Ulasan Buku Spiritual Kapital
karya Danah Johar dan Ian Marshall, 2004
Ketika beranjak dewasa, saya mulai sering mempertanyakan tentang "untuk apa manusia hidup". Ada banyak jawaban dan jawaban-jawaban itu memang belum bisa memuaskan. Setidaknya, sebagai kaum Muslim tujuan dari hidup adalah ibadah kepada Alloh. Itu pun masih umum dan perlu penjabaran-penjabaran. Nah, akhirnya saya fokuskan tentang apa arti 'hidup untuk ibadah' itu tanpa harus mempertanyakan motifasi apa yang ada pada diri manusia _muslim atau non-muslim_ untuk lebih bersemangat lagi menjalani kehidupan.
Terus
terang saja, saya belum menemukan ulama yang bisa menjabarkan dengan gamblang
_baik berdasarkan dalil ataupun teori ilmiah_ tentang apa arti 'hidup untuk
beribadah'. Maksudnya, secara praktis apa sebenarnya yang harus dilakukan
manusia untuk menjadikan hidup ini sebagai nilai ibadah. Apakah kita harus
seperti para biksu yang meninggalkan urusan duniawi dan sepenuhnya mengabdikan
diri di rumah ibadah? Atau, seperti para mujahid yang 'mengorbankan' nyawanya
di medan pertempuran?
Akhirnya,
ada satu buku yang membuat saya semakin meyakini akan agama yang saya anut ini.
Saya mulai sedikit faham tentang 'hidup untuk ibadah'. Buku Spiritual Kapital
membahas tentang tujuan bisnis yang lebih 'agung' dari sekedar mencari
keuntungan finansial. Yakni, tujuan untuk membangun masyarakat, menjaga bumi
dan untuk kehidupan yang lebih tertata. Padahal, sejauh ini kalangan bisnis
dianggap sebagai 'masyarakat pencari kesenangan duniawi'. Walaupun di buku ini
tidak secara jelas dikatakan tentang tujuan bisnis untuk ibadah, tetapi disana
disebutkan bahwa para pebisnis yang menjadikan aktifitas bisnisnya sebagai
sarana untuk membangun masyarakat sudah memiliki modal yang tidak ternilai
harganya yakni modal spiritual.
Sebetulnya,
konsep ini sudah ada dalam Islam sejak 14 abad yang lalu. Tengoklah Rosululloh
dan para Sahabat ketika menjalankan bisnisnya, ada tujuan lain selain menafkahi
diri dan keluarganya yakni untuk menyokong dakwah Islam. Jadi, ada tiga tujuan
bisnis _dan profesi yang lainnya_ yaitu 1) memenuhi kebutuhan individu; 2)
memenuhi kewajiban menafkahi keluarga dan 3) menyokong dakwah Islam.
Mungkin
para ulama lupa akan hal ini. Usman bin Affan, Abu Bakar Ash-Shidiq dan yang
lainnya menjalankan bisnis dengan optimalisasi potensi luar biasa sehingga
mencapai kekayaan tidak terkirakan dengan tujuan untuk menyokong perkembangan
Islam di kala itu. Justru, maaf, para ulama cenderung menjadikan urusan
duniawiah 'alakadarnya saja'. Mungkin, filsafat Budha dan Hindu sudah masuk ke
dalam pemikiran umat Islam sehingga terlalu 'mengesampingkan' masalah duniawi.
Padahal, Islam tidak pernah memisahkan masalah duniawi dan ukhrowi. Inilah yang
saya sebut sebagai 'sekulerisme ala timur'. Perbedaanya dengan sekulerisme ala
barat, adalah ketika orang Barat justru mengesampingkan urusan akhirat dan
mengutamakan urusan duniawi. Sebaliknya, orang Timur mengesampingkan duniawi
dan terkesan mengutamakan urusan akhirat. Pada akhirnya, kedua-duanya tidak
tercapai.
Di
sekolah, kita diajari bahwa Islam datang ke Indonesia lewat jalur perdagangan.
Artinya, memang dulu para pendakwah menjadikan bisnis sebagai sarana ibadah
untuk meluaskan dakwah Islam hingga ke seluruh penjuru dunia. Kapal-kapal yang
berlabuh di setiap negeri yang disinggahi, membawa misi suci untuk menancapkan
pengaruh Islam di atasnya. Sayangnya, saat ini justru para ulama memisahkan
secara gamblang antara lembaga dakwah dan organisasi bisnis.
Ketika
pengaruh Islam sudah dirasakan di tengah masyarakat Nusantara, maka
bermunculanlah kesultanan Islam di pusat-pusat perdagangan seperti Cirebon,
Jakarta dan Surabaya. Artinya, sejak awal para pebisnis dan pendakwah Islam ini
memang akan membangun masyarakat disana. Jikalau tidak berniat membangun
masyarakat, maka aktifitasnya hanya terbatas pada aktifitas bisnis saja hingga
kini. Namun sayang, penjajah lebih lihai dalam melemahan umat Islam.
Saya
yakin, bilamana kaum Muslim memahami bahwa berbisnis memiliki tujuan lebih luas
yakni untuk membangun Islam itu sendiri maka akan ada kemajuan umat Islam dari
sisi ekonomi. Sebagaimana disebutkan dalam buku Spiritual Kapital, faktanya
kekuatan bisnis lebih dominan dibanding kekuatan politik dalam upaya
mengarahkan manusia ke arah lebih baik atau sebaliknya. Ketika kekuatan bisnis
mengarah kepada kebaikan hidup manusia maka sektor pendidikan, kesehatan,
lingkungan, keamanan dan keutuhan sosial akan mengikuti dengan sendirinya.
Ketika semua sektor itu memerlukan uang dalam upaya pembangunannya, maka dunia
bisnislah yang dapat menyokongnya.
Saya
yakin, bahwa keuntungan finansial akan bisa diraih ketika tujuan bisnis itu
sendiri adalah membangun masyarakat. Faktanya, bisnis-bisnis skala global
berpusat di negara dengan peradaban tinggi seperti Eropa, Amerika dan Asia
Timur. Artinya, konsumen yang punya uang, tenaga kerja yang handal, sumber
modal yang banyak hanya ada di masyarakat yang tertata dengan rapih. Kualitas
manejemen yang baik spertinya akan ada di lingkungan yang baik dengan sarana
prasarana yang memadai, minim stress, lingkungan yang bersih dan situasi
politik yang stabil.
Bisnis untuk
Membangun Masyarakat Pedesaan
Sebagian
besar wilayah Indonesia adalah wilayah pedesaan. Pembangunan masa depan akan
berorientasi pada pembangunan pedesaan. Peran pengusaha menjadi sangat dominan
dalam upaya pembangunan nasional. Bila saat ini orientasi usaha terkonsentrasi
di perkotaan maka sudah saatnya para pengusaha memperluas ekspansi usahanya
hingga ke daerah-daerah. Niat baik pengusaha dalam menyebarkan kesempatan pada
masyarakat di daerah sangat diharapkan. Dengan niat baik, tidak akan terjadi
eksploitasi sumberdaya alam justru sebaliknya menjadi pemantik bagi denyut nadi
perekonomian pedesaan.
Para
pebisnis tidak hanya melihat keuntungan finansial jangka pendek, tetapi melihat
masa depan lebih mapan untuk mendatangkan keuntungan dalam jangka panjang.
Misalnya, pengusaha kontraktor jalan raya tidak melihat keuntungan jangka
pendek ketika mendapatkan proyek pembangunan jalan lintas daerah. Tetapi,
ketika kita melihat potensi daerah yang luar biasa maka dia berniat turut serta
membangun daerah itu. Saya menonton acara Indonesiaku di Trans 7, disana
diperlihatkan bagaimana masyarakat Luwu, Sulawesi Utara mengalami kesulitan
menggali potensi daerahnya karena tidak ada jalan raya sebagai akses utama.
Padahal, di sana ada peternakan,pertanian organik bahkan emas yang secara nyata
menjadi sumber pendapatan masyarakat lokal dan sumber pemenuhan kebutuhan
masyarakat di luarnya.
Kata
kuncinya adalah 'kemudahan akses'. Tidak hanya kemudahan akses transportasi,
tetapi juga akses pasar, modal, birokrasi dan tentu saja rekreasi. Apabila itu
sudah terpenuhi, maka kreatifitas masyarakat desa menjadi bertumbuh dan roda
perekonomian pedesaan akan berjalan dengan sendirinya. Peran pengusaha
_pemegang modal_ menjadi pemicu kreatifitas itu sendiri. Kebingungan orang desa
terjadi ketika 'tidak ada orang yang memulai', tetapi ketika sudah ada yang
memulai maka selanjutnya akan berjalan secara spontan. Teman saya pernah
berujar bahwa bisnis itu membangun sistem, ketika sistem sudah terbentuk maka
semuanya akan berjalan dengan sendirinya. Dan, yang faham akan sistem adalah
para pengusaha.
Di
buku Spiritual Kapital itu disebutkan bahwa ada pola-pola kehidupan _terutama
pola interaksi ekonomi_ yang secara sengaja dibentuk manusia untuk saling
berhubungan antara satu sama lain. Peran dunia bisnis adalah menjadi penghubung
bagi pola-pola interaksi itu. Maka motifasi tidak akan pernah padam karena para
pebisnis sudah tahu akan pola-pola interaksi itu. Jelas terlihat bagaimana
peran dunia bisnis menjadi penghubung interaksi dunia Barat dan Timur, pedesaan
dan perkotaan, politik dan warga serta pendidikan dan kebutuhan dunia kerja.
Peran bisnis sangat vital dalam pola interaksi ini sehingga bisa menjadi
penentu _mengalahkan politik. Kemudian, apakah pebisnis akan mengacaukan pola
interaksi itu atau justru menjaga stabilitasnya!
Terakhir,
saya mengajak pada para pengusaha untuk menjadikan bisnisnya sebagai sarana
untuk membangun masyarakat agar tercipta dunia yang lebih baik. Dunia tanpa
keserakahan, dunia yang penuh cinta, dunia yang selalu nyaman untuk ditinggali
hingga hari akhir nanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar...