Jumat, 18 Oktober 2013

Hubungan Antara Kepadatan Penduduk dan Tipe Usaha

Pilihlah usaha anda sendiri....


Ketika mencermati apa yang tengah terjadi di desa tempat  saya tinggal, ternyata ada hal unik mengenai hubungan antara kepadatan penduduk dengan tipe usaha. Penduduk desa saya cukup padat bila dibandingkan beberapa tahun kebelakang. Areal pertanian sudah mulai tergantikan oleh areal pemukiman penduduk. Bahkan ada satu kawasan dimana kondisi pemukimannya sudah seperti di kota besar, berdempet antar satu rumah dengan rumah lainnya. Lalu saya berpikir tipe usaha seperti apa yang bisa saya rintis karena ternyata pertanian sulit menjadi harapan mengingat tanah sebagai modal utamanya lambat laun mulai berkurang.
Jika pertanian tidak bisa jadi harapan maka saya mulai berpikir untuk menentukan kriteria usaha yang cocok dengan kondisi kependudukan seperti itu. Beberapa kriteria diantaranya memang cocok diterapkan di daerah industri kota besar.
Pertama, usaha yang akan dirintis harus menyerap banyak tenaga kerja. Di tengah banyak penduduk desa, tentu saja harus ada perusahaan atau kelompok usaha yang mampu menyerap banyak tenaga kerja.  Jumlah penduduk yang banyak harus menjadi modal penggerak usaha menuju ke arah kemajuan suatu daerah. Pembangunan sumberdaya manusia dengan tersedianya lapangan kerja menjadi kerangka acuan dalam menentukan pilihan usaha yang akan dijalankan.
Kedua, lokasi usaha tidak membutuhkan lahan yang luas. Dikarenakan menyempitnya lahan, lokasi usaha sebaiknya tidak membutuhkan lahan yang luas namun dapat menampung semua faktor-faktor produksi dan pemasaran seperti mesin, gudang dan kendaraan. Apabila suatu saat usaha berkembang dan membutuhkan tempat yang luas maka dilakukan pembangunan vertikal untuk menghemat tempat.
Ketiga, sesuai dengan kebutuhan masyarakat, maksudnya menjadi sumber pendapatan utama para pekerja. Ketika akan merekrut karyawan pastikan usaha kita menjadi pilihan utama bukan sebagai usaha sampingan. Untuk itu, kita pun harus menerapkan konsep perusahaan modern dengan manajemen baku. Jam kerja selama 8 jam x 5 hari kerja, pengupahan yang transparan, asuransi dan mengikuti  berbagai aturan ketenagakerjaan pemerintah. Apabila pekerjaan yang digeluti menjadi pilihan utama, diharapkan karyawan tidak berniat untuk berpindah pekerjaan sehingga tidak mengalami hambatan personalia dikemudian hari.
Keempat, upah sesuai dengan yang diinginkan. Ada banyak calon pekerja atau mitra usaha yang memilih pekerjaan karena upah yang ditawarkan. Besar dan kecilnya upah memang relatif di setiap daerah. Namun, sebaiknya upah yang ditawarkan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan calon karyawan. Sejak awal ada negosiasi untuk menentukan besaran upah supaya tidak terjadi kesalahpahaman di kemudian hari. Sebagai pengusaha kita harus memberikan upah yang layak pada karyawan, karena sejak awal kita berniat untuk turut serta dalam pembangunan SDM bukan untuk memeras keringat mereka.
Kelima, bisa mengakomodir minat dan keahlian sebagian besar masyarakat. Usaha yang akan kita rintis berada di kawasan pedesaan dengan kemajemukan karakter masyarakatnya. Untuk itu, sebaiknya kita bisa menentukan karakter sebagian besar warga desa dengan harapan usaha yang kita rintis dapat menampung  minat dan keahlian. Jika sebaliknya, dikhawatirkan warga desa akan mencari pekerjaan di daerah lain malahan sebaliknya kita mengundang pendatang yang berakibat buruk pada kondisi topografis.
Mungkin itulah sebagian kriteria untuk merintis usaha di pedesaan dengan kepadatan penduduk hampir menyerupai perkotaan. Saya sendiri berencana merintis usaha meubeul dan properti karena sepertinya memenuhi kriteria di atas. Hal yang pasti, sebaiknya jangan sampai terjadi urbanisasi besar-besaran lagi di kemudian hari karena kota-kota besar di Indonesia sudah tidak siap lagi menampung penduduk pendatang. Jika diibaratkan balon, perkotaan sudah seperti balon yang sudah terisi penuh oleh udara dan siap untuk meledak.
Saya berharap dengan adanya perusahaan-perusahaan di desa akan ada pola penyebaran penduduk yang terarah. Dengan begitu, pemerintah tidak harus membatasi jumlah anak seperti di China karena pedesaan pun masih bisa 'menafkahi' penduduknya. Pertambahan dan penyebaran penduduk yang terkontrol turut menyumbang situasi sosial yang kondusif. Lahan pekerjaan yang memadai, sumber pendapatan yang mencukupi dan pemukiman yang tertata rapi menjadi nilai plus  bagi pembangunan pada umumnya.
Menurut pengamatan saya, apabila hajat hidup orang banyak sudah terpenuhi maka kesadaran untuk membangun daerah sendiri akan muncul. Warga yang bersikap apatis dan idividualis mungkin dikarenakan 'sibuk' memikirkan nasibnya sendiri sehingga tidak terpikirkan untuk turut serta membangun masyarakat. Kualitas hidup menjadi lebih baik, bahkan lingkungan pun bisa terjaga karena ada kesadaran untuk membangun tersebut. Situasi sosial yang negatif _seperti kriminalitas_ diharapkan bisa berkurang bahkan hilang sama sekali.
Pengamatan ini diperkuat oleh teori-teori yang dikemukan oleh Prof. Muhammad Yunus, pemimpin dan pendiri Grameen Bank, bahwa situasi sosial yang negatif bisa diminimalisir ketika kesempatan untuk hidup sejahtera lebih terbuka lebar. Dia mengentaskan kemiskinan dengan mendirikan berbagai usaha untuk memberikan kesempatan kepada kaum miskin di Bangladesh untuk bekerja dan berwirausaha dengan kredit mikro. Secara umum, semua tindakannya mengarah pada pemberdayaan masyarakat pedesaan sehingga kekhawatiran tentang memburuknya kondisi sosial akibat kemiskinan tidak terjadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar...