akan ingin 'terburu-buru' untuk menjadi kaya dengan urbanisasi ke kota.
Memiliki rencana masa depan memang menjadi langkah selanjutnya untuk  memastikan diri kita tetap tinggal di desa. Alangkah lebih baik jika rencana kita ditulis rapi sebagai catatan di kemudian hari. Ketika ada rencana yang akan diwujudkan maka diharapkan kita memiliki pikiran yang fokus untuk menggapainya. Ketika ada godaan untuk berpaling dari apa yang telah direncanakan, maka kita bisa menanyakan kembali pada diri kita _apa sebenarnya visi hidup kita?.
Visi hidup manusia berisi tentang bagaimana dia ingin dikenang ketika meninggal dunia. Bayangkanlah suatu ketika kita meninggal dan meninggal sesuatu untuk orang-orang di sekitar kita. Nah, itulah visi hidup. Ada yang ingin dikenang sebagai guru yang baik, pedagang yang sukses atau kepala pemerintahan yang berintegritas. Apapun visi hidup kita maka tulislah di selembar kertas dan benamkam dalam pikiran. Dengan mengucapkan Basmallah dan berdoa kepada Alloh untuk ditetapkan hati maka mudahan-mudahan visi hidup menjadi pembakar semangat untuk membangun desa.
Mungkin akan ada opini yang tidak mendukung apa yang kita cita-citakan, untuk itu kita pun harus bisa memberikan pengertian kepada orang-orang di sekitar kita. Dengan perkataan yang bijaksana, kita bisa memaparkan dengan jelas apa isi hati dan pikiran kita. Wajar jika tidak semua orang mendukung, perbedaan persepsi selalu ada dalam cara manusia menatap masa depan. Imajinasi kesuksesan setiap orang memang berbeda. Begitulah Alloh menciptakan manusia.
Perbedaan keinginan, hasrat, ilmu pengetahuan dan kesempatan membedakan pula imajinasi kesuksesan setiap orang. Akan lebih baik jika imajinasi yang kita miliki digambarkan dengan gamblang layaknya seorang arsitek menggambar denah rumah. Ya, kenapa tidak kita menggambarkannya. Jika kita ingin membuka usaha peternakan maka kita gambarkan dengan jelas kandang, ternak dan dimana lokasinya. Apabila kita ingin menjadi pengusaha tahu, maka selayaknya menggambarkan pabrik, lokasi dan sarana apa yang ada di dalamnya. Sangat detail. Gambaran itu menjadi pikiran dominan yang selalu kita bicarakan dengan teman, kerabat bahkan dengan orang-orang yang belum kita kenal.
Memikirkan hal yang sama di setiap waktu adalah pikiran dominan yang saya maksud. Tidak ada pikiran lain selain apa yang kita cita-citakan. Pikiran dominan bisa membawa seseorang untuk mencari tahu apa dan bagaimana meraihnya. Belajar, berdiskusi, membaca buku, mencari di internet tentang hal yang dicita-citakan menjadi keseharian kita. Tidak akan ada waktu terbuang karena berkhayal tanpa dibarengi aksi.
Yakinlah, bahwa masa depan adalah milik kita bukan orang lain. Menjadi orang yang mendengar pendapat orang lain adalah sebuah kebijaksanaan tetapi keputusan ada di tangan kita.  Pendapat orang lain menjadi bahan renungan ketika memikirkan rumitnya kehidupan. Membandingkan dengan pendapat kita serta ilmu pengetahuan yang kita miliki maka putuskanlah segera kita akan memilih jalan yang mana. Tidak ada jalan yang berliku yang ada hanya jalan dengan relief bergelombang sebagai karya seni Yang Maha Kuasa. Tidak ada kesulitan justru yang ada adalah kesenangan memainkan permainan kehidupan untuk mendapatkan bonus di kemudian hari. Bonusnya bisa berupa kesejahteraan hidup pribadi, keluarga dan masyarakat pedesaan pada umumnya. Semoga ketika raga sudah tidak bernyawa, kita akan dikenang sebagai orang yang penuh dedikasi untuk membangun bangsa dari desa.
Berteman dengan Resiko. Ya, sudah menjadi kepastian akan ada resiko yang dihadapi ketika kita menyatakan diri akan membangun desa. Kehidupan di pedesaan memang sedikit berbeda dengan perkotaan. Kondisi alam, kondisi sosial dan kondisi ekonomi memang berbeda. Justru disanalah keunikannya! Ketika banyak orang memandang ketiga hal itu secara negatif maka kita coba lihat saja positifnya.
Di desa, kita menikmati udara yang bersih untuk kehidupan yang lebih baik. Sumber pangan dekat, sumber air juga dekat, masih banyak lahan yang luas untuk digarap. Nah, itu menjadi kelebihan dan tidak harus dilihat sebagai kekurangan. Bentang alam yang masih luas bisa menjadi tempat kita untuk mengembangkan sayap bisnis kita di kemudian hari. Perhatikan bagaimana sebuah pabrik membutuhkan begitu banyak lahan. Ingin membangun lokasi wisata maka di desa masih memungkinkan. Mau apa lagi? Pokoknya banyak kelebihan pedesaan dibandingkan kota. Dan fokuslah pikiran kita pada kelebihannya. Kekurangannya (itu pun kalau ada) aggaplah sebuah keunikan tersendiri.
Di desa, warganya masih memegang tradisi ramah tamah, gotong royong dan keguyuban. Masyarakat seperti ini merupakan kekuatan bagi pertumbuhan ekonomi di masa depan. Ya lah, lihat saja perusahaan-perusahaan raksasa di dunia, mereka tumbuh dari komunitas yang memiliki visi, integritas dan kerjasama yang baik. Warga desa bisa kita ajak untuk ikut serta membangun desanya dengan menjadi rekan kerja kita. Saya pikir mereka akan memilih anda tinimbang bekerja di kota karena mereka bisa membandingkan dua kondisi yang jelas berbeda. Bila rekan kerja kita menginginkan gaji sebesar Upah Minimum Regional (UMR) ya berikan saja. Bagi para pekerja pun akan senang jika mendapatkan gaji sedikit lebih kecil dari UMR karena jelas biaya hidup tidak sebesar di kota. Itu tantangan bagi kita untuk terus mengembangkan bisnis sehingga bisa memberikan upah yang jauh lebih baik.
Perbaikan ekonomi pedesaan menjadi isu nasional bahkan global. Siapa pun setuju bahwa perbaikan ekonomi pedesaan harus dilakukan untuk memberikan pemerataan pendapatan. Nah, jika saat ini desa tempat tinggal kita belum mengalami perkembangan yang kita harapkan maka yakinlah masa depan menuju perubahan akan bisa terjadi. Untuk dana, pemerintah menyediakan bahkan perusahaan swasta pun rajin menggalakan perbaikan ekonomi pedesaan melalui program CSR (Corporate Social Responsiblitiy). Jadi, jangan khawatir tidak ada modal! Alloh punya cara untuk memberikan kasih sayang pada hamba-Nya.
Nah, mugkin itu  'upaya personal' untuk menyetop urbanisasi secara bertahap dari diri kita. Meyakinkan diri untuk menetap di desa dengan senantiasa menatap masa depan lebih mapan adalah kunci motifasi bagi diri. Apabila secara personal kita sudah teryakinkan, Insya Alloh secara sosial kita bisa menemukan caranya. Itupun tergantung pada setiap orang dan daerah yang ditinggali. Saya disini hanya memberikan gambaran umum saja. Selanjutnya, terserah anda.

Upaya Sosial
Investasi. Ada beberapa buku yang saya baca diantaranya buku Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan (ML. Jinghan) yang berkali-kali mengatakan bahwa betapa pentingnya investasi bagi negara terbelakanng _seperti Indonesia. Kebiasaan berinvestasi ini belum tumbuh secara merata pada orang Indonesia. Kalau punya uang, yang ada di pikiran orang Indonesia adalah, "Mau beli apa ya?" bukannya, "Mau diinvestasikan untuk apa?". 
Budaya menanamkan sedikit uang untuk kehidupan masa depan memang sepertinya tidak ada pada masyarakat kita. Lihat sekeliling kita, banyak orang yang lebih suka membelanjakan uangnya untuk barang konsumtif, itu pun tidak salah. Tetapi, ya berimbang lah. Kita pun boleh menikmati hasil jerih payah kita dengan bebelanja apa yang kita inginkan. Tetapi, apakah pernah kita berpikir bagaimana generasi setelah kita bisa menikmati kekayaan dimiliki sekarang.
Kalau bicara investasi, jangan selalu berpikir harus besar hingga puluhan bahkan ratusan juta. Kami, mulai berljar berinvestasi dengan uang Rp. 10.000 hingga Rp. 20.000. ya, uang yang cukup untuk merokok satu hari! Caranya, kami sekeluarga menginginkan kandang ayam untuk kebutuhan pangan hewani maka kami membeli beberapa batang bambu. Dengan bambu yang ada, dimulai memotong dan membilahnya hingga menjadi ukuran sebesar pagar. Sambil menunggu punya uang lagi, bambu tersebut direndam di kolam agar lebih tahan lama. Tahu nggak, untuk punya uang lagi kami harus menunggu hingga satu bulan. Dan, dibelilah paku, asbes dan terus begitu hingga menjadi kandang ayam. Ayamnya? Kami pelihara ayam punya orang lain. Dalam tradisi Sunda ini disebut nengah nanti anaknya dibagi dua. Pakannya? Ya, dari pakan sisa  atau gabah atau apa saja yang ada. Alhamdulillah ayamnya bertambah banyak dan lebih dari cukup untuk kebutuhan keluarga. Selebihnya, kami jual.
Memang terkesan menyederhanakan masalah. Tetapi justru dengan cara berpikir sesederhana itu maka kita berani berinvestasi! Jangan terus berpikir "bagaimana kalau rugi, nggak balik modal" dan sebagainya. Pokoknya pikirkan bahwa kita memiliki cita-cita mulia  dan dari sana akan lahir kegemaran berinvestasi bahkan lambat laun menjadi hobi! Aggap saja kita main monopoli, investasi jadi bagi dari permainan yang ada keasyikan tersendiri ketika menjalankannya.
Kalau upaya personal itu ada dalam hati dan pikiran kita maka upaya sosial ini memang terlihat secara nyata dan berpengaruh pada kehidupan sosial kemasyarakatan. Di kampung kami, ada sekelompok orang yang secara sengaja berinvestasi membuat sekolah untuk pendidikan anak-anaknya di masa depan. Ya, saya salah satu alumninya. Ceritanya, dulu sekitar tahun 1970-an beberapa orang tua prihatin karena di kampung kami belum ada sekolah yang berbasis ke-Islaman.  Untuk itu, dibangunlah madrasah dengan pola pendidikan agama.  Sekarang, yayasan ini sudah menjadi mapan dan diakui memiliki pengaruh yang sangat besar bagi pembangunan di desa kami. Nama yayasan itu adalah Yayasan Tarbiyatul Islamiyah (YTI).
Di bidang pertanian dan pendidikan sudah kita bahas. Apa lagi? Di bidang transportasi. Banyak cara untuk mempermudah akses ke desa kita. Salah satunya dengan membangun jalan-jalan desa. Nah, pernahkah terpikir bahwa menginvestasikan waktu, tenaga, pikiran dan uang untuk membangun jalan adalah bentuk rasa syukur kita kepada Alloh. Simak QS. Az-Zuhruf ayat 10, "…..dan Dia membuat jalan-jalan di atas bumi untuk kamu supaya kamu mendapat petunjuk."
Luar biasa! Membangun jalan saja bisa mendapat petunjuk. Petunjuk kepada kebenaran dan masa depan yang lebih mapan.  Seperti diketahui, ciri perkembangan ekonomi suatu wilayah adalah dengan dibangunnya jalan-jalan baik darat, laut bahkan udara. Dahulu, para pelaut dari Timur Tengah dan Eropa berlomba-lomba membuka jalur perdagangan di laut  untuk kemajuan ekonomi kedua wilayah. Ada yang berlayar hingga berkeliling dunia. Dibukalah jalur perdagangan hingga negeri nun jauh disana  yakni Amerika dan Afrika. Hingga pada akhirnya terbangunlah kemajuan ekonomi dunia hingga kini.  Bahkan, untuk menghemat waktu perjalanan, orang Mesir justru membangun terusan Suez. Untuk kemajuan, mereka rela menggali daratan supaya terbuka tersambung dua lautan yang terpisah selama ribuan tahun. Mereka saja bisa, masa kita tidak mampu untuk membangun jalan di desa kita….
Rekondisi Desa. Sentuhan tangan kreatif bisa membuat wajah desa kita menjadi berbeda dari sebelumnya. Kreatifitas warga desa berbeda-beda tergantung dari keahliannya. Ada yang suka bertani, beternak, memelihara ikan, musik, olahraga pokoknya apapun minat setiap warga desa bisa menjadikan desa berubah secara berkala. Jika sebelumnya desa kita 'sepi' dengan kegiatan positif maka aktifitas kreatif warga sebagai wujud dari citia-cita masing-masing.
Jika selama ini perkotaan dijadikan pusat kegiatan manusia dalam berbagai bidang maka sudah saatnya warga desa pun membuat desanya 'hidup'. Hal yang dibutuhkan warga desa tidak hanya infrastruktur fisik tetapi juga wahana untuk mengekspresikan diri bahkan bisa jadi wahana kreasi. Bertambahnya penduduk desa dalam jangka panjang, bisa menjadikan desa memiliki daya tarik tersendiri untuk manusia beraktifitas dan memperoleh kenyamanan. Kebutuhan warga desa untuk mengekpresikan diri dan rekreasi menjadi hal vital bahkan bisa menjadi daya tarik wisata.
Misalnya, satu desa mempunyai tradisi olahraga yang baik. Maka sebaiknya disana ada sarana olahraga  terbaik menyerupai sarana yang dimiliki warga kota. Lapangan sepakbola, lapangan voli, lapangan badminton dan lain sebagainya menjadi prioritas pembangunan sarana olahraga.  Memang perlu investasi yang tidak sedikit tetapi membuat warga betah tinggal di kampungnya menjadi hal yang penting. Di tengah kelelahan bekerja, warga pun perlu menjalankan hobinya.
Apabila satu desa punya studio musik atau sanggar seni, itu bagus untuk mengembangkan kreatifitas. Dengan pengelolaan yang baik,  itu bisa menjadi sumber pendapatan tambahan. Ada banyak tradisi yang menjadi kebanggaan suatu desa terpelihara bahkan menjadi aset desa yang tidak ternilai. Misalnya, tradisi musik calung di pedesaan-pedesaan Jawa Barat.
Apabila warga desa bisa mengekspresikan dirinya, maka diharapkan kondisi sosial akan membaik. Maksudnya, bisa meminimalisasi kenakalan  remaja, narkoba dan kejahatan lainnya. Desa yang makmur tidak hanya dilihat dari aspek pendapatan warganya saja tetapi juga bagaimana mereka bisa menjadikan desanya lebih beradab.

Upaya Nasional: Pemerataan Pembangunan
Di TV, saya menyaksikan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa perlu adanya investasi di daerah supaya bisa menahan laju urbanisasi ke kota besar. Spertinya itu sudah menjadi rencana nasional, dan sering kita mendengarnya. Banyak upaya yang dilakukan untuk menenkan urbanisasi, diantaranya membuka lapangan kerja baru di daerah-daerah. Apabila kita secara individu berniat membuka lapangan kerja baru di desa berarti sudah membantu program pemerintah.
Ketika investasi beralih ke daerah, maka diharapkan terjadi pemerataan pembangunan antara kota dengan desa. Pemerataan pembangunan berarti penyebaran pendapatan supaya kue ekonomi nasional bisa dinikmati oleh seluruh rakyat. Jika selama ini terjadi ketimpangan maka sudah saatnya kita menggugah kesadaran diri kita dan orang-orang di sekitar kita untuk berinvestasi dan membangun desanya tanpa harus selalu berpangku pada pemerintah. Meskipun pemerintah berperan penting tetapi peran masyarakatlah yang sangat menentukan laju pembangunan di daerahnya masing-masing.
Karena sekarang otonomi daerah, maka sebenarnya pemerintah benar-benar hanya pembuat aturan main. Yang memainkannya, tentu saja masyarakat umum di mana pun mereka berpijak.  Akhir kata, marilah kita mainkan permainan hidup kita sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar...