Minggu, 20 Oktober 2013

Membangun Masyarakat sebagai Tujuan Bisnis



Ulasan Buku  Spiritual Kapital karya Danah Johar dan Ian Marshall, 2004



Ketika beranjak dewasa, saya mulai sering mempertanyakan tentang "untuk apa manusia hidup". Ada banyak jawaban dan jawaban-jawaban itu memang belum bisa memuaskan. Setidaknya, sebagai kaum Muslim tujuan dari hidup adalah ibadah kepada Alloh. Itu pun masih umum dan perlu penjabaran-penjabaran. Nah, akhirnya saya fokuskan tentang apa arti 'hidup untuk ibadah' itu tanpa harus mempertanyakan motifasi apa yang ada pada diri manusia _muslim atau non-muslim_ untuk lebih bersemangat lagi menjalani kehidupan.

Terus terang saja, saya belum menemukan ulama yang bisa menjabarkan dengan gamblang _baik berdasarkan dalil ataupun teori ilmiah_ tentang apa arti 'hidup untuk beribadah'. Maksudnya, secara praktis apa sebenarnya yang harus dilakukan manusia untuk menjadikan hidup ini sebagai nilai ibadah. Apakah kita harus seperti para biksu yang meninggalkan urusan duniawi dan sepenuhnya mengabdikan diri di rumah ibadah? Atau, seperti para mujahid yang 'mengorbankan' nyawanya di medan pertempuran?

Akhirnya, ada satu buku yang membuat saya semakin meyakini akan agama yang saya anut ini. Saya mulai sedikit faham tentang 'hidup untuk ibadah'. Buku Spiritual Kapital membahas tentang tujuan bisnis yang lebih 'agung' dari sekedar mencari keuntungan finansial. Yakni, tujuan untuk membangun masyarakat, menjaga bumi dan untuk kehidupan yang lebih tertata. Padahal, sejauh ini kalangan bisnis dianggap sebagai 'masyarakat pencari kesenangan duniawi'. Walaupun di buku ini tidak secara jelas dikatakan tentang tujuan bisnis untuk ibadah, tetapi disana disebutkan bahwa para pebisnis yang menjadikan aktifitas bisnisnya sebagai sarana untuk membangun masyarakat sudah memiliki modal yang tidak ternilai harganya yakni modal spiritual.

Sebetulnya, konsep ini sudah ada dalam Islam sejak 14 abad yang lalu. Tengoklah Rosululloh dan para Sahabat ketika menjalankan bisnisnya, ada tujuan lain selain menafkahi diri dan keluarganya yakni untuk menyokong dakwah Islam. Jadi, ada tiga tujuan bisnis _dan profesi yang lainnya_ yaitu 1) memenuhi kebutuhan individu; 2) memenuhi kewajiban menafkahi keluarga dan 3) menyokong dakwah Islam.

Mungkin para ulama lupa akan hal ini. Usman bin Affan, Abu Bakar Ash-Shidiq dan yang lainnya menjalankan bisnis dengan optimalisasi potensi luar biasa sehingga mencapai kekayaan tidak terkirakan dengan tujuan untuk menyokong perkembangan Islam di kala itu. Justru, maaf, para ulama cenderung menjadikan urusan duniawiah 'alakadarnya saja'. Mungkin, filsafat Budha dan Hindu sudah masuk ke dalam pemikiran umat Islam sehingga terlalu 'mengesampingkan' masalah duniawi. Padahal, Islam tidak pernah memisahkan masalah duniawi dan ukhrowi. Inilah yang saya sebut sebagai 'sekulerisme ala timur'. Perbedaanya dengan sekulerisme ala barat, adalah ketika orang Barat justru mengesampingkan urusan akhirat dan mengutamakan urusan duniawi. Sebaliknya, orang Timur mengesampingkan duniawi dan terkesan mengutamakan urusan akhirat. Pada akhirnya, kedua-duanya tidak tercapai.

Di sekolah, kita diajari bahwa Islam datang ke Indonesia lewat jalur perdagangan. Artinya, memang dulu para pendakwah menjadikan bisnis sebagai sarana ibadah untuk meluaskan dakwah Islam hingga ke seluruh penjuru dunia. Kapal-kapal yang berlabuh di setiap negeri yang disinggahi, membawa misi suci untuk menancapkan pengaruh Islam di atasnya. Sayangnya, saat ini justru para ulama memisahkan secara gamblang antara lembaga dakwah dan organisasi bisnis.

Ketika pengaruh Islam sudah dirasakan di tengah masyarakat Nusantara, maka bermunculanlah kesultanan Islam di pusat-pusat perdagangan seperti Cirebon, Jakarta dan Surabaya. Artinya, sejak awal para pebisnis dan pendakwah Islam ini memang akan membangun masyarakat disana. Jikalau tidak berniat membangun masyarakat, maka aktifitasnya hanya terbatas pada aktifitas bisnis saja hingga kini. Namun sayang, penjajah lebih lihai dalam melemahan umat Islam.

Saya yakin, bilamana kaum Muslim memahami bahwa berbisnis memiliki tujuan lebih luas yakni untuk membangun Islam itu sendiri maka akan ada kemajuan umat Islam dari sisi ekonomi. Sebagaimana disebutkan dalam buku Spiritual Kapital, faktanya kekuatan bisnis lebih dominan dibanding kekuatan politik dalam upaya mengarahkan manusia ke arah lebih baik atau sebaliknya. Ketika kekuatan bisnis mengarah kepada kebaikan hidup manusia maka sektor pendidikan, kesehatan, lingkungan, keamanan dan keutuhan sosial akan mengikuti dengan sendirinya. Ketika semua sektor itu memerlukan uang dalam upaya pembangunannya, maka dunia bisnislah yang dapat menyokongnya.

Saya yakin, bahwa keuntungan finansial akan bisa diraih ketika tujuan bisnis itu sendiri adalah membangun masyarakat. Faktanya, bisnis-bisnis skala global berpusat di negara dengan peradaban tinggi seperti Eropa, Amerika dan Asia Timur. Artinya, konsumen yang punya uang, tenaga kerja yang handal, sumber modal yang banyak hanya ada di masyarakat yang tertata dengan rapih. Kualitas manejemen yang baik spertinya akan ada di lingkungan yang baik dengan sarana prasarana yang memadai, minim stress, lingkungan yang bersih dan situasi politik yang stabil.



Bisnis untuk Membangun Masyarakat Pedesaan

Sebagian besar wilayah Indonesia adalah wilayah pedesaan. Pembangunan masa depan akan berorientasi pada pembangunan pedesaan. Peran pengusaha menjadi sangat dominan dalam upaya pembangunan nasional. Bila saat ini orientasi usaha terkonsentrasi di perkotaan maka sudah saatnya para pengusaha memperluas ekspansi usahanya hingga ke daerah-daerah. Niat baik pengusaha dalam menyebarkan kesempatan pada masyarakat di daerah sangat diharapkan. Dengan niat baik, tidak akan terjadi eksploitasi sumberdaya alam justru sebaliknya menjadi pemantik bagi denyut nadi perekonomian pedesaan.

Para pebisnis tidak hanya melihat keuntungan finansial jangka pendek, tetapi melihat masa depan lebih mapan untuk mendatangkan keuntungan dalam jangka panjang. Misalnya, pengusaha kontraktor jalan raya tidak melihat keuntungan jangka pendek ketika mendapatkan proyek pembangunan jalan lintas daerah. Tetapi, ketika kita melihat potensi daerah yang luar biasa maka dia berniat turut serta membangun daerah itu. Saya menonton acara Indonesiaku di Trans 7, disana diperlihatkan bagaimana masyarakat Luwu, Sulawesi Utara mengalami kesulitan menggali potensi daerahnya karena tidak ada jalan raya sebagai akses utama. Padahal, di sana ada peternakan,pertanian organik bahkan emas yang secara nyata menjadi sumber pendapatan masyarakat lokal dan sumber pemenuhan kebutuhan masyarakat di luarnya.

Kata kuncinya adalah 'kemudahan akses'. Tidak hanya kemudahan akses transportasi, tetapi juga akses pasar, modal, birokrasi dan tentu saja rekreasi. Apabila itu sudah terpenuhi, maka kreatifitas masyarakat desa menjadi bertumbuh dan roda perekonomian pedesaan akan berjalan dengan sendirinya. Peran pengusaha _pemegang modal_ menjadi pemicu kreatifitas itu sendiri. Kebingungan orang desa terjadi ketika 'tidak ada orang yang memulai', tetapi ketika sudah ada yang memulai maka selanjutnya akan berjalan secara spontan. Teman saya pernah berujar bahwa bisnis itu membangun sistem, ketika sistem sudah terbentuk maka semuanya akan berjalan dengan sendirinya. Dan, yang faham akan sistem adalah para pengusaha.

Di buku Spiritual Kapital itu disebutkan bahwa ada pola-pola kehidupan _terutama pola interaksi ekonomi_ yang secara sengaja dibentuk manusia untuk saling berhubungan antara satu sama lain. Peran dunia bisnis adalah menjadi penghubung bagi pola-pola interaksi itu. Maka motifasi tidak akan pernah padam karena para pebisnis sudah tahu akan pola-pola interaksi itu. Jelas terlihat bagaimana peran dunia bisnis menjadi penghubung interaksi dunia Barat dan Timur, pedesaan dan perkotaan, politik dan warga serta pendidikan dan kebutuhan dunia kerja. Peran bisnis sangat vital dalam pola interaksi ini sehingga bisa menjadi penentu _mengalahkan politik. Kemudian, apakah pebisnis akan mengacaukan pola interaksi itu atau justru menjaga stabilitasnya!

Terakhir, saya mengajak pada para pengusaha untuk menjadikan bisnisnya sebagai sarana untuk membangun masyarakat agar tercipta dunia yang lebih baik. Dunia tanpa keserakahan, dunia yang penuh cinta, dunia yang selalu nyaman untuk ditinggali hingga hari akhir nanti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar...