Minggu, 13 Oktober 2013

Nilai Tambah Produk Agribisnis


Berbagai produk pangan

Berbicara tentang produk pertanian mungkin kita terbayang beras, gandum, daging, telur atau ikan. Memang tidak hanya itu produk pertanian. Namun, terkadang _dan biasanya_ produk-produk agribisnis dijual dengan harga yang tidak tetap dan sangat bergantung pada mekanisme pasar. Adakalanya harganya naik dan bahkan turun sehingga tidak bisa menutupi biaya produksi.
Ketika musim panen tiba, stok di gudang banyak dan tidak terjual. Perlu setrategi khusus untuk menjualnya. Untuk itu, kita perlu merubah paradigma penjualan kita. Jika selama ini kita suka menjualnya dalam bentuk mentahan maka sebaiknya kita jual dalam bentuk hasil olahan. Dengan begitu, ada nilai tambah dari hasil panen yang kita miliki.
Para ahli pemasaran sering memberikan saran untuk menambah nilai jual pada suatu produk ketika harga jual di pasaran sedang mengalami penurunan. Ada masalah yang timbul ketika harus memberikan nilai tambah pada produk agribisnis apalagi ketika harus diolah. Biaya produksi dan proses pemasaran yang harus dimulai dari awal menjadi permasalahan tersendiri bagi para petani. Untuk itu, perlu ada kreatifitas lebih untuk mengolah bahan pangan yang kita miliki dengan biaya yang rendah.
Hal terpenting adalah margin yang kita peroleh bukan sekedar harga jual yang menjadi lebih tinggi jika dibandingkan dengan bahan  mentah. Untuk produk agribisnis, harga yang bersaing menjadi hal penting. Perlu  diingat bahwa produk pangan tidak awet maka dari itu kontinuitas dan kuantitas penjualan  sangat diutamakan.
Saya pernah menyaksikan tayang televisi tentang bagaimana menambah nilai untuk singkong. Singkong yang biasanya menjadi barang murah dibuat kue sehingga  memiliki nilai tambah jauh lebih besar dari harga mentahnya. Margin yang didapat pun cukup besar.
Memberi nilai tambah seakan menjadi ‘keharusan’ bagi produk agribisnis kita ditengah membanjirnya produk pangan impor. Kita suka kalah dalam masalah harga jual yang tidak bisa bersaing. Ternyata, apel malang lebih mahal daripada apel fuji dari China. Begitupun beras impor dari Thailand lebih murah dibandingkan beras lokal. Para petani harus menyadari kondisi ini jika ingin usahanya terus berjalan dan berkembang.
Saya punya rencana untuk meningkatkan produksi pertanian hingga dua bahkan tiga kali lipat. Rencananya, tidak akan dijual dalam bentuk bahan mentah namun saya buat menjadi makanan ringan atau dijual di restoran. Untuk mengurangi biaya produksi, maka saya  bekerjasama dengan mitra usaha dengan sistem bagi hasil. Saya menjadi stoker bahan yang dibutuhkan sehingga saya bisa memberi nilai tambah pada produk saya. Kami akan sama-sama diuntungkan. Mitra saya mendapatkan bahan yang mudah dan murah. Sedangkan saya bisa menjual dengan margin lebih besar.
Bagi petani kepastian pasar sangat penting karena hasil panennya harus segera terjual. Harga jual tidak menjadi prioritas bila dibandingkan kelancaran pemasaran. Misalnya, harga cabai tinggi di pasaran namun tidak banyak orang yang membeli tidak menguntungkan buat petani. Lebih baik harga stabil tetapi ada kepastian pembelian maka itu lebih menguntungkan. Kita percaya bahwa produk agribisnis tidak akan pernah kehilangan potensi pasarnya. Untuk itu, mari bertani!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar...