Pikiran manusia |
Reformasi pemikiran perlu dilakukan sebelum mengubah
banyak hal tentang diri dan lingkungan kira. Ternyata, begitu sulit membangun kehidupan
di pedesaan ketika orang desa sendiri masih menggunakan pemikiran lama sebagai
tolak ukurnya. Sebagai contoh, ketika orang desa masih beranggapan bahwa
menjadi karyawan/bekerja lebih baik daripada berwirausaha maka sepertinya sulit
untuk diajak mengembangkan desanya menjadi desa mandiri. Masih saja ada
ketergantungan penduduk desa kepada penduduk kota yang begitu besar .
Selain itu, diantara pemikiran lama yang sepertinya
harus diubah adalah bagaimana orang desa menyadari alam sebagai limpahan
karunia. Orang desa belum menyadari sepenuhnya bahwa Alloh SWT telah menjadikan
desa tempat kelahirannya sebagai rizki tak ternilai. Apabila pemikiran itu
belum ada maka jangan aneh kalau orang desa belum memiliki rasa percaya diri
dan kurang bersyukur atas anugerah alam yang diberikan-Nya.
Sering kita mendengar suara keputusasaan orang desa
akan kondisi desanya sendiri. Kecendrungan wilayah pedesaan yang kurang
tersentuh pembangunan dijadikan kambing hitam atas 'ketidakberuntungan' tinggal
di desa. Suara-suara keputusasaan ini jelas harus hilang dalam benak orang desa
karena Alloh sudah melimpahkan 'segalanya' bagi orang desa.
Energi negatif yang ada dalam diri orang desa
seyogyanya bisa sirna dengan asupan ilmu pengetahuan tanpa henti. Ada banyak
bukti bagaimana ilmu pengetahuan memompa semangat dan kepercayaan diri manusia.
Dengan ilmu pengetahuan, orang bisa
mengubah dunia. Apalagi 'sekedar' mengubah desanya menjadi lebih baik untuk
kehidupan sejahtera di masa depan.
Sebagai orang desa,
pencarian makna dalam
diri harus dimulai terlebih dahulu sebelum membangun desanya. Ada banyak teori,
program dan anjuran para akademisi untuk
membangun desa secara fisik. Apa yang saya rasakan, ternyata pembangunan fisik
itu sulit berjalan ketika orang desa sendiri belum memiliki makna hidup sebagai
orang desa. Makna disini maksudnya adalah bagaimana orang desa punya keteguhan
hati dan keinginan kuat untuk menjadikan desanya maju dan sejahtera.
Keinginan
yang kuat itu tidak datang begitu saja tetapi tentu saja melalui proses
pendidikan formal ataupun informal. Selayaknya anak-anak di pedesaan diajak dan
diajarkan untuk menjadikan desanya laboratorium kehidupan yang sebenarnya.
Segala aktifitas terpusat di sana. Mereka mengacu kepada bagaimana mereka
menjadikan masa depan desa lebih baik dan lebih baik lagi. Terkadang, anak desa
diajari 'teknologi terkini' tetapi tidak diajari bagaimana hidup 'survival'
di desanya sendiri. Imajinasi mereka dijejali kemajuan kota bukan kemajuan desanya di masa depan.
Rancangan
desa di masa depan memang sudah disosialisasikan kepada generasi muda sejak awal.
Ketika saat ini desa masih hamparan tanah yang kurang produktif maka para anak
muda sudah memiliki 'gambaran utuh' tentang situasi masa depan desanya. Peran
orang tua sangat dominan disini. Orang
tua harus tegas menceritakan cita-cita mereka kepada anak-anaknya ingin seperti
apa kehidupan desanya ketika terjadi pergantian generasi. Jangan sampai anak
muda pedesaan tidak memiliki cita-cita. Hal yang justru terjadi adalah adanya
'rantai yang hilang' antara cita-cita orang tua dan anak-anaknya.
Cita-cita
orang tua bisa tergambar dalam bentuk lisan maupun tulisan. Saya memahami
cita-cita orang tua saya dari lisan kemudian saya gambar dalam sehelai kertas.
Saya menggambar rumah, kandang ayam, kandang domba, kolam ikan dsb. Sehingga
tergambar secara jelas apa yang harus saya lakukan kini dan nanti. Kami bekerja
sama menggapai cita-cita bersama. Alhamdulillah, pelan tapi pasti satu-persatu
kami dapat menyelesaikan proyek rumah tangga dan merasakan hasilnya dalam waktu
dekat.
Kerjasama
antara anak dan orang tua adalah bentuk interaksi alami baik ditinjau dari
aspek sosiologis maupun biologis.
Sebagai makhluk hidup, interaksi ini memiliki makna mendalam karena
melibatkan emosional. Ikatan fisis antara keduanya begitu melekat. Energi yang memancar dari pemikiran dan
perilaku anak dan orang tua begitu dahsyat karena adanya gelombang
elektromagnetik antara dua atau lebih manusia di dalamnya.
Pola
interaksi ini yang sering tidak disadari oleh masyarakat desa. Para orang tua
justru menjauhkan anak-anaknya dari desanya sendiri. Tradisi merantau dan
membangun kehidupan sendiri seakan sudah melekat dalam pemikiran kita.
Akhirnya, pembangunan desa terbengkalai karena setiap orang memiliki cita-cita
yang berbeda. Anak dan orang tua berbeda keinginan dan gambaran akan masa depan
yang mapan. Cita-cita lama tidak terlaksana dan hilang ditelan zaman. Cita-cita
yang baru belum tentu tercapai. Dan begitu seterusnya, berulang tapi tidak
berkesinambungan.
Pembangunan
yang berkesinambungan adalah pembangunan desa yang seharusnya. Itu memerlukan
waktu yang tidak sebentar bahkan antar generasi. Pembangunan yang berkesinambungan tidak
terlaksana mungkin karena generasi selanjutnya tidak tahu apa dan bagaimana
cita-cita generasi sebelumnya. Untuk itu, dokumentasi menjadi sangat penting
untuk memahami pemikiran masing-masing. Dan itu kelemahan kita. Masyarakat kita
tidak punya kebiasaan untuk menuangkan
pikiran dalam bentuk tulisan maupun lukisan. Makanya, saya memulai kebiasaan
itu dengan menuliskan di buku catatan harian saya yang berisi pemikiran dan
cita-cita masa depan. Ada juga yang dilukis dan didokumentasikan walupun bukan
lukisan rapi tidak setidaknya pokok pikirannya dapat dipahami oleh pembacanya.
Sudah
menjadi kelemahan bangsa ini ketika kita malas membaca. Kegiatan membaca banyak
buku, koran dan media massa lainnya jelas akan mempengaruhi jalan pikiran yang
tertuang dalam tulisan kita. Semakin banyak wawasan kita tentang dunia ini maka
akan semakin tinggi pula cita-cita yang kita miliki untuk generasi masa depan.
Ilmu memegang peranan kunci kemajuan manusia. Ilmu pengetahuan bisa menerawang
masa depan bahkan menciptakannya. Ada pendapat bahwa cara termudah untuk memprediksi
masa depan adalah dengan menciptakannya.
Menciptakan
masa depan yang lebih mapan tentu saja perlu perencanaan yang sistematis.
Meskipun tidak harus formal, rencana sistematis itu perlu supaya kita dan orang
disekitar kita terus berjalan pada 'rel' yang sebenarnya. Rel yang kita
sepakati bersama sejak awal bukan rel yang membawa kita pada kesengsaraan dan
kehidupan yang tidak menentu. Kesepakatan itu terlaksana ketika semua orang
secara sadar terjun langsung menjalankan apa yang telah dimulai. Bukan
sebaliknya, setiap generasi memulai kembali dari awal.
Pelaksanaan yang Baik Diawali dengan Perencanaan yang Baik
Orang desa sepertinya tidak biasa merencanakan usahanya _bahkan
hidupnya_ sejak awal. Saya memperhatikan situasi di desa tempat saya tinggal.
Ada istilah bahwa hidup itu mengalir begitu saja. Begitu sering saya perhatikan
para petani di desa yang tidak mengalami perkembangan padahal dia bisa
melakukannya jika ada kemauan dan usaha. Atau, para pedagang yang berjualan
'sekedarnya' saja padahal dia bisa memutar otak untuk menjalankan berbagai
strategi bisnis. Hingga saat ini saya belum faham betul apa yang ada dalam
pikiran mereka.
Untuk menjawab itu, saya memberanikan diri untuk terjun secara langsung
sebagai 'orang desa tulen'. Saya bertani, tidak pergi ke kota dan mulai
berinteraksi dengan mereka secara alami. Anggap saja ini sebagai penelitian berperan
serta dimana teorinya saya temukan di bukunya Dr. Deddy Mulyana M.A., Metode
Penelitian Kualitatif. Ada beberapa jawaban yang mulai bermunculan untuk
menjawab apa yang dalam pikiran orang desa. Salah satu jawaban itu adalah bahwa
ternyata orang desa tidak biasa merencanakanan usahanya dalam jangka panjang.
Alur jawaban seperti demikian, orang desa tidak merencanakan usahanya
karena mereka tidak punya mimpi tentang masa depan usahanya. Kebanyakan
dari mereka tidak memiliki cita-cita untuk mengembangkan usahanya lebih lanjut.
Dalam artian, usahanya saat ini sekedar untuk menutupi biaya hidup dalam jangka
pendek. Bagi mereka, mencari uang cukup untuk sandang, papan, pangan,
pendidikan anak-anak, sudah begitu saja.
Ketika melihat kenyataan ini, saya mulai mencoba menggali benang merah
antara impian, rencana dan hasilnya di masa depan. Impian atau
cita-cita masa depan sebaiknya dimanifestasikan dalam rencana tertulis atau
tidak tertulis supaya dapat dipetik hasilnya nanti oleh beberapa generasi
mendatang. Saya selalu ingin tahu apa impian orang tua saya dan generasi
sebelumnya dengan terus melakukan 'wawancara informal'. Ketika saya tahu impian orang tua saya maka
saya coba menyusun rencana tertulis/terlukis dan mulai melaksanakannya.
Walaupun hasilnya belum terasa seratus persen tetapi saya mulai melihat
perbaikan kecil pada kehidupan kami sekeluarga. Kandang-kandang ternak mulai
tertata rapi, kolam ikan diperluas bahkan kami sudah berencana untuk menjadikan
rumah kami sebagai 'gudang pangan' warga yang membutuhkan.
Buat saya ini kemajuan luar biasa. Hal sederhana dimana siapa pun bisa
melakukannya. Tapi, kenapa orang lain tidak melakukannya. Sedikit sekali orang yang mau meneruskan
cita-cita orang tuanya demi kemajuan desanya. Mungkin, keengganan ini terjadi
karena tidak singkron antara cita-cita orang tua dan kemauan generasi
penerusnya. Untuk itu, saya mencoba mengajak kepada siapa pun untuk mencoba
berpikir tradisional-rasional. Berpikir tradisional artinya masih
menggunakan pola pikir lama untuk kemajuan desa yang kita cintai. Berpikir
rasional artinya tidak menggunakan perasaan atau egois dalam menentukan sikap
tetapi mengambil manfaat dari pemikiran orang tua kita. Saya menggunakan pola
pikir itu. Apa yang saya lakukan adalah hal yang sama dengan apa yang orang tua
saya lakukan dulu. Saya hanya meneruskannya dan mengambil manfaatnya dengan
maksimal lebih dari apa yang dicaapai orang tua saya dulu. Walaupun kita
memiliki rencana pribadi yang ingin diraih, tetapi apa salahnya menjadikan
rencana lama orang tua kita sebagai referensi kehidupan kita.
Terimakaih samgat bermamfaat utk saya dan seluruh masyarakat RI
BalasHapus