Berbagai produk pangan |
Berbicara tentang produk pertanian mungkin kita
terbayang beras, gandum, daging, telur atau ikan. Memang tidak hanya itu produk
pertanian. Namun, terkadang _dan biasanya_ produk-produk agribisnis dijual
dengan harga yang tidak tetap dan sangat bergantung pada mekanisme pasar.
Adakalanya harganya naik dan bahkan turun sehingga tidak bisa menutupi biaya
produksi.
Ketika musim panen tiba, stok di gudang banyak
dan tidak terjual. Perlu setrategi khusus untuk menjualnya. Untuk itu, kita perlu
merubah paradigma penjualan kita. Jika selama ini kita suka menjualnya dalam
bentuk mentahan maka sebaiknya kita jual dalam bentuk hasil olahan. Dengan
begitu, ada nilai tambah dari hasil panen yang kita miliki.
Para ahli pemasaran sering memberikan saran
untuk menambah nilai jual pada suatu produk ketika harga jual di pasaran sedang
mengalami penurunan. Ada masalah yang timbul ketika harus memberikan nilai
tambah pada produk agribisnis apalagi ketika harus diolah. Biaya produksi dan
proses pemasaran yang harus dimulai dari awal menjadi permasalahan tersendiri
bagi para petani. Untuk itu, perlu ada kreatifitas lebih untuk mengolah bahan
pangan yang kita miliki dengan biaya yang rendah.
Hal terpenting adalah margin yang kita peroleh
bukan sekedar harga jual yang menjadi lebih tinggi jika dibandingkan dengan
bahan mentah. Untuk produk agribisnis,
harga yang bersaing menjadi hal penting. Perlu
diingat bahwa produk pangan tidak awet maka dari itu kontinuitas dan
kuantitas penjualan sangat diutamakan.
Saya pernah menyaksikan tayang televisi tentang
bagaimana menambah nilai untuk singkong. Singkong yang biasanya menjadi barang
murah dibuat kue sehingga memiliki nilai
tambah jauh lebih besar dari harga mentahnya. Margin yang didapat pun cukup
besar.
Memberi nilai tambah seakan menjadi ‘keharusan’
bagi produk agribisnis kita ditengah membanjirnya produk pangan impor. Kita suka
kalah dalam masalah harga jual yang tidak bisa bersaing. Ternyata, apel malang
lebih mahal daripada apel fuji dari China. Begitupun beras impor dari Thailand
lebih murah dibandingkan beras lokal. Para petani harus menyadari kondisi ini
jika ingin usahanya terus berjalan dan berkembang.
Saya punya rencana untuk meningkatkan produksi
pertanian hingga dua bahkan tiga kali lipat. Rencananya, tidak akan dijual
dalam bentuk bahan mentah namun saya buat menjadi makanan ringan atau dijual di
restoran. Untuk mengurangi biaya produksi, maka saya bekerjasama dengan mitra usaha dengan sistem
bagi hasil. Saya menjadi stoker bahan yang dibutuhkan sehingga saya bisa
memberi nilai tambah pada produk saya. Kami akan sama-sama diuntungkan. Mitra
saya mendapatkan bahan yang mudah dan murah. Sedangkan saya bisa menjual dengan
margin lebih besar.
Bagi petani kepastian pasar sangat penting
karena hasil panennya harus segera terjual. Harga jual tidak menjadi prioritas
bila dibandingkan kelancaran pemasaran. Misalnya, harga cabai tinggi di pasaran
namun tidak banyak orang yang membeli tidak menguntungkan buat petani. Lebih
baik harga stabil tetapi ada kepastian pembelian maka itu lebih menguntungkan.
Kita percaya bahwa produk agribisnis tidak akan pernah kehilangan potensi pasarnya.
Untuk itu, mari bertani!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar...